Ulat Grayak Di Kab.Karo: Setelah 35 Hari Tak Bahaya lagi
Thursday, 16th January, 2020 | 1218 Views

 

SEMUA TANAMAN JAGUNG (Zea mays) di Kabupaten Karo, Provinsi Sumatera Utara (Sumut) ini akan terbebas dari serangan ulat grayak Spodoptera frugiperda setelah 35 hari. Sebab, setelah berumur 35 hari itu ulat sudah berubah menjadi kepompong dan tidak berbahaya lagi. Tanaman jagung akan sembuh atau pulih dan tumbuh normal dan tidak menimbulkan kerugian yang berarti. Ketika ada serangan ulat, pada penyemprotan kedua dipastikan sudah mati. Dan daun jagung yang sangat rusak  serta tampak buruk sekali akan berganti daun baru yang terlihat cantik.

    Hal itu diungkapkan oleh Koordinator Pengendali Organisme Pengganggu Tumbuhan Tanaman Pangan dan Hortikultura (POPT-TPH) Kabupaten Karo, Sumut, Rusli,SP dan juga oleh petani Desa Bulung Naman, Kecamatan Munte, Kabupaten Karo, Bangsawan Siregar. Mereka ditemui Wartawan Media Pertanian online www.sembadapangan.com di lahan pertanaman jagung Desa Bulung Naman, sekitar lima kilometer dari kaki Gunung Sinabung di Tanah Karo, belum lama berselang.

     Pada kesempatan itu juga hadir petugas POPT Provinsi Sumut. Mereka adalah Marino,SP,MP (Kepala UPTD POPT Prov.Sumut), Saadi (Kasi Perlindungan UPTD POPT Prov.Sumut dan Rukito (Petugas POPT Prov.Sumut). Selain itu juga Kasi Sarana dan Prasarana Perlindungan Tanaman Pangan, Kementan Gandi Purnama,SP,MP.

       Menurut Rusli (59) serangan ulat grayak diketahui secara pasti karena sangat meluas pada April 2019. Serangan pertaman kali itu terjadi di wilayah Kecamatan Munte, Kecamatan Tiga Binanga, Kecamatan Payung dan Kecamatan Huta Buluh. Memang di sana merupakan sentra produksi jagung dan di semua wilayah itu terserang ulat gerayak ini.

       “Bersama petugas POPT di Kabupaten Karo kami melihat langsung setelah terjadi serangan selama seminggu. Kami amati ulat dan pergerakannya serta akibat serangannya. Ternyata yang disantap adalah daun sangt muda, sehingga tanaman jagung rusak sekali bentuknya. Ada juga sebagian ulat yang memakan titik tumbuh. Perkembangan ulat itu ami cermati dalam keseharian. Ternyata ulat itu bertumbuh-kembang menjadi kepompong,”ungkap Ruli gembira. Dia didampingi petugas pengendali organisme pengganggu tumbuhan (POPT) Obatta Sembiring, Saor Lumbantobing dan Jakub Sembiring.

       Rusli menambahkan bahwa dalam waktu yang bersamaan langsung melakukan kepada para petani. Secara serentak para petani, penyuluh pertanian lapangan atau PPL dan petugas POPT melakukan penyemprotan dengan insektisida yang berbahan aktif yang bisa membunuh ulat. Periode penyemprotan hingga panen adalah dua kali dari umur jagung satu minggu hingga satu bulan.

       “Sesungguhnya penyemprotan kedua itu dilakukan untuk menghabisi ulat grayak yang masih ada sebagai antisipasi agar serangan tidak meluas. Jadi, dilakukanlah penyemprotan kedua kali,” demikian Rusli sembari menambahkan ada saja kemungkinan pada penyemprotan pertama ulat grayak ada yang baru menetas atau kupu-kupu baru bertelur dan menetas akan besar dan merusak jagung.

Tidak Terpengaruh Pada Produksi

       Obatta Sembiring menuturkan bahwa pestisida yang digunakan petani adalah yang berbahan aktif supermetrin, emametri benzoate dan kloratanirifol. Setelah ketiga jenis racun ini dicampur dan dipakai memberantas ulat grayak, seminggu kemudian ulat grayak itu mati. Dari pengamatan tentang rentang waktu satu minggu itu menunjukkan ulat mulai lemas dan tidak mampu menyantap daun. Selanjutnya tambahan hari makin lemas dan mati di atas daun atau jatuh.

        Disebutkan, sampai sekarang tidak ada keluhan dari petani tentang kerusakan oleh ulat grayak itu. Semua pihak sudah sepakat bahwa setelah penyemprotan ulat akan mati. Bahkan kalau tidak mati uat itu akan menjadi kepompong setelah sekitar 30 hari hingga 32 hari lalu menjadi kupu-kupu dan pergi.

      Menurut Sembiring, hingga Desember 2019 masih ada serangan ulat gerayak di Kabupaten Karo, namun menurut petani hal itu tidak berbahaya lagi, sehingga jagung petani aman dan petani boleh terus-menerus menanam jagung. Artinya, jagung petani tidak perlu dimusnahkan secara massal karena tidak ada pengaruhnya pada produksi jagung petani.

       Dalam kaitan itu Rusli menegaskan lagi bahwa para petugas POPT sangat optimis serangan ulat grayak pendatang baru ini tidak mempengaruhi apapun terhadap produsi jagung terutama di Provinsi Sumatera Utara. Ke depan para petugas POPT akan lebih teliti mengamati tanda-tanda agar lebih dini mengetahui kalau ada serangan hama dan petani segera mendapat informasi untuk kewaspadaan dan penanganan lanjutan.

     Rusli melanjutkan, seusai penanganan intensif itu para petani tidak perlu menyediakan pestisida berdosis tinggi lagi. Sebab, hanya dengan pestisida yang tersedia di berbagai tempat sudah mecukupi untuk membasmi ulat gerayak tersebut. Selain itu para petani harus diedukasi agar tidak manja menghadapi persoalan sektor pertanian, namun perlu meningkatkan kewaspadaan untuk mencegah serangan hama yang meluas seperti kondisi yang lalu.

Jangan Cemas Jagung Tak Akan Mati

     Dari Kelompok Tani Jumah Bertah Desa Bulung Naman, Kecamatan Munte muncul juga pernyataan atau pengakuan bahwa serangan ulat grayak Amerika Spodoptera frugiperda tidak masalah. Artinya, para petani jangan cemas atau tidak perlu khawatir atas kedatangan ulat yang ganas itu karena jagung tidak akan mati. Dengan penanganan yang biasa saja ulat itu bisa diberantas.

    “Ya, jangan khawatir. Ulat itu bisa diberantas dengan semprotan biasa, tetapi disemprot dari atas. Bukan seperti menyemprot sayur mayur atau tanaman padi. Selain itu penyemprotan harus di lakukan pada sore menjelang senja atau subuh menjelang fajar. Semua akan terselesaikan,” ungkap Bangsawan Siregar (47), Sekretaris Kelompok Tani Jumah Bertah kepada Media Pertanian online www.sembadapangan.com di Kecamatan Munte, beberapa waktu lalu.

     Kelompok petani itu beranggotakan  32 orang dengan pertanaman seluas 47 hektare (ha). Semua petani menanam jagung dengan sedikit tanaman palawija yang disisipkan di celah tanaman jagung.

      Menurut Siregar, saat ada serangan ulat grayak, semula para petani sangat sedih, cemas dan stres melihat tanaman sangat rusak. Tetapi, setelah kami konsultasi dengan petugas-petugas di lapangan  ternyata itu tidak bermasalah. Setelah ada rekomendasi untuk pengendalian, kekawatiran petani langsung hilang. Sebab, walaupun ulat itu tidak tuntas mati setelah penyemprotan pertama, ketika penyemprotan kedua semua ulat telah mati. Bahkan ada beberapa petani yang membiarkan jagungnya dimakan ulat grayak ganas itu dan hanya dipupuki secara tepat waktu dan jenis, daunnya sudah bagus lagi. Daunnya akan cantik.

    “Kenyataan di lapangan memang seperti itu. Saya tidak bermanis-manis dan menutupinya kepada bapak. Silahkan bapak lihat sendiri. Ulat-ulat itu masih ada yang hidup pada tanaman jagung kami, namun tidak sampai membunuh tanaman jagung ini. Daun jagun tetap bermunculan,” katanya optimis seraya menambahkan lahan yang ditanaminya jagung hanya sekitar setengah hektare. Pada panen sebelumnya harga jagung pipil panen mencapai 3.400 rupiah per kilogram (kg) dan para petani senang lantaran sudah untung. *sembada/henry/rori

komentar

You must be logged in to post a comment.

plaza kemitraan

  JUDUL TERSEBUT DI atas sangat menarik disimak. Bahwa para petani punya utang atau hutang sudah jamak diketahui. Tetapi, misalnya mengapa Dewan Perwakilan Rakyat Republik

Pengantar Redaksi: KONON SAAT INI di Indonesia tidak ada daerah atau desa yang menerapkan pertanian hamparan luas dengan pola pengolahan tanah hingga pemasaran. Satu-satunya yang