“Unggas dan Jagung : Bak Berpacu Dalam Melodi”
Friday, 31st May, 2019 | 1011 Views
|
Oleh Drh Chairul Arifin
Drh Chairul A.

Drh Chairul A.

BOLEH JADI PEMERINTAH kolonial Portugis pada Abad Ke-16 yang membawa tanaman jagung ke bumi Nusantara ini tidak pernah menyangka bahwa peruntukannya telah berubah dari makanan untuk manusia menjadi untuk makanan ternak khususnya unggas.

     Keterkejutannya juga dialami oleh sebagian masyarakat Indonesia melihat perkembangan populasi unggas terutama ayam ras. Pada tahun enam puluhan (1960-an) sama sekali tidak dikenal spesies ayam ras dalam buku ststistik mana pun di Indonesia. Barulah tahun 1970 tercatat dalam buku Statistik Peternakan Indonesia berjumlah 32.000 ekor. Ayam ras pertama kali diintroduksi oleh Bob Sadino dengan merek dagangan Kemchick-nya dan sesudahnya Pemerintah Indonesia memulai budidayanya melalui program Bimas Ayam 1980-an sampai  1990-an.

        Hasilnya adalah populasi ayam ras meningkat sangat tajam. Dari 32.000 ekor di tahun 1970 menjadi dua miliar ekor saat ini, sehingga peningkatannya dicatat sebesar 62.500 kali lipat. Kemudian makin berkembang pesat melalui pertumbuhan industri pendukungnya, seperti industri pakan, obat, sarana prasarana dan teknologi. Kebanyakan dari hal itu adalah impor.

          Ayam bukan ras (buras) yang telah berjasa selama  ini menjadi sumberdaya lokal mulai dilupakan. Terlihat dari populasi ayam buras yang stagnan di kisaran 200 juta ekor hingga 300 juta ekor setiap tahunnya. Mungkin kita masih ingat dengan almarhum Bapak Pramu (almarhum) atau Bapak Ali Abubakar (almarhum) yang gencar menyuarakan peternakan ayam ras rakyat pada jamannya. Kini suaranya semakin senyap dan bahkan sudah hilang ditelan waktu.

        Kondisi ini menyebabkan revolusi diet pangan hewani bangsa kita terjadi yang semula berbasiskan red meat atau daging merah ke white meat  (daging putih) dari sekitar 65 persen daging ruminansia dan 15 persen unggas ayam buras dan itik pada 1960-1970-an menjadi 60 persen daging ayam ras dan hanya 15 persen daging sapi dan kerbau saat ini. Data ini bukan berarti secara absolut produksi daging sapi turun melainkan tetap naik. Namun, masih sangat tertinggal jauh dengan ayam ras yang dari segi harga dan aksesibilitasnya jauh lebih mudah dan murah.

Tetap (Kemelut) Kesulitan Jagung

     Orang menjadi tidak sadar bahwa lebih dari 50 persen komponen  pakan ayam ras itu adalah jagung yang merupakan sumber utama enersi ayam untuk hidup.  Dengan demikian, bisa dibayangkan bahwa seekor ayam broiler perlu sebanyak 2,26 kilogram (kg) jagung dan ayam petelur sebanyak 2,5 kg masing-masing untuk 1 kg telur. Belum lagi ternak babi membutuhkan sebanyak 6,5 kg untuk jangka waktu tertentu.

           Walhasil kalau dihitung kebutuhaan jagung utk ayam ras saja saat ini mencapai lebih dari 7,7 juta ton per tahun (peternakan besar dan perusahaan) dan sebanyak 2,52 juta ton per tahun untuk peternak mandiri. Dan untuk industri pangan dibutuhkan sebanyak 4,76 juta ton per tahun dan keperluan untuk benihnya mencapai 120.000 ton per tahun.

      Kendatipun Kementerian Pertanian mengatakan bahwa produksi jagung saat ini akan berjumlah 30 juta ton per tahun yang berarti surplus 15 juta ton, tetapi industri perunggasan tetap beralasan adanya kelangkaan jagung di pasaran. Dampaknya pabrik-pabrik pakan ternak dan peternak mandiri sulit memperoleh jagung.

    Ternyata memang masalahnya tidak sesederhana yang dikemukan oleh pihak industri perunggasan. Sebab, dari 93 pabrik pakan dan sentra peternakan unggas yang ada saat ini ternyata berbeda lokasinya. Sentra peternakan unggas lebih banyak mendekati daerah konsumen, sedangkan sentra jagung jauh di daerah pedesaan, yaitu sebagai daerah produsen pangan nabati.

          Belum lagi varietas jagung yang mungkin ditanam oleh petani, yaitu lokal, komposit dan hibrida. Impor jagung untuk pakan yang dilakukan adalah jagung jenis transgenik yang mungkin tidak tersedia di Indonesia. Itulah kemelut unggas dan jagung kini yang ibaratnya waktu zaman 1970-an ada acara di stasiun televisi pemerintah atau TVRI asuhan Ani Sumadi raja kuis dengan presenter kondangnya Koes Hendratmo, yaitu Berpacu Dalam Melody  yang terkenal, namun kini telah sirna ditelan perkembangan zaman. Ayam berpacu lagi dengan jagung atau pertumbuhan (produktivitas) jagung berpacu tumbuh dengan pertumbuhan ayam. Kemelut….berkepanjangan…!

*(Pensiunan Ditjen Peternakan, Departemen Pertanian), kini konsultan peternakan

komentar

You must be logged in to post a comment.

plaza kemitraan

  JUDUL TERSEBUT DI atas sangat menarik disimak. Bahwa para petani punya utang atau hutang sudah jamak diketahui. Tetapi, misalnya mengapa Dewan Perwakilan Rakyat Republik

Pengantar Redaksi: KONON SAAT INI di Indonesia tidak ada daerah atau desa yang menerapkan pertanian hamparan luas dengan pola pengolahan tanah hingga pemasaran. Satu-satunya yang