Untuk Mengingat Hari Bakti Peternakan Indonesia: Rendah Sangat Konsumsi Daging Orang Kita
Thursday, 29th August, 2019 | 1006 Views
|
Oleh Drh Chairul Arifin

Drh Chairul Arifin (Foto:sembada/dok/henry)

Drh Chairul Arifin (Foto:sembada/dok/henry)

TENTU SAJA SUDAH sama-sama kita maklumi bersama bahwa konsumsi daging sapi masyarakat Indonesia itu termasuk SANGAT RENDAH di kawasan negara-negara ASEAN atau Association of South East Asia Nations (Perkumpulan Negara-negara Asia Tenggara), apalagi ditingkat global. Konsumsinya yang hanya rata-rata per orang per tahun hanya 2 kilogram hingga 3 kilogram jauh dibandingkan dengan Malaysia yang mencapai 6 kilogram hingga 7 kilogram.  Dan bahkan jka dibandingkan dengan Thailand serta Filipina yang mencapai lebih dari 5 kilogram per tahun.

         Jumlah penduduk yang besar yang lebih dari 260 juta jiwa menyebabkan deminatornya jadi besar yang menyebabkan rata-rata konsumsi daging sapi mengecil. Jadi, kalau deminatornya diganti dengan tingkat partisipasi konsumsinya barangkali tingkat konsumsi Indonesia itu bisa bersaing dengan negara-negara  lainnya atau tidak lagi menempatkan Indonesia sebagai nomor buncit.

          Pendapat ini ada benarnya juga karena sangat tidak mungkin orang Indonesia yang mayoritas muslim dimasukkan sebagai orang yangg mengkonsumsi daging babi, gara-gara konsumsi disamaratakan sebagai konsumsi per kapita daging babi yang memasukkan setiap manusia Indonesia sebagai deminatornya konsumen daging babi! Tidak mungkinlah itu.

       Makanya perhitungan konsumsi per kapita itu deminatornya harus tingkat partisipasi konsumsi masing-masing komoditi. Data ini tersedia dalam SUSENAS BPS. Pendapat ini sesuai dg perhitungan yang sebelumnya dilakukan oleh Prof. Tjeppi D Soedjana (2011). Khusus untuk daging sapi karena semua penduduk boleh mengkonsumsinya, maka deminatornya bisa total jumlah penduduk untuk menghitung per kapitanya walau dengan perhitungan tingkat partisipasinya konsumsinya akan lebih baik lagi.

      Berdasarkan perhitungan per kapita per tahun, maka konsumsi bahan makanan yang mengandung daging sapi rata-rat adalah 3,487 kilogram yang berbentuk sate/tongseng 1,120 kilogram daging segar 0,445 kilogram, daging goreng/bakar 0,739 kilogram dan sisanya dalam bentuk dendeng, abon, daging dalam kaleng, daging awetan, hati dan jeroan, tetelan dan tulang juga dikonsumsi walau jumlahnya kecil ya mungkin sebagai penghias saja.

         Dari data ini menunjukkan bahwa orang Indonesia itu cenderung lebih menyukai masakan jadi daripada beli masakan daging yang segar. Data ini ditopang pula dari jenis belanja makanan jadi yang porsinya lebih dari separuh pengeluaran rata-rata untuk kelompok makanan (makanan minuman jadi dan kelompok lainnya)

         Dari data ini pula dapat diungkapkan bahwa orang Indonesia berkecenderungan makan di luar rumah sambil menikmati berbagai varian masakan dari daging sapi di luar rumah, entah di kantor, restoran dan warung serta di jamuan makan di pertemuan hajatan. Hal ini mengandung arti pula mobilitas manusia Indonesia semakin cepat dan tinggi terutama di perkotaan. Hampir dapat dipastikan bahwa makan siangnya sudah di luar rumah dan kadang juga termasuk makan malam.

          Kecenderungan semacam ini ada baiknya dan ada negatifnya. Positifnya akan memunculkan industri kuliner dan pariwisata yang berdampak  pada kesemarakan usaha kecil dan menengah atau UKM dan industri kuliner di tanah air. Negatifnya adalah menyebabkan acara makan bersama keluarga zaman 1960-an dan sebelumnya yang menjadi ajang saling mencurahkan perhatian atau curhat anggota keluarga di dalam rumah tidak tercipta lagi, tetapi malahan terbentuk di luar rumah. Asal jangan tercipta “makan siang bersama” saja ya boleh. Sebab, konon tidak ada makan siang yang gratis….!! *

      * Drh   M. Chairul Arifin adalah pensiunan staf Direktorat Jenderal Bina Produksi Peternakan, Departemen Pertanian (kini Kementerian Pertanian) 

komentar

You must be logged in to post a comment.

plaza kemitraan

  JUDUL TERSEBUT DI atas sangat menarik disimak. Bahwa para petani punya utang atau hutang sudah jamak diketahui. Tetapi, misalnya mengapa Dewan Perwakilan Rakyat Republik

Pengantar Redaksi: KONON SAAT INI di Indonesia tidak ada daerah atau desa yang menerapkan pertanian hamparan luas dengan pola pengolahan tanah hingga pemasaran. Satu-satunya yang