Subsidi Alsintan dan Pupuk Untuk Menyubsidi Harga Saja
Friday, 24th June, 2016 | 777 Views

Pengantar Redaksi:

IKHWAL kedelai yang menjadi Program Pemerintah Untuk Swasembada Pangan 2017—tiga tahun dari 2015—dengan Upaya Khusus Padi, Jagung dan Kedelai (Upsus Pajale) ternyata masih menghadapi kendala di kalangan petani. Secara umum pemerintah daerah (Pemda) mendukung Program Upsus Pajale, tetapi ada juga yang wait and see sekadar menyenangkan Pemerintah Pusat yang memberi bantuan dari dana APBN dan diserahkan kepada petani begitu saja. Namun, ada juga Pemda yang ngotot atau berupaya keras menyukseskan program itu, tetapi pasrah sepasrahnya para petani setelah panen harga kedelai murah. Para petani di Pulau Jawa dan Pulau Sumatera appeal atau imbau Pemerintah Pusat agar yang disubsidi itu adalah HARGA. Bukan pupuk bukan alat mesin pertanian (alsintan). Soal kedelai itu berikut paparan Kepala Dinas Pertanian Provinsi Bengkulu Ir Evarini,MM kepada Media Pertanian online www.sembadapangan.com di ruang kerjanya, belum lama ini.

Apa yang ditangkap atau dicatat pemerintah soal kedelai yang menjadi program khusus untuk swasembada pangan pada 2017 nanti di daerah ini?

Kami baru memahami bahwa kedelai atau Glycine max adalah tanaman manja. Ya, manja seperti manusia atau anak tertentu dalam keluarga. Hampir seluruh kondisi vegetatif (hidupnya) manja, mulai dari saat benih, budidaya hingga panen. Entah kenapa bisa demikian itu.

Contohnya, apa dan bagaimana?

Tanaman kedelai itu harus mendapat perawatan khusus mulai dari tahap penanaman sampai panen. Ia ringkih terhadap berbagai organisme pengganggu tanaman atau hama. Jadi, budidaya kedelai itu harus dikawal terus agar baik hasilnya. Karena kalau tanamn pada Februari-Maret hama merajalela. Akibatnya, minat petani menurun terutama pada 2016 ini. Selain karena soal harga jual yang rendah, juga karena hama itu.

Pola tanam apakah tidak bisa disesuaikan? Misal, seperti di Pulau Jawa, padi-padi kedelai atau padi-jagung kedelai untuk memutus rantai serangan hama?

Hal itu belum bisa diterapkan. Selain karena kebiasaan petani belum melakukan secara selang-seling seperti itu, juga karena lahan petani beragam dan luas. Pilihan komoditi yang akan ditanam banyak. Para petani bisa berpindah ke tanaman lain, seperti jagung atau sayur-mayur yang lebih menguntungkan bagi mereka saat dijual ke pasar. Misalnya, temun, melon atau cabe. Ini yang terjadi.

Konon budidaya kedelai pernah menggembirakan di Provinsi Bengkulu ini. Bagaimana ceritanya?

Ada beberapa kabupaten sebagai sentra tanaman kedelai di Provinsi Bengkulu. Beberapa tahun lalu kedelai kita ini sempat berkembang dengan sangat bagus. Produksi kedelai di sini pada 2015 naik 43 persen di atas lahan satu hamparan seluas 125 ha. Pada 2002 panen kedelai juga bagus di sini karena pada waktu itu subsidi pemerintah lengkap, tetapi pada 2016 malah menurun karena minat masyarakat menurun.

Untuk tanam 2016 ini Provinsi Bengkulu mendapat alokasi 10.000 ha, yaitu 5.500 ha ekstensifikasi dan 4.500 ha perluasan areal tanam atau PAT. Namin, kami hanya mampu merealisasikan seluas 650 ha karena tidak ada bantuan pupuk organik dan sarana produksi, kecuali untuk benih. Jadi, semua pihak harus memaklumi kondisi kami di daerah yang serba terbatas untuk pengadaan.

Kendala yang terjadi apakah hanya itu?

Memang tidak. Masih banyak. Namun, terkendala harga, sehingga para petani kita merasa jenuh. Menurut mereka harga kedelai sangat rendah di kisaran 6.000 rupiah per kilogram (kg). Kalau dari analisa usaha tani memang mereka belum mendapat untung.

Kalau 1 ha ditanami 50 kg benih seharga 17.000 rupiah per kg atau 850.000 rupiah untuk benih saja, maka dengan produksi panen 1,1 ton per ha seharga 6.000 rupiah per kg hasilnya hanya 7.200.000 rupiah. Kalau dikurangi 850.000 rupiah untuk benih, dan pestisida serta pupuk selama selama tiga bulan yang mencapai sekitar 50 persen dari biaya produksi dan upah panen serta transportasi petani hampir tidak dapat apa-apa. Kalau dibawa ke pasar akan lebih murah lagi.

Apalagi sekarang ini bantuan untuk kedelai dikurangi. Sebelumnya para petani mendapatkan benih, pupuk, pestisida dan alat olahan pertanian, namun sekarang mereka hanya memperoleh benih. Dengan kondisi seperti itu saja sudah sangat menurunkan minat petani untuk bercocok tanam kedelai. Seandainya bantuan seperti dahulu bisa dipenuhi ditambah bantuan alat pengolahan untuk turunan dari kedelai ini bisa diwujudkan oleh pemerintah pusat, kami yakin di beberapa kabupaten bisa ditingkatkan lagi penanaman kedelai ini. Misalnya di Rejang Lebong, Kepahiang, Soluma dan lainnya.

Kalau demikian, bagaimana mengenai kesiapan para penyuluh saat ini?

Memang kami juga butuh sosialisasi dengan kelompok-kelompok tani serta pembinaan kepada mereka. Untuk Bengulu, kami sangat kesusahan mendapat tenaga sumber daya manusia atau SDM sektor pertanian. Para penyuluh di sini di bawah naungan Badan Koordinasi Penyuluhan Provinsi (Bakorlu) dan mereka termasuk melayani pertaniaan, perikanan dan perkebunan. Kalau penyuluh kurang di desa, kami tidak bisa berbuat banyak karena berada di instantsi lain atau bukan langsung di Dinas Pertanian. Koordinasi sering tidak sambung-menyambung.

Bagaimana gubernur melihat kondisi yang lemah ini? Apakah ada respons?

Ya, kami sangat senang dengan gubernur yang sekarang. Beliau sangat cerdas dan ingin fokus pada bidang pertaniaan. Sebab, sebanyak 60 persen masyarakat Provinsi Bengkulu hidup dari bertani. Dalam kaitan itulah kami berharap agar penyuluh bisa kami mintakan pertanggungjawaban dari laporan pekerjaannya. Namun, ada ganjalan untuk hal itu yang diatur dalam UU 23/2014 yang menyebutkan penyuluh tidak dibina oleh Dinas Pertanian lagi. Semoga pada 2017 mendatang terwujud keberadaan penyuluh dan ketahanan pangan di lingkungan Dinas Pertanian.

Untuk kedelai, apakah ada tindakan yang lebih terarah saat ini atau tahun depan?

Sesuai perintah gubernur, kami sedang melakukan koordinasi agar egoisme sektoral tidak dimunculkan. Koordinasi untuk meningkatkan pendapatan petani ini masih lemah sekali.Semua pihak harus satu bahasa untuk mendorong petani menanam kedelai, seperti tahun-tahun yang lalu. Perlu rangsangan tersendiri atau insentif, seperti empat unsur yang disediakan pemerintah, yaitu benih, pupuk, pestisida dan alat pertanian. Kami memerlukan ada alat dan mesin di sini sebagai pilot project untuk pengolahan hasil tani, sehingga mempunyai nilai tambah karena ada turunan berupa tepung, jus, maupun untuk pakan ternak. Ini sesuai visi gubernur untuk hilirisasi semua hasil pertanian. Kalau di hulu ada budidaya kedelai di hilirnya ada pengolahan yang kuat, sehingga petani tertarik menanam. Kami imbau Pemerintah Pusat agar subsidi pupuk, benih dan pestisida itu diubah menjadi subsidi harga. Ini pasti menarik perhatian petani. Harga itu diatur pemerintah termasuk kedelai impor.*

komentar

You must be logged in to post a comment.

plaza kemitraan

  JUDUL TERSEBUT DI atas sangat menarik disimak. Bahwa para petani punya utang atau hutang sudah jamak diketahui. Tetapi, misalnya mengapa Dewan Perwakilan Rakyat Republik

Pengantar Redaksi: KONON SAAT INI di Indonesia tidak ada daerah atau desa yang menerapkan pertanian hamparan luas dengan pola pengolahan tanah hingga pemasaran. Satu-satunya yang