Keripik Nenas dari Taput, Original Tanpa Bumbu dan Renyah
Wednesday, 14th July, 2021 | 879 Views

ADALAH KELOMPOK TANI Satahi dari Desa Gurgur, Kecamatan Sipahutar, Kabupaten Tapanuli Utara (Taput) berhasrat mengejar nilai tambah (value added) produk pertanian. Mereka belajar mengolah buah nenas (Ananas comosus) menjadi keripik. Dan mereka berhasil kendati belum maksimal karena keterbatasan peralatan dan pengalaman pengolahan. Keripik nenas buatan Kelompok Tani (Keltan) Satahi tentu lezat alamiah. Tanpa bumbu. Juga renyah..nyah original.

 

       Desa Gurgur yang terletak di Dataran Tinggi Bukit Barisan di Provinsi Sumatera Utara (Sumut) itu merupakan sentra Ananas comosus atau nenas di Provinsi Sumut sejak lebih empat dekade yang silam. Kecamatan Sipahutar berjarak sekitar 25 kilometer (km) dari Tarutung, Ibukota Kabupaten Taput dan sekitar 14 km dari Sipahutar ke Desa Gurgur. Akses jalan sangat bagus dari Tarurung maupun dari Bandara Silangit di Kecamatan Siborongborong.

    Menurut petugas Penyuluh Lapangan Pertanian (PPL) Kecamatan Sipahutar Joel Valentivo Simanjuntak,SP para petani mengembangkan benih nenas untuk budidaya hanya dari putik atau makhkota dan tunas baru. Pada saat nenas mulai berbuah sudah muncul beberapa tunas, kemudian dipotong beberapa tunas sampai tertinggal dua atau tiga tunas untuk dirawat lagi untuk berproduksi. Tunas itu diambil dari percabangan batang atau dari perakaran atau anakan.

     Dia menambahkan bahwa untuk ukuran lahan satu hektar bisa ditanami 10.000 bibit nenas itu. Nenas yang disebut masak adalah yang berumur 18 bulan hingga 24 bulan. Dengan kata lain, panen pertama manas (Bali) atau honas (Batak) itu adalah rata-rata 18 bulan, tetapi tidak serentak berbuah masak untuk dipanen. Misalnya, untuk 10.000 pohonan atau batang itu buah yang bisa dipanen paling banyak dari 200 batang hingga 300 batang dengan rata-rata berat 1,5 kilogram (kg). Luasan pertanaman nenas  milik Kelompok Tani (Keltan) Satahi mencapai sekitar 25 hektare (ha)

    Para petani anggota Keltan Satahi telah berpengalaman melihat dan memegang nenas yang telah masak dan siap dipanen untuk dikonsumsi termasuk untuk dijual kepada konsumen di pasar atau yang datang ke ladang para petani. Pengalaman para petani mengenai masak atau belum nenas itu juga lebih dikuatkan dari hitungan umur tanam hingga berbuah. Sejak berbentuk buah hingga siap panen bisa mencapai enam bulan, tetapi petani bisa memilih buah yang telah masak.

     Contohnya, demikian Joel, untuk dijadikan keripik itu petani memilih nenas yang telah masak betul. Sebab, rasa buah yang telah masak setelah airnya dibuang dengan alat bertekanan tinggi atau vacum dryer akan terlihat tidak pucat. Sebelum dimasukkan ke vacum dryer, nenas dikuliti lalu dibersihkan. Setelah itu dirajang berukuran kecil sebegitu rupa hingga secara berangsur dimasukkan ke vacum dryer itu.

    “Setelah itu nenas yang kandungan airnya telah memenuhi syarat atau sekitar 10 menit sekali proses, lalu diangkat dan ditimbun hingga mencapai sekitar 20 kilogram untuk siap digoreng. Sekali proses penggorengan mencapai 20 kg nenas mentah yang kandungan airnya hanya tersisa antara satu persen hingga 1,5 persen,” ungkap Joel. Dia didampingi Marzuki Simanjuntak, petani Desa Gurgur.

Segar Tanpa Bumbu

Dia menambahkan, proses demikian berlanjut berkesinambungan hingga semua nenas yang dipanen selesai dirajang, diperas dengan alat khusus vacum dryer itu dan digoreng. Setelah itu dianginkan untuk menguapkan minyaknya hingga kering betul kemudian barulah dikemas dengan volume sekitar 125 gram per bungkus atau setiap kemasan dengan harga 20.000 rupiah per bungkus. Dan produk nenas dengan merek dagang Satahi itu sudah mendapatkan label Produk Industri Rumah Tangga (PIRT) dari Dinas Kesehatan Kabupaten Tapanuli Utara.

     Menurut Marzuki, adapun rasa keripik Satahi itu selain manis sebagaimana aslinya ada juga yang rasa agak ‘asam’ manis. Dalam satu kemasan bisa memiliki rasa nano-nano karena tidak ditaburi bumbu apapun. Tetapi, hal yang jelas adalah tidak mungkin ada yang terasa pahit. Itu tidak mungkin. Ke depan, nenas produksi petani Keltan Satahi itu secara keseluruhan akan dibuat dodol dan selai, tetapi pada tahap pertama adalah keripik.

     Marzuki menyebutkan bahwa memang agak mubazir kalau hanya dibuat keripik semata karena air nanas itu dibuang begitu saja berliter-liter, padahal kalau dibuat dodol dan selai produk akhirnya akan bervariasi. Begitu juga manfaatnya. Selai bisa untuk dipakai penambah rasa roti dan untuk kue lainnya. Dodol, apalagi, bisa dikonsumsi sebagai cemilan di pagi hari atau malam hari bukan saja karena ada tamu yang berkunjung, tetapi bisa juga dikonsumsi sendiri dalam keluarga.

Pasar Keripik Nenas

     Pihak Kelompok Tani Satahi telah berupaya memasukkan produk keripik nenas itu pada pameran di beberapa kesempatan di berbagai kota termasuk di Kota Medan. Bahkan juga dipamerkan pada berbagai momentum atau acara kenegaraan di Kota Medan, Jakarta, Yogya, Semarang, Surabaya hingga ke Denpasar Bali.

    Dan secara permanen keripik itu sudah ada di etalase peragaan Perusahaan Daerah (Perusda) Kabupaten Tapanuli Utara mendampingi beberapa produk olahan lain dari kecamatan lain. Bahkan saat ini produk olahan kripik itu sudah dipasarkan di Bandara Internasional Silangit, Kecamatan Siborongborong. *sembada/henry/rori

komentar

You must be logged in to post a comment.

plaza kemitraan

  JUDUL TERSEBUT DI atas sangat menarik disimak. Bahwa para petani punya utang atau hutang sudah jamak diketahui. Tetapi, misalnya mengapa Dewan Perwakilan Rakyat Republik

Pengantar Redaksi: KONON SAAT INI di Indonesia tidak ada daerah atau desa yang menerapkan pertanian hamparan luas dengan pola pengolahan tanah hingga pemasaran. Satu-satunya yang