Daya Saing dan Efisiensi Usaha Tani Jagung Hibrida Indonesia
Monday, 26th April, 2021 | 1158 Views
|
Oleh Profesor Dr Ir Pantjar Simatupang (Cendekiawan Pertanian Indonesia dan Penerima Satya Lencana Karya dari Pemerintah RI)
Dr Pantjar Simatupang (Foto:sembada/dok)

Dr Pantjar Simatupang (Foto:sembada/dok)

Pengantar Redaksi:

JUDUL TERSEBUT DI atas merupakan paparan oleh Doktor Pantjar Simatupang pada Diskusi Nasional Agribisnis Jagung yang diselenggarakan oleh Badan Penelitian dan Pengembangan (Litbang) Pertanian beberapa dekade yang lalu di Bogor. Kendati telah lama, file makalah tersebut kami buka dari dokumen Redaksi Media Pertanian online sembadapangan.com karena dipandang tetap relevan saat ini untuk sekadar mendeskripsikan dan mengkomparasikan kondisi PERJAGUNGANdua dekade lalu dengan sekarang. Redaksi sengaja mengeliminasi keragaan tabulasi karena ilustrasinya sudah koheren (bersatupadu) dengan penjelasannya.

                                                                              =====

Pendahuluan

    Dilihat dari segi luas panen dan produksi, di Indonesia jagung merupakan tanaman pangan utama peringkat kedua terpenting setelah padi. Sejak awal 1980-an. luas panen dan produksi jagung merupakan yang paling tinggi pertumbuhannya di antara semua komoditas tanaman pangan. Dapat dikatakan bahwa pada saat ini usahatani jagung merupakan sumber pendapatan dan lapangan kerja yang signiflkan bagi sejumlah besar petani dan penduduk pedesaan secara umum.

   Pertumbuhan luas panen dan produksi jagung yang pesat merupakan hasil perpaduan dari tarikan permintaan (demand pull) dan dorongan teknologi (technology push). Permintaan jagung domestik meningkat sangat pesat terutama sebagai bahan baku industri pakan ternak yang berkembang pesat sejak pertengahan 1970-an sebagai hasil tarikan dari pertumbuhan industri petemakan ayam ras dan pertambahan penduduk dan peningkatan pendapatan.

    Dewasa ini penggunaan jagung untuk pakan sudah melebihi penggunaan untuk bahan pangan langsung. Ke depan, permintaan jagung untuk pakan ternak diperkirakan akan terus meningkat tajam. karena permintaan terhadap daging ternak sangat elastis terhadap pendapatan. sehingga akan meningkat Iebih cepat daripada laju pertumbuhan ekonomi. Dengan demikian. kebutuhan jagung untuk pakan ternak merupakan peluang pasar yang masih terus berkembang pesat bagi petani jagung Indonesia.

   Pertumbuhan produksi jagung yang pesat juga merupakan hasil dorongan inovasi teknologi (technology push) budidaya jagung. Kemajuan teknologi terutama berasal dari penggunaan benih jagung hibrida yang pesat yang memiliki potensi produksi jauh lebih tinggi dart benih jagung tradisional. Jagung hibrida cocok pula digunakan sebagai bahan baku pakan ternak, sehingga perubahan teknologi tersebut konsisten dengan perubahan struktur permintaan jagung.

    Usahatani jagung hibrida |ebih komersial, dalam arti sangat intensif menggunakan input dan memberikan laba yang |ebih besar, sehingga dapat menjadi sumber pendapatan yang signifnkan bagi petani. Dengan demikian, ke depan usahatani jagung Indonesia akan semakin didominasi oleh jenis jagung hibrida. Walaupun produksi jagung meningkat pesat, namun laju peningkatan permintaannya |ebih tinggi lagi, sehingga Indonesia masih harus mengimpor untuk mengisi kelebihan permintaan tersebut.

   Oleh karena memang digunakan untuk pakan ternak, sebagian besar jagung impor tersebut adalah jenis jagung hibrida. Lalu jagung hibrida impor inilah. yang menjadi pesaing produksi jagung dalam negeri. Dengan demikian, dalam mengkaji daya saing usahatani jagung Indonesia, maka yang tepat diperbandingkan adalah produksi jagung hibrida domestik terhadap jagung hibrida asal impor. Oleh karena itulah penelitian ini difokuskan pada usahatani jagung hibrida saja.

   Analisis daya saing ini sangatlah penting untuk mengetahui apakah usahatani jagung layak dikembangkan secara ekonomis di Indonesia. Dari analisis ini dapat pula diidentifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi daya siang usahatani jagung Indonesia. Informasi ini dapat dimanfaatkan sebagai bahan pertimbangan dalam perumusan kebijakan pemerintah. Data dasar yang digunakan adalah hasil survei lapang di Provinsi Sumatera Utara, Lampung dan Jawa Timur yang dilaksanakan pada 2001. Data dasar mencerminkan keadaan pada musim tanam (MT) 2000.

Metoda Penelitian

    Dalam penelitian ini daya saing usahatani jagung didefmisikan sebagai kemampuan usahatani jagung untuk tetap layak secara finansial (privat) pada kondisi teknologi usahatani, lingkungan ekonomi dan kebijakan pemerintah yang ada. Pada sistem perekonomian terbuka,  daya saing berarti kemampuan usahatani jagung domestik untuk tetap layak secara finansial pada kondisi harga input maupun output tradeable sesuai dengan paritas impomya. Kelayakan fmansial didefmisikan sebagai kemampuan menghasilkan laba atau hasil untuk manajemen (return to management) minimum sebesar tingkat “normal” yang ditetapkan sebesar 20 persen dari total biaya atau khusus untuk usahatani, rata-rata setara dengan upah buruh tani di pedesaan.

   Laba finansial usahatani dihitung (per hektare) sebagai selisih antara penerimaan dan biaya total, yaitu dari penerimaan usahatani dalam rupiah per hektare dibagi biaya total rupiah per hektare. Usahatani jagung dikatakan layak secara finansial apabila profitabilitasnya setidaknya mencapai 20 persen atau nilai laba per hektar setidaknya setara dengan tingkat upah buruh tani di lokasi penelitian. Waktu yang dicurahkan untuk mengelola usahatani jagung diasumsikan 90 hari per siklus produksi. Dengan demikian, agar dapat secara finansial penerimaan manajemen per hari dari usahatani jagung minimum sebesar laba penerimaan manajemen dalam rupiah per hektare dibagi 90 hari per siklus produksi.

  Pada rejim perdagangan terbuka, harga barang dagangan (tradeable) di pasar domestik ditentukan oleh harga di pasar internasional. Dengan asumsi bahwa konsumsi utama jagung hibrida adalah pabrik pakan, maka harga paritas impor jagung hibrida di tingkat petani adalah (Ward, 1993), yaitu jumlah harga paritas impor jagung per kilogram (kg).

  Akumulasi itu didapat dari harga jagung impor di pelabuhan, pajak impor impor rasio penanganan pemasaran jagung hingga pabrik palan, serta nila tukar dengan pengurangn dari margin (selirih) pemasaran dari pihak petani ke pabrik pakan. Kemudian untuk harga paritas internasional input tadeable di tingkat petani dapat dihitung dengan formulasi dimana hal itu muncul dari akumulasi harga perdagangan di pelabuhan dalam kurs dolar Amerika Serikat (AS) per kg, rasio pajak impor, rasio biaya penanganan terkait nilai tukar rupiah dan selirih pemasaran hingga ke tingkat petani.

    Profitabilitas sosial (ekonomi) dapat dihitung dengan prinsip yang sama dengan profitabilitas finansial (privat), yaitu penerimaan ekonomi dikurangi biaya ekonomi. Kalau pada analisis finansial semua harga sesuai dengan tingkat aktualnya, maka pada analisis sosial semua harga ditetapkan pada tingkat sosialnya, yaitu dihitung dengan asumsi tidak ada pajak maupun distorsi pasar lainnya. Titik impas laba sosial untuk produktivitas, harga internasional dan nilai tukar juga dapat dihitung dengan konsep yang sama dengan titik impas laba finansial dengan menghilangkan komponen pajak dan distorsi pasar lainnya.

   Hasil perhitungan biaya dan penerimaan privat maupun sosial dirinci menurut barang tradeable dan non treadeable yang selanjutnya disusun dalam satu Matriks Analisis Kebijakan (MAK) atau Policy Analysis Matrix (PAM) seperti dikembangkan oleh Monke and Pearson (1989) dan telah luas digunakan dalam penelitian empirs kebijakan pertanian. Dengan menggunakan MAK akan dapat dihitung berbagai indikator kergaan usahatani, derajat intervensi pemerintah maupun distorsi pasar serta dampak kebijkan pemerintah tehadap usahatani.

   Data yang dipergunakan untuk analisis usahatani diperoleh dari hasil survei usahatani jagung hibrida pada awal 2001 yang dilakukan pada lahan sawah di Kabupaten Langkat dan lahan kering di Kabupaten Karo keduanya di Provinsi Sumatera Utara. Juga di lahan sawah di Kabupaten Lampung Tengah dan di lahan kering di Kabupaten Lampung Selatan yang keduanya di Provinsi Lampung serta di lahan sawah di Kaupaten Kediri, Provinsi Jawa Timur. Dan data yang terkumpul  merefleksikan keadaan usahatani pada musim tanam (MT) 2000. Jumlah contoh pada setiap kategori usaha adalah lima rumah tangga tani. Data harga dan selirih pemasaran dari hasil wawancara dengan pedagang setempat pada setiap tingkat rantai pemasaran.

Profitabilitas Finansial

   Pada kondisi aktual MT-2OOO usahatani jagung hibrida secara finansial cukup menguntungkan pada setiap jenis lahan dan di seluruh lokasi penelitian. Rasio penerimaan terhadap biaya bervariasi antara 1,2 pada lahan sawah di Provinsi Jawa Timur hingga 1,60 pada lahan lainnya di Sumatera Utara. Secara umum profitabilitas usahatani jagung hibrida di lahan sawah lebih rendah daripada di lahan kering. Namun demikian, produktivitas jagung hibrida di lahan sawah lebih tinggi daripada di lahan kering. Profitabilitas usahatani jagung hibrida yang lebih rendah di lahan sawah merupakan akibat dari harga sewa lahan sawah yang jauh lebih tinggi daripada lahan kering. Usaha prioritas pada lahan sawah adalah usahatani padi, bukan usahatani jagung hibrida.

   Penerimaan manajemen per hektare yang diperoleh dari satu hektare usahatani jagung bervariasi antara 9.822 rupiah pada lahan sawah di Lampung hingga 23.122 rupiah pada lahan kering di Sumatera Utara. Kecuali pada lahan sawah di Lampung Tengah, penerimaan manajemen per hari dari satu hektare usahatani jagung hibrida lebih tinggi daripada tingkat upah tenaga kerja pria setempat. Kecuali untuk lahan sawah di Lampung, usahatani jagung hibrida seluas satu hektare memadai untuk dijadikan sebagai alternatif lapangan kerja walaupun sewa lahan harus dibayar.

    Khusus untuk lahan sawah di Lampung, penerimaan manajemen per hari dari usahatani jagung seluas satu hektare yang mencapai 9.822 rupiah sedikit lebih rendah daripada tingkat upah tenaga kerja pria sebesar 10.835 rupiah per hari. Di Provinsi Lampung usahatani jagung hibrida seluas satu hektare di lahan sawah kurang memadai untuk dijadikan sebagai alternatif lapangan kerja.  Usahatani jagung hibrida di lahan sawah di Provinsi Lampung tampaknya terutama didorong oleh motif pemanfaatan lahan lebih intensif oleh pemilik lahan atau untuk mendapatkan jaminan lapangan kerja bagi buruh tani penyewa lahan.

   Pertanyaan selanjutnya ialah apakah kelayakan finansial usahatani jagung hibrida dapat berkelanjutan, dalam artian, mampu bertahan atau tetap layak pada kisaran fluktuasi produksi maupun harga output dan input yang mungkin terjadi. Fluktuasi profitabilitas usahatani jagung hibrida terutama disebabkan oleh fluktuasi produksi dan harga output. Fluktuasi output terutama disebabkan oleh fluktuasi iklim, sedangkan fluktuasi harga output terutama disebabkan oleh fluktuasi harga jagung dunia dan nilai tukar rupiah. Oleh karena itu yang perlu dikaji ialah apakah usahatani jagung mampu menghadapi fluktuasi output, harga dunia dan nilai tukar rupiah? Pertanyaan ini dapat dijawab berdasarkan tingkat toleransi profitabilitas usahatani jagung terhadap f1uktuasi dari variabel determinan utamanya.

    Titik impas laba finansial usahatani jagung hibrida untuk produktivitas bervariasi antara 3.370 kg per hektare (ha) pada Iahan kering di Lampung hingga 5.647 kg per ha pada lahan sawah di Jawa Timur, sedangkan toleransi penurunannya berkisar antara 16 persen pada lahan sawah di Jawa Timur hingga 37 persen pada Iahan kering di Sumatera Utara. Sacara agregat penurunan profitabilitas jagung sebesar 16 persen belum pernah terjadi. Dengan demikian, usahatani jagung hibrida mampu menghadapi resiko penerimaan produktivitas.

    Titik impas harga dunia bervariasi antara 74 dolar AS per ton untuk cost and freight (C&F) pada Iahan kering di Sumatera Utara hingga 101 dolar AS per ton C&F pada lahan sawah di Jawa Timur dengan toleransi penurunan berkisar 9 persen di lahan sawah Jawa Timur dan 30 persen pada lahan kering di Sumatera Utara. Usahatani jagung di Jawa Timur rentan terhadap penurunan harga dunia.

   Namun demikian, harga jagung dunia 115 dolar AS per ton C&F pada saat penelitian sudah tergolong rendah, sehingga kemungkinan besar tidak akan menurun hingga 101 dolar AS per ton C&F. Penelitian yang dilakukan USDA (2001) menunjukkan bahwa harga jagung dunia akan cenderung meningkat dalam periode tahun 2001-2010. Dengan demikian, penurunan harga jagung dunia bukanlah ancaman serius terhadap daya saing usahatani jagung di Indonesia.

   Titik impas kurs dolar AS berkisar antara 4.824 rupiah per dolar AS pada lahan kering di Sumatera Utara) hingga 7.047 rupiah per dolar AS pada lahan sawah di Jawa Timur atau derajad toleransi penurunan dari data dasar berkisar 17 persen (Jawa Timur) hingga 44 persen pada lahan kering Sumatera Utara. Usahatani jagung hibrida di Jawa Timur relatif lebih rentan terhadap perubahan kurs (peningkatan nilai rupiah) dibandingkan dengan di lokasi lainnya. Para pengamat berpendapat bahwa nilai rupiah tidak akan lebih tinggi dari 8.000 rupiah per dolar AS. Walaupun fluktuatif, nilai rupiah cenderung menurun dari data dasar 8.500 rupiah per dolar AS. Dengan demikian, peningkatan nilai rupiah, kalaupun terjadi, diperkirakan tidak akan sampai pada batas titik impas usahatani jagung hibrida di Jawa Timur.

    Nilai laba privat usahatani jagung hibrida pada berbagai tingkatan harga dunia dan nilai tukar rupiah sesuai dengan perhitungan titik impasnya, penurunan harga dunia dan peningkatan nilai rupiah pertama-tama akan mengancam kelayakan finansial usahatani jagung hibrida di Jawa Timur dan kalau berlanjut akan diikuti oleh usahatani jagung hibrida di Lampung dan Sumatera Utara. Laba finansial usahatani jagung mulai negatif apabila harga jagung dunia sekitar 100 dolar AS per ton C&F atau kurs dolar AS sekitar 7.000 rupiah per dolar AS. Harga dunia adalah 100 dolar AS per ton C&F dan kurs per dolar AS adalah 7.000 rupiah dapat dipandang sebagai ambang toleransi usahatani jagung hibrida.

    Secara umum dapat disimpulkan bahwa usahatani jagung hibrida di Indonesia cukup kompetitif. Kelayakan finansial usahatani jagung hibrida dapat berkelanjutan. Usahatani jagung hibrida sangat mampu bertahan menghadapi fluktuasi produktivitas, harga dunia maupun nilai tukar rupiah dalam kisaran yang mungkin terjadi secara empiris. Ancaman serius terhadap daya saing usahatani jagung hibrida ialah peningkatan sewa lahan terutama lahan sawah, sebagai akibat dari peningkatan kelangkaan lahan dan peningkatan profitabilitas usahatani alternatif untuk padi untuk sawah dan sayuran untuk lahan kering.

 Profitabilitas Sosial

    Apakah usahatani jagung hibrida tetap layak jika tidak ada distorsi pasar baik akibat kebijakan pemerintah (pengenaan pajak, subsidi, tarif impor dan sebagainya) atau ketidaksempumaan pasar? Profitabilitas sosial dengan asumsi pasar persaingan murni dapat dipandanag sebagai cerminan efnsiensi ekonomi suatu usaha ekonomi. Usahatani jagung layak didorong perkembangannya oleh pemerintah jika terbukti secara sosial memang menguntungkan.

    Usahatani jagung hibrida layak secara sosial (ekonomi) dengan kisaran laba 747.000 rupiah per ha pada lahan sawah di Lampung hingga 1,9 juta per ha pada lahan kering di Sumatera Utara. Rasio penerimaan terhadap biaya sosial bervariasi antara 1,16 pada lahan sawah di Jawa Timur hingga 1,55 pada lahan kering di Sumatera Utara. Secara umum, seperti halnya secara finansial, profitabilitas sosial usahatani jagung di lahan kering lebih tinggi daripada lahan sawah. Sekali lagi, penyebab utama perbedaan ini ialah sewa lahan sawah yang jauh lebih tinggi daripada lahan kering.

   Sejalan dengan hasil perhitungan laba sosial, rasio sumber daya domestik usahatani jagung hibrida lebih kecil dari satu untuk semua lokasi dan jenis lahan. Rasio domestik tersebut antara 0,5 pada lahan kering di Sumatera Utara hingga 0,82 pada lahan sawah di Jawa Timur. Ini berarti bahwa usahatani jagung hibrida memiliki keunggulan komparatif atau daya saing optensial di lahan sawah maupun di lahan kering.

   Dengan perkataan lain usahatani jagung hibrida masih tetap memiliki daya saing atau layak usaha walaupun pada rejim pasar persaingan bebas tanpa ada campur tangan pemerintah dan tidak ada distorsi pasar. Hasil penelitian ini sangat konsisten dengan temuan Kasryno et al (1989) yang justru dilakukan belasan tahun lalu.

   Titik impas sosial usahatani jagung hibrida untuk produktivitas, harga dunia dan nilai rupiah yang poduktivitasnya bervariasi antara 3.915 kg per ha pada lahan kering di Provinsi Sumatera Utara dan 5.816 kg per ha pada lahan sawah di Provinsi Jawa Timur, sedangkan daya toleransi terhadap penurunan poduktivitas berkisar antara 13 persen pada lahan sawah di Provinsi Jawa Timur hingga 35 persen pada lahan kering di Provinsi Sumatera Utara. Secara agregat penurunan produktivitas jagung hingga 13 persen tidak pernah tercatat di Indonesia. Oleh karena itu secara sosial, usahatani jagung hibrida mampu bertahan menghadapi penurunan produktivitas yang mungkin terjadi akibat anomali iklim.

    Titik impas sosial usahatani jagung hibrida untuk harga jagung dunia berkisar antara 73 dolar AS per ton C&F pada Iahan kering di Sumatera Utara atau batas toleransi penurunan 37 persen hingga 102 dolar AS per ton C&F pada Iahan sawah di Jawa Timur atau batas toleransi penurunan 11 persen. Penurunan harga dunia sebesar 11 persen bukanlah hal yang tidak mungkin, namun harga dunia pada data dasar sudah cukup rendah dan diperkirakan akan cenderung meningkat (USDA, 2001). Dengan demikian, penurunan harga jagung di pasar dunia bukanlah ancaman serius terhadap profitabilitas sosial usahatani jagung hibrida di Indonesia.

    Titik impas sosial usahatani jagung hibrida untuk kurs dollar AS bervariasi antara 4.769 rupiah per dolar AS pada Iahan kering di Sumatera Utar atau batas toleransi penurunan sebesar 44 persen hingga 6.926 rupiah per dolar AS pada Iahan sawah di Jawa Timur atau batas toleransi penurunan sebesar 19 persen. Penurunan kurs dolar AS hingga 6.926 rupiah per dolar AS praktis tidak mungkin terjadi. Diperkirakan kurs dolar AS terendah adalah sekitar 8.000 rupiah per dolar AS. Dengan demikian, secara sosial, usahatani jagung hibrida mampu bertahan menghadapi penurunan kurs dolar AS.

    Laba sosial pada berbagai tingkat harga jagung di pasar dunia dan kurs dolar AS sesuai dengan perhitungan titik impas, bilamana harga jagung di pasar dunia turun menjadi 105 dolar AS per ton C&F, usahatani jagung hibrida di Jawa Timur secara sosial tidak layak lagi diusahakan. Jika harga dunia menurun terus maka usahatani jagung hibrida pada lahan sawah di Lampung juga berubah menjadi tidak layak secara sosial. Secara relatif kondisi paling rentan terhadap resiko penurunan harga jagung dunia ialah usahatani jagung hibrida pada lahan sawah di Jawa Timur. Namun, hal ini kemungkinan besar tidak akan terjadi karena harga jagung dunia sudah cukup rendah dan diperkirakan akan cenderung meningkat di masa datang.

    Walaupun kurs dolar AS menurun hingga 7.500 rupiah per dolar AS, laba sosial usahatani jagung hibrida tetap positif pada setiap jenis lahan dan di seluruh lokasi penelitian. Hal ini konsisten dengan hasil perhitungan bahwa kurs dolar AS titik impas sosial tertinggi adalah 6.926 rupiah per dolar AS. Walaupun kurs dolar AS menurun hingga sedikit di bawah 7.000 rupiah per dolar AS, usahatani pada jagung hibrida tetap memberikan laba sosial positif. Laba sosial dari usahatani jagung hibrida akan selalu positif pada kisaran fluktuasi kurs dolar AS yang mungkin terjadi, asalkan harga jagung dunia tidak menurun cukup besar.

     Secara keseluruhan dapatlah kiranya disimpulkan bahwa usahatani jagung hibrida layak secara sosial atau efIsien secara ekonomi serta memiliki keunggulan komparatif. Eflsiensi ekonomi dan keunggulan kompetitif tersebut dapat berkelanjutan dalam arti tetap demikian pada kisaran penurunan produktivitas, harga jagung dunia dan kurs dollar AS yang mungkin terjadi secara empiris. Oleh karena itu, usahatani jagung hibrida layak mendapatkan fasilitas dan dukungan pengembangan dari pemerintah.

Distorsi Pasar

    Perbedaan nilai inbut-output fmansial dan sosial merupakan petunjuk dari distorsi pasar yang ditimbulkan oleh kebijakan pemerintah atau ketidaksempurnaan pasar. Distorsi pasar temyata menguntungkan petani jagung yang memperoleh subsidi netto berkisar 121.000 rupiah hingga 208.000 ribu rupiah per ha usahatani jagung. Adapun sumber utama transfer tersebut ialah penerimaan dimana harga jual jagung yang diterima petani sekitar 5 persen lebih tinggi dari harga sosialnya. Proteksi harga yang relatif kecil ini terutama berasal dari pengenaan pajak impor dan atau biaya restitusinya. Pabrik pakan memperoleh fasilitas restitusi (pengembalian) pajak impor jagung.

     Di sisi lain petani jagung ternyata menanggung ongkos produksi yang lebih tinggi dari nilai sosialnya. Transfer negatif melalui ongkos produksi berkisar 46.000 rupiah per ha hingga 77.000 rupiah per ha. Transfer negatif ini terutama berasal dari pembayaran biaya pupuk. Harga pupuk TSP/SP-36, KCI dan ZA yang dibayar petani jagung lebih tinggi dari harga sosialnya dengan tingkat proteksi nominal negatif berturut-turut 17,28 persen dan 16 persen.

    Harga pupuk yang lebih tinggi ini jelas tidak kondusif bagi upaya pengembangan usahatani jagung. Namun demikian, secara keseluruhan petani jagung masih menikmati proteksi efektif sekitar 4 persen. Tingkat proteksi sebesar ini jelas sangat kecil dan boloh disebut tidak signifikan. Secara umum petani jagung tidak momporolch dukungan harga yang cukup berarti dari pemerintah.

Kesimpulan

    Usahatani jagung hibrida memiliki daya saing yang cukup tinggi dan berkelanjutan secara fmansial maupun secara sosial, usahatani jagung tetap menguntungkan pada kisaran realistik penurunan produktivitas, harga dunia dan kurs dolar AS. Usahatani jagung memiliki keunggulan komparatif yang merupakan potensi keunggulan kompetitif. Secara umum dapatlah disimpulkan bahwa usahatani jagung hibrida memiliki keungulan komparatif dan kompetitif, efisien dan tangguh menghadapi gejolak harga, nilai tukar rupiah maupun resiko produksi.

    Oleh karena itu usahatani jagung hibrida layak memperoleh fasilitas pengembangan dari pemerintah. Pada saat ini petani jagung memperoleh dukungan harga yang sangat kecil dari pemerintah. Bahkan petani menanggung beban disproteksi melalui harga pupuk yang lebih tinggi. Penghapusan disproteksi melalui harga pupuk merupakan agenda kebijakan yang perlu segera dilaksanakan dalam rangka mendorong perkembangan usahatani jagung. Kiranya perlu dicatat pula bahwa disproteksi pupuk berdampak negatif tidak hanya terhadap usahatani jagung tetapi juga usahatani lainnya. *

komentar

You must be logged in to post a comment.

plaza kemitraan

  JUDUL TERSEBUT DI atas sangat menarik disimak. Bahwa para petani punya utang atau hutang sudah jamak diketahui. Tetapi, misalnya mengapa Dewan Perwakilan Rakyat Republik

Pengantar Redaksi: KONON SAAT INI di Indonesia tidak ada daerah atau desa yang menerapkan pertanian hamparan luas dengan pola pengolahan tanah hingga pemasaran. Satu-satunya yang