Teknologi Tumbuhkan Usaha Baru Bagi Petani
Tuesday, 2nd August, 2016 | 737 Views

SEBANYAK 50 persen usaha kecil menengah tumbuhnya di luar Pulau Jawa. Untuk meningkatkan pertumbuhan usaha baru dan industri bagi petani berada di tangan gubernur dan bupati sesuai yang tertuang dalam Musyawarah Perencanaan Pembangunan atau Musrembang. Dalam kaitan penguatan pangan, maka para petani di pedesaan harus mengenal teknologi inovatif yang bisa menghasilkan berbagai produk makanan.

Indonesia, menurut  Direktur Industri Kecil Makanan Pangan, Direktorat Jenderal Industri Kecil Makanan, Kementerian Perindustrian Dr Ir Sudarto, MM, sudah sejak lama berkeinginan mengelola industri ini dengan teknologi inovatif. Misalnya, di Maluku produk olahan sagu tidak sampai 10 persen ada di pertokoan masyarakat. Kalau keadaannya seperti itu tentu sumber daya alam yang ada di sana yang akan digali memerlukan pemikiran yang luar biasa agar bisa dijadikan produk secana nasional.

Kita coba lihat saat ini sebagai contoh, kata Sudarto menambahkan, di Surabaya ada produk kopi tertentu sementara kopi dari Sumatera dan dari Toraja yang jauh lebih enak, tetapi tidak begitu dikenal karena kemasannya tidak menarik. Produk makanan olahan lain juga seperti itu. Dan di Sumatera kopi yang berasal dari daerah itu tidak terkenal secara merata.

“Oleh sebab itu semua potensi daerah itu harus dikaitkan dengan motivasi pejabatnya kemudian para petani untuk memanfaatkan teknologi agar tercipta sumber usaha baru,” demikian Sudarto.

Sudarto merangsang pikiran dengan menyajikan contok klasik yang dialami petani Indonesia, semisal petani singkong yang memiliki luas tanah setengah hektare, di mana setiap kali panen yang dipikirkan adalah langsung menjual. Seandainya mereka berpikir kalau panen nanti akan membuat tepung singkong, maka petani singkong akan berpikir alat untuk membuat tepung itu dari mana, cara pengolahannya seperti apa dan kualitasnya seperti apa.

Selanjutnya petani baru akan dijual dalam dua atau tiga bulan lagi. Setelah itu kemasannya seperti apa dan dijual ke mana? Dijual kepada kepada tetanggakah, ke pasar atau ke took? Lalu untuk melakukan itu semua modal dari mana?

“Nah, semua ini merupakan mekanisme perubahan cara berfikir para petani dan sangat perlu pendampingan. Oleh sebab itu dalam pembuatan suatu produk itu nanti diperlukan peran antarlembaga untuk menumbuhkan calon usaha baru dan calon pengusaha baru. Untuk mendorong perubahan dan meningkatkan kemampuan mengolah produk dibutuhkan perhatian khusus dan teknologi. Budaya semua daerah tidak bisa disamaratakan,” ungkap Sudarto.

Dia menambahkan bahwa di pedesaan sedang ditingkatkan produk olahan buatan sendiri sebagai sebuah industri. Artinya, masyarakat desa atau petani sekarang ini yang menjadi penggerak produk lokal yang sehat untuk dikonsumsi semua pihak dari kanak hingga dewasa. Produk dalam negeri perlu didukung oleh pemerintah karena hampir semua produk olahan di supermarket adalah berasala dari luar negeri dan pengusaha besar. Produk dan olahan petani tidak terlihat.

Dikatakan pula bahwa kedaulatan pangan ada apabila setiap daerah mampu menampilkan produk pangan yang berkelanjutan, pasar daerah harus mampu menerobos pasar luar luar negeri terutama berkaitan dengan pasar besar masyarakat Ekonomi ASEAN. Untuk itulah perlu ditekankan tentang keamanan pangan dengan mutu yang sudah terjamin.

Target Pemasaran

Menurut Sudarto, target industri adalah pemasaran yang bisa diterima konsumen. Saat ini pihak Kementerian Perindustrian sedang mencoba membangun konsep menumbuhkan  usaha kecil dan menengah (UKM) dan Wirausaha Baru berbasis inovasi teknologi menuju desa sentra industri mandiri. Artinya, inovasi teknologi itu dibawa ke pedesaan dan tentu sudah teruji kelayakan ekonominya. Seandainya teknologi yang inovatif itu dibawa kepada masyarakat pedesaan diharapkan sudah bisa beradaptasi, sehingga transfer teknologi itu lancar.

Konsep tersebut sudah diimplementasikan dengan melaksanakan program seribu desa bambu di Provinsi Nusa Tenggara Timur.  Bambu itu akan diolah menjadi bahan baku furnitur. Di satu desa di Jawa Tengah juga dikembangkan usaha petani untuk menghasilkan tepung makanan manusia yang berasal dari buah mangrove. Itu nantinya akan menuju Desa Industri Mandiri dan dipadukan dengan budaya kerja masyarakat setempat.

“Teknologi, manajemen serta perpaduan budaya masyarakat setempat harus terjadi agar bisa menumbuhkan industri pangan dan harus menggali sumber daya  pangan setempat yang telah disepakati semua pihak dengan melibatkan sumber daya manusia setempat,” demikian Sudarto. *sembada

komentar

You must be logged in to post a comment.

plaza kemitraan

  JUDUL TERSEBUT DI atas sangat menarik disimak. Bahwa para petani punya utang atau hutang sudah jamak diketahui. Tetapi, misalnya mengapa Dewan Perwakilan Rakyat Republik

Pengantar Redaksi: KONON SAAT INI di Indonesia tidak ada daerah atau desa yang menerapkan pertanian hamparan luas dengan pola pengolahan tanah hingga pemasaran. Satu-satunya yang