Singkong Olahan (Frozen) Diminta Dari Hongkong, Korea dan Malaysia Tinggi, Tapi Kami Terbatas
Tuesday, 5th December, 2023 | 438 Views

TELAH LEBIH SETAHUN tenaga kerja di sini sangat terbatas karena tinggal dua orang ditambah satu orang dari pengurus Masyarakat Singkong Indonesia (MSI). Bergiliran dan bergantian melakukan penanaman, pemanenan, pembelian bahan baku saat tidak tersedia serta melakukan pengolahan termasuk pengemasan. Selain itu juga bertindak tenaga penjualan dan pemasaran karena banyak permintaan singkong berikut turunannya dari berbagai daerah dan mencanegara dalam bentuk frozen atau beku. “Kami kelabakan. Alat kami juga minim sekali.”

    Itulah statement petani singkong serba bisa dan kreatif  bernama Gozali di Desa Cilebut Barat, Kecamatan Sukaraja, Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Dia ditemui Media Pertanian online www.sembadapangan.com di Rumah Pangan Sehat yang persis berada di tengah-tengah lahan pertanaman singkong (Manihot utilissima) seluas 1,1 hektare (ha) di desa tersebut.

    Diungkapkan pula bahwa di tempat seluas 1,1 ha itu telah dilakukan dua kali panen singkong. Pada panen pertama bisa dibilang gagal karena hasil masih sedikit. Demikian pula pada panen kedua, yaitu tahun kedua hasilnya  juga sedikit karena tanah yang ada masih kotor oleh sampah plastik. Kesuburan tanah  harus dikembalikan sebagaimana mestinya agar hasil tanaman sesuai harapan. Profitas tidak maksimal.

     “Di tempat ini  setiap hari kami bertiga, yaitu Heri Soba, Atang dan saya sendiri Gozali. Kami bekerja bersungguh-sungguh dan kerja keras karena banyak yang dikerjakan sambil menunggu kalau ada pihak yang membantu kami verupa pengolah tanah dan pengolah bahan baku singkong traktor. Karena kami menunggu singkong di sebelah sana siap panen untuk dibuat tape dan singkong frozen, kami sengaja memelihara puluhan ternak berupa kambing dan domba, dimana kotoran dan sisa pakannya kami jadikan pupuk organik,” ungkap Gozali yang juga dipanggil oleh masyarakat sekitar dan para pedagang dengan sebutan ABAH SINGKONG sambil  menunjuk ke arah tanaman singkong yang telah berumur empat bulan.

Bahan Baku dan SDM Terbatas

   Menurut Gozali, keterbatasan yang terjadi menyangkut bahan baku singkong maupun sumber daya manusia (SDM) mendorong dirinya berlaku atau menjalankan tugas sebagai direktur operasional. Juga memunculkan gagasan atau pemikiran apa saja olahan singkong yang mungkin menarik perhatian calon konsumen. Bahkan terlibat langsung memasarkan tape dan singkong frozen yang bisa langsung dinikmati konsumen.

     “Saya juga menjabat rangkap-rangkap. Direktur operasional bisa, direktur pemasaran bisa dan sebagai koki atau chief de cuisine (chef-kepala dapur) juga bisa. Hasil pekerjaan saya sejak lama sudah teruji. Saya tidak sombong bahwa tangan dan otak saya dikaruniai kemampuan serba bisa. Jadi, maklumlah tenaga kerja kami di sini sangat kurang, padahal kami telah merancang jauh hari produk tape dan olahan singkong frozen  dengan volume tertentu bisa dicapai. Kenyataannya luput atau tak terpenuhi lantaran lahan garapan ini dipenuhi plastik. Tanaman tumbuh tidak sehat,” demikian Gozali sembari menambahkan bahwa potensi lahan di tempat itu untuk penanaman singkong mulai dari hulu sampai hilir cukup memadai luasnya.

    Dia menambahkan bahwa varietas yang digunakan di tempat itu adalah Manggu yang konon lazim juga disebut-sebut petani setempat sebagai varietas Mentega. Varietas mentega itu kalau untuk konsumsi rasanya yang enak dan empuk. Selain itu bisa diolah menjadi berbagai macam panganan atau turunannya, seperti combro, stik singkong, tape singkong, singkong segar yang telah dikuliti yang bisa dipesan penduduk setempat. Bahkan dititipkan pula di warung-warung di sekitarnya. Khusus olahan combro untuk sementara disediakan seuai pesanan konsumen termasuk yang dari mancanegara itu.

Untuk Upah Andalkan Penjualan Harian

    Selanjutnya dikatakan pula bahwa rancangan dari pihak pengurus MSI kawasan itu akan menjadi etalase atau tempat pameran atau tempat peragaan pengembangan ubi kayu mulai dari hulu sampai ke hilir. Sebagai pelaksana di situ, Gozali sudah memahami rancangan MSI tersebut. Namun, karena tidak diimbangi  dana yang cukup hal itu belum bisa dilaksanakan.

   “Untuk biaya operasional sekarang, kami hanya mengandalkan penjualan dari pesanan yang masuk untuk membayar upah tenaga kerja. Kendati kami bersungguh-sungguh, semuanya kami jalankan tersendat-sendat. Kami juga sudah membahas perizinan dari Badan Pengawasa Obat dan Makanan atau BPOM karena kami bisa menghasilkan turunan dari singkong ini. Namun, dibutuhkan alur produksi dengan kendali mutu atau quality controle yang sesuai aturan termasuk sertifikasi tempat. Hal itu sudah lama dicita-citakan,” ungkap Gozali.

    Harga olahan tape ditetapkan 8.000 rupiah per kilogram (kg) dan untuk combro seharga 12.000 rupiah per kg. Untuk stik singkong harganya adalah 15.000 rupiah per kg, singkong segar adalah 3.000 rupiah per kg dan singkong mentah sudah bersih dikuliti atau tinggal masak harganya adalah 6.000 rupiah per kg.

    “Nah, untuk makanan turunan singkong dengan keadaan beku atau frozen harus ada BPOM. Tetapi, secepatnya akan kami urus terutama kalau hulu sampai hilir sudah berjalan sebagaimana mestinya. Tempat kami ini telah memenuhi standar kelayakan untuk mendapat izin dari BPOM pada makanan olahan,” Gozali bercerita dengan semangat berapi-api dan tetap menantikan suntikan dana untuk menyediakan perlengkapan memadai termasuk saprodi awal dan alsintan. * sembada/rori/henry

komentar

You must be logged in to post a comment.

plaza kemitraan

  JUDUL TERSEBUT DI atas sangat menarik disimak. Bahwa para petani punya utang atau hutang sudah jamak diketahui. Tetapi, misalnya mengapa Dewan Perwakilan Rakyat Republik

Pengantar Redaksi: KONON SAAT INI di Indonesia tidak ada daerah atau desa yang menerapkan pertanian hamparan luas dengan pola pengolahan tanah hingga pemasaran. Satu-satunya yang