Ubi Akan Menjadi Andalan Untuk Pangan
Saturday, 14th May, 2016 | 899 Views

KENDATI hingga akhir tahun lalu bahkan sampai kuartal pertama 2016 primadona sumber pangan dari padi, jagung dan kedelai (pajale) menjadi andalan pemerintah untuk memenuhi pangan, mulai tahun ini juga ubi kayu dan ubi jalar akan naik pamor. Ubi menjadi energi bahan bakar sekaligus energi pangan dan masuk dalam program nasional mendampingi pajale dengan singkatan PJKU atau padi, jagung, kedelai dan ubi.

Para petani ubi kayu di seluruh Indonesia akan dibina secara intensif agar mampu menciptakan produk dari ubi kayu dan ubi jalar yang berkelas dengan mutu baik. Dalam kaitan itu diharapkan tahun depan anggaran untuk ubi bisa mendapat porsi besar dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) setingkat untuk pajale itu. Hal ini tentu saja beralasan karena Direktorat Jenderal Tanaman Pangan, Kementerian Pertanian akan menggemakan lagi diversifikasi pangan—selain padi beras—dari ubi yang potensinya sangat besar mendukung ketahanan pangan sekaligus Program Pemerintah pada Swassembada Pangan.

Hal itu disampaikan oleh Ir Kusyanto,MSi Kepala Bidang (Kabid) Ubi-ubian, Direktorat Aneka Kacang dan Ubi-ubian, Direktorat Jenderal Tanaman Pangan, Kementerian Pertanian kepada Media Pertanian online www.sembadapangan.com dan Majalah Lumbung Pangan, di kantornya belum lama berselang.

“Saat ini kami juga tertolong melalui isu dari Dewan Energi Nasional atau DEN terkait ubi kayu sebagai energi terbarukan. Terus teranglah pada 5 tahun yang lalu fasilitasi pemerintah untuk ubi ini sangat kecil sekali. Kami juga terus-menerus berupaya keras menyakinkan bapak sekjen dan bapak menteri  agar pendanaan untuk ubi ini proporsional. Memang, kami tidak menuntut besar, tetapi kami berharap ada perhatian khusus karena  tujuh komoditas pangan selalu dipantau Badan Pusat Statistik atau BPS, di mana ubi serta kacang-kacangan termasuk dalam tujuh komoditas itu,” demikian keterangan Kusyanto.

Perhatian Baru Mulai Muncul

Menurut Kusyanto, pada 2016 tahun ini untuk komoditas ubi (kayu) mendapat bantuan dari APBN untuk tanam seluas 25.000 hektare (ha) dan diserahkan kepada petani. Semua tersebar di  sembilan provinsi dan 54 kabupaten. Untuk budidaya ubi kayu sangat berbeda sifatnya dengan komoditas lain, semisal padi, jagung dan kedelai.

Perbedaan tersebut menurut Kusyanto adalah bahwa setelah ditanam, baru terlihat hasil atau produksinya setahun kemudian. Secara secara umum puncak pertanaman ubi kayu ini adalah pada September dan Oktober  atau saat musim penghujan tiba dan dipanen pada Juni. Dan di daerah bantuan tersebut di atas seluas 100 ha  siap panen.

Disebutkan bahwa rata-rata nasional produktivitas ubi kayu mencapai  23 ton per ha. Namun, angka ini tergantung pada pemeliharaannya, sehingga sangat dibutuhkan bantuan dari pemerintah berupa pupuk organik. Dengan pemberian pupuk organik itu tanah atau lahan yang akan ditanami struktur kesuburannya dapat diperbaiki, sehingga perlengketan pada tanah bisa dikurangi. Artinya, pupuk itu berguna membuat tanah lebih empuk atau poreus, di mana di saat ubi mulai terisi tidak tertekan oleh tanah yang padat atau tanah yang liat.

“Para petani mulai tahun ini telah diberi bantuan pupuk organik sebanyak 7,5 ton per ha. Lahan tanam yang di Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat dan akan panen pada Juni mendatang adalah bantuan dari pemerintah pada 2015,” Kusyanto menambahkan.

Benih Bersertifikat

Saat ini Indonesia memiliki beberapa varietas unggul dengan beberapa nama antara lain Adira, Malang, Darul Hidayah dan Uje. untuk masing-masing daerah berbeda bibit ubi kayu yang ditanam. Misalnya, di Kabupaten Pati, Jawa Tengah, hampir semua petani menanam Uje-5 karena rendamennya diketahui tinggi mencapai 25 persen bahkan sampai 30 persen, sehingga sangat baik untuk pembuatan tapioka.

Dengan perlakuan khusus, di Kabupaten Pati itu saat dipanen bibit Uje-5 bisa menghasilkan antara 50 ton per ha hingga 60 ton ha. Setiap empat kilogram (kg) ubi menghasilkan 1 kg pati/tepung tapioka. Produksi semacam itu adalah untuk produksi dengan rendamen 25 persen hingga 30 persen. Varietas Darul Hidayah yang ditanam di Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB) menghasilkan ubi hingga 100 ton per ha.

Menurut Kusyanto, subsidi yang diberikan pemerintah pada 2015 hanya membantu ekstensifikasi daerah-daerah yang sering atau biasa menanam ubi kayu dengan maksud meningkatkan produktivitas. Selain itu juga benih sebanyak 20 persen dari rekomendasi Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian atau 10.000 stek per ha dan 2.000 batang yang bersertifikat. Melalui bantuan benih bersertifikat itu diharapkan menjadi cikal bakal pengembangan berikutnya. Saat ini benih sangat kurang terutama yang bersertifikat. Tanpa sertifikat, benih ubi itu tidak pernah dilirik orang. Inilah tantangan pada budidaya ubi kayu saat ini. *

komentar

You must be logged in to post a comment.

plaza kemitraan

  JUDUL TERSEBUT DI atas sangat menarik disimak. Bahwa para petani punya utang atau hutang sudah jamak diketahui. Tetapi, misalnya mengapa Dewan Perwakilan Rakyat Republik

Pengantar Redaksi: KONON SAAT INI di Indonesia tidak ada daerah atau desa yang menerapkan pertanian hamparan luas dengan pola pengolahan tanah hingga pemasaran. Satu-satunya yang