Zona Merah Rawan Pangan Jadi Trigger Sanggau Terhenyak
Saturday, 11th June, 2016 | 751 Views

BUKAN frasa atau ungkapan—orang sakit termasuk lumpuh—sekonyong-konyong bisa bangkit dan berlari karena dikejar harimau. Pun orang sakit akan bergegas tiba-tiba menyelamatkan diri karena ada kebakaran di sekitarnya. Dan….mereka sembuh! Boleh jadi memang hal semacam itu merupakan a miracle moment (keajaiban) atau the amazing grace (anugerah mengherankan), tetapi bisa juga kebetulan. Tetapi, apapun itu karena predikat zona merah (bahaya) rawan pangan para stake holders di Kabupaten Sanggau Kalimantan Barat (Kalbar) terlecut. Terhenyak untuk bangkit. Dan …Kabupaten Sanggau sembuh! Ah, indah sekali.

Kepala Dinas Pertanian, Perikanan dan Peternakan Kabupaten Sanggau Ir John Hendri, MSi berujar bahwa pada 2014 pembangunan Kabupaten Sanggau diprioritaskan karena masuk kategori zona merah. Soalnya, produksi padi semakin mesorot terutama pada rentang tahun 2013-2014. Semua pihak di kabupaten itu merasa malu tak terkecuali penduduk di 163 desa karena masuk zona rawan pangan itu.

“Begitu mendapat cap rawan pangan, kami terpanggil dan mulai melakukan gerakan perubahan dengan melibatkan berbagai unsur tidak hanya dari sisi pemerintah daerah, tetapi semua pihak, seperti tentara, penyuluh dan pengurus kelompok tani beserta petani,” kata Hendri kepada Media Pertanian online www.sembadapangan.com di Pontianak, Kalbar, baru-baru ini.

Ditambahkan pula bahwa pada awal 2015 gerakan perubahan mulai digalakkan dengan slogan yang dapat memacu semangat dan dinamai PHYO atau Pangan berHasil Yes Okey dan betul-betul muncul semangat bari untuk berubah. Faktanya pada akhir 2015 pihak Badan Pusat Statistik mengumumkan produktivitas pada Kabupaten Sanggau telah meningkat 20 persen. Bahkan untuk Kabupaten Sanggau produksi panen padi itu telah surplus diukur dari jumlah konsumsi masyarakat.

“Nah, di tahun yang sama kami mendapatkan penghargaan dari Kementerian Pertanian bahwa kami bisa swasembada beras, padahal semula kami hanya memprioritaskan hasil produksi hanya 5 persen. Namun, berkat kerja keras dari segala unsur dalam jangka waktu satu tahun kami bisa surplus beras dengan memakai inovasi teknologi penanaman AZTON  atau hasil berton-ton,” demikian Hendri.

Disebutkan bahwa  pola ini memakai sistem penanaman yang untuk tiap rumpunnya 20 sampai 30 batang benih. Hasilnya pun luar biasa karena bisa mendapat panen 12 gabah kering panen atau GKP per hektare (ha). Inovasi itu adalah kreasi lokal yang ilmunya belum dibagi keluar dari daerah Sanggau.

Model Nasional

Kini luas tanam padi di Kabupaten Sanggu sudah mencapai 61.000 ha dari sebelumnya 54.000 ha. Kebutuhan pangan dari beras untuk Kabupaten Sanggau surplus hingga 21 hari ke depannya. Selain itu juga dilakukan pembangunan irigasi yang dananya dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD). Irigasi tersebut dipadukan dengan inovasi AZTON.

Hendri menambahkan bahwa untuk 1 ha biasanya dibutuhkan 25 kilogram (kg) benih, tetapi dengan inovasi baru hanya dibutuhkan 100 kg untuk satu hektare. Atas temuan inovasi ini Kabupaten Sanggau bisa panen padi antara 14 ton hingga 15 ton per ha. Dalam kondisi begitu pihaknya berjuang menyukseskan program setiap kapita atau jiwa turun ke sawah mengurus padi sawah.

Diungkapkan pula bahwa pada lokasi yang dibangun sekarang terdapat seluas 3.000 ha sebagai percontohan dengan sarana irigasinya. Selanjutnya melalui penggabungan sistem AZTON ternyata hasilnya sangat luar biasa dan sangat memuaskan. Fakta produktivitas yang tinggi itu dilaporkan ke Badan Pusat Statistik (BPS) dan akhirnya dijadikan sebagai pencontohan nasional untuk program swasembada pangan.

Adakah kendala yang mengganjal program tersebut? Sebagaimana disampaikan oleh Bupati Sanggau Puolus Hadi, John Hendri menuturkan bahwa hal itu ada, tetapi tidak menjadi persoalan karena masyarakat ingin berubah. Memang di tengah masyarakat sudah  termeterai bahwa menanam padi hanya sekali setahun. Namun, bisa dua kali dan itulah yang dilakukan dan disepakati. Masyarakat suku Dayak di Kabupaten Sanggau mau berubah dari kekolotan. Kendati mereka tidak pernah kelaparan, kenyataanya masuk zona rawan pangan karena produksi pangan tidak sesuai dengan konsumsi masyarakat. *

komentar

You must be logged in to post a comment.

plaza kemitraan

  JUDUL TERSEBUT DI atas sangat menarik disimak. Bahwa para petani punya utang atau hutang sudah jamak diketahui. Tetapi, misalnya mengapa Dewan Perwakilan Rakyat Republik

Pengantar Redaksi: KONON SAAT INI di Indonesia tidak ada daerah atau desa yang menerapkan pertanian hamparan luas dengan pola pengolahan tanah hingga pemasaran. Satu-satunya yang