Prof Dr Ir Sudaryono: Jangan Dihantui Rawan Pangan, Ubi Kayu Selamatkan Pangan Nasional
Thursday, 13th October, 2016 | 751 Views

Pengantar Redaksi:

Bermula dari info bahwa di Indonesia kini sudah ada hasil ubi kayu (Manihot utilissima) atau lazim disebut dengan singkong seberat 80 kilogram (kg) per pohon atau per tanaman. Bahkan konon ada yang mencapai 100 kg per pohon. Kebetulan Redaksi Media Pertanian online www.sembadapangan.com berkesempatan bertemu dengan petani di Kabupaten Wonosobo, Jawa Tengah yang menunjukkan ubi kayu seberat 50 kg per batang. Berbekal informasi itu Redaksi mengutus wartawan Sdr Fitria Rorita dan Henry Supardi ke Balai Penelitian Aneka Kacang dan Umbi (Balitkabi) di Malang, Jawa Timur. Di sana bertemu dengan peneliti dan pemulia ubi kayu, yaitu Prof Dr Ir Sudaryono, Dr Ir Solihin, Dr Ir Kartika Noerwijati,MSi, Rahmi Yulifianti,STP dan Joko Restujuono,SP. Pikiran dan pengalaman mereka dipublikasikan masing-masing tersendiri untuk bisa dipahami pembaca secara luas dan mendalam. Pada kesempatan ini Profesor Sudaryono bertutur. Selamat menyimak.

Ubi kayu, kenapa masih disisihkan atau ditinggalkan? Kenapa para peneliti yang hebat-hebat tidak bersuara? Kenapa kita yang punya lahan luas justru meminta atau mengimpor hasil petani dari Negara lain untuk makan? Bisa dijelaskan dengan gamblang?

Ya, dari dahulu kala ubi kayu itu identik dengan rakyat miskin. Dari sisi budaya, ada rasa malu  memakan ubi kayu. Kebetulan pemerintah Orde Baru membuat program makan nasi atau beras. Awalnya masyarakat yang memakan ubi kayu, ubi jalar dan jagung serta sagu kesulitan. Tetapi program makan beras harus jalan. Seiring waktu, masyarakat akhirnya menerima walaupun sulit mendapat beras dan harga mahal. Ya, akhirnya kita impor beras hasil petani Negara lain itu dalam jumlah sangat besar. Kita menghabiskan devisa atau uang puluhan triliun rupiah setiap tahun untuk itu mendatangkan beras Negara lain ke sini.

Tidak bisa disiasati? Misalnya makan ubi? Atau dibiasakan lidah merasakan ubi yang lebih segar dibanding nasi?

Itulah sudah terlanjur. Namun, sesungguhnya di balik status ubi yang identik dengan rakyat miskin itu ubi kayu menunjukkan peforma tanaman yang banyak kelebihan. Sebab, ubi kayu itu pada dasarnya punya nilai dan peran yang sangat besar. Belum lagi hal aneh bahwa lima tahun terakhir ini kita impor untuk tepung tapioka dari Negara lain, padahal siapa di Negara ini rakyat kita yang tidak mengenal ubi kayu?

Masyarakat kita memiliki tanah atau lahan mulai dari lahan yang marjinal yang tidak subur sampai pada lahan yang sangat subur untuk menanam ubi kayu. Ubi kayu juga dimakan oleh semua lapisan masyarakat mulai dari orang kaya dan orang miskin. Paling tidak sudah pernah mencicipi pangan dari olahan yang berbahan dasar singkong atau ubi kayu ini.

Kenapa kita terlena makan nasi dari beras? Bahkan tadi mendatangkan tapioka yang berasal dari ubi kayu secara besar-besaran dari Negara lain? Kita bodoh atau dibodohi?

Ah, kita tidak bodoh. Siapa yang membodohi? Kalau dalam kaitan dagang atau politik dagang mungkin saja. Sebab, banyak uangnya bisa dibagi-bagi.

Kalau politik dagang, berarti peran wakil rakyat atau DPR mengurangi atau menghentikan itu. Begitukah?

Bisa. Itu kalau mau. Tetapi begini, karena kita melihat eksistensi dari ubi kayu sedemikian luasnya, sehingga kita terlena bahkan lupa tidak memberi harga atau nilai pada ubi kayu. Ubi ubi kayu melimpah di lingkungan petani, sehingga dianggap sebagai barang murah dan murahan. Seharusnya kita menjaga potensi pangan nasional bersifat lokal ini agar tidak dikuras bahkan agar tidak diakui oleh Negara lain sebagai miliknya.

Kalau kita bisa menunjukkan nilai pada produk yang diunggulkan ini bisa menjadi penolong kita dari sisi nilai ekonomi. Kelebihan dari ubi kayu ini sangat banyak. Sekarang tercatat kalau panen ubi kayu kita itu dirata-rata ada pada angka sekitar 23 juta ton dalam satu tahun dengan luasan saat ini sekitar 1 juta hektare (ha). Hasil ini masih bisa ditingkatkan dengan penambahan perlakuan khusus saja. Para peneliti sudah meneriakkan ini di berbagai forum nasional. Pihak DPR yang membidangi pangan juga sudah tahu itu. Paling tidak DPR yang sebelum periode sekarang.

Bukankah ada pernyataan pemerintah untuk menggalakkan budidaya atau penenaman ubi kayu?

Betul. Namun, sampai saat ini anggaran untuk penelitian umbi-umbian, seperti ubi kayu dan ubi jalar ini sangat minim dan sangat kecil, padahal potensinya ke depan itu sangat luas. Kekuatan atau power ubi kayu itu ke depan sangat besar. Sangat tinggi, Tetapi, kita lengah memberdayakan potensi ubi kayu yang ke depan akan menjadi komoditas penolong dari segi pangan.

Penolong? Penolong pangan bagaimana, gerangan? Mungkinkah?

Ya, penolong atau penyelamat pangan secara nasional bagi semua orang. Bukan hanya mungkin. Pasti bisa. Kita bisa. Tidak perlu menghabiskan uang  puluhan atau ratusan triliun rupiah untuk impor pangan. Cukup dalam negeri. Karena ubi kayu sangat mendukung diverfisikasi pangan. Kemudian dari sisi produk yang lain  untuk industri pangan maupun untuk industri farmasi, tekstil dan yang lainnya.

Nah, bukankah mendatangkan atau impor itu menggiurkan dan menyenangkan panyak pihak karena ada komisi atau fee besar?

Ya, itu tadi. Tergantung DPR atau pemerintah. Namun, sangat disayangkan kalau kita tidak dari sekarang mulai menaruh perhatian pada ubi kayu ini. Kelak Negara kita akan mengalami kerugian besar pada sektor pangan lokal. Sebagai contoh, kita memerlukan perhatian besar pada penelitian dan pendanaan untuk penelitian tersebut agar ada pengembangan untuk jenis varietasnya yang hebat dan besar hasilnya di saat panen dan varietas itu bisa dikembangkan pada semua jenis tanah. Tetapi, dana penelitian sangat kecil, sehingga kita dikecilkan walaupun tidak mau menerima dikecilkan. Namun, orang asing atau Negara lain bisa saja mengecilkan kita karena tidak kunjung mau bergerak atau berkembang mengurus pangan nasional dengan melihat potensi Negara dan masyarakat sendiri.

Mungkin lebih enak berdagang?

Ah, itu sesusungguhnya memalukan. Memang berdagang perlu, tetapi sekiranya wakil rakyat atau DPR itu berpikir holistik bahwa masyarakat atau bangsa ini jangan dikecilkan Negara lain. Apalagi soal pangan yang sangat strategis. Kalau pangan kurang bisa terjadi konflik berkepanjangan. Urusannya perut. Urusannya hidup.

Kalau begitu sejauh mana kemampuan kita dari versi para peneliti?

Kita mampu. Indonesia sangat mampu mengatasi masalah pangan. Sumber pangan kita banyak termasuk sumber pangan spesifik seperti sagu dan umbi-umbian itu. Kita punya banyak varietas umbi yang unggul dengan produktivitas atau hasil tinggi. Ada lagi varietas baru yang akan dilepas.

Pengalaman kami beberapa waktu lalu di beberapa kabupaten terlihat bahwa ada potensi ubi katu dengan varietas gajah yang sudah resmi dilepas, petani mengakui pertumbuhan maupun potensinya sangat hebat dan luar biasa. Contoh lain, hasil tanaman petani di Desa Gunung Ronggo, Kecamatan Tajinan, Kabupaten Malang yang kita lihat bersama (wartawan menyaksikan pohon ubi kayu sembarang tanaman dicabut, Kamis-6/10/16), pada umur  7 bulan hasilnya 30 kg per pohon.

Apa artinya bagi kita?

Untuk hasil 30 kg per pohon paling tidak dengan populasi kerapatan tanaman kurang lebih 2.000 pohon per hektare dan jarak tanam 2 x 2,5 meter kita sudah bisa mengkalkulasi akan mencapai 200 ratusan ton tiap hektarenya. Ini merupakan varietaa unggul untuk menghasilkan karbohidrat. Kalau dalam satu hektare saja bisa menghasilkan 100 ton, ini sudah merupakan peluang bisnis yang bagus ke depan. Meningkatkan ekonomi karena mendorong pendapatan petani. Apalagi sekarang ini kita dihadapkan pada pengurangan lahan pertanian yang dikonversi pada lahan nonpertanian, maka ke depan memang akan masalah serius pada pasokan dan pengadaan pangan. Proses untuk mengganti lahan berjalan sangat lamban.

Jadi?

Kampanye saat ini dan ke depan adalah bahwa ubi kayu sebagai tanaman penyelamat pangan masa depan. Kita tentu tidak bisa memastikannya, kecuali ada political will atau kehendak politik pemerintah dan atau DPR untuk menggantikan padi dengan ubi kayu. Namun, sebagai peneliti harus saya katakan bahwa kekuatan ke depannya ubi kayu bisa diandalkan karena dari sisi kemampuan sebagai sumber karbohidrat tidak ada yang lawan dari segi tanaman pangan apapun. Dari sisi fungsional pun ubi kayu juga sebagai makanan yang berguna tinggi karena memiliki indeks glikemik yang rendah. Dan sangat bagus bagi penderita diabetes melitus karena gula yang dihasilkan dari ubi kayu ini prosesnya untuk menjadi gula glukosa rendah di dalam lambung.

Oh? Jadi obat kencing manis atau diabetes?

Ya, ya untuk diabetes. Ubi kayu ini kalau dikonsumsi dengan cara dikukus saja akan sangat bagus bagi kesehatan lambung. Itu akan mampu mencegah sel kanker berkembang dan kanker usus di dalam tubuh khususnya sel kanker lambung. Sudah ada percobaan sekaligus penelitian kalau mengkonsumsi ubi kayu yang dikukus setiap hari akan mematikan sel kanker dalam satu bulan. Artinya, dalam satu bulan itu dampak atau perkembangan yang positif dari ubi kayu sudah terlihat. Banyak orang yang sudah melakukan ini sebagai terapi. Malah penderita kanker usus dianjurkan setiap pagi mengkonsumsi 3 centimeter (cm) hingga 5 cm ubi kayu mentah sebagai terapi kanker mereka termasuk bagi penderita maag akut dianjurkan mengkonsumsi 3 cm hingga 5 cm ubi kayu mentah ini setiap pagi.

Ada jenis ubi kayunya?

Ya, tentu ubi kayu yang enak. Jangan yang pahit.  Dianjurkan mengkonsumsi ubi kayu yang enak agar kandungan sianida yang terkandung di dalamnya tidak mengganggu tubuh dan kesehatan. Sebab, semakin pahit rasa ubi kayu berarti kandungan sianidanya tinggi. Ubi kayu adalah pagan kita masa depan. Tanamlah Manihot utilissima (ubi kayu, singkong) seluas mungkin. Banyak bibit jenis unggul dengan hasil sangat besar. Selain dimakan langsung, olahlah jadi tapioka yang harganya lebih mahal dari beras.

Sekali lagi ubi kayu makanan kita masa depan. Jangan malu, jangan mengingat masa lalu bahwa ubi kayu itu makanan orang miskin. Itu menyesatkan. Itu tidak benar. Orang yang memakan ubi kayu umurnya panjang. Lebih lama dari orang yang tidak memakan ubi kayu. Tetapi memakannya harus setiap hari. Ya, setiap hari. *

komentar

You must be logged in to post a comment.

plaza kemitraan

  JUDUL TERSEBUT DI atas sangat menarik disimak. Bahwa para petani punya utang atau hutang sudah jamak diketahui. Tetapi, misalnya mengapa Dewan Perwakilan Rakyat Republik

Pengantar Redaksi: KONON SAAT INI di Indonesia tidak ada daerah atau desa yang menerapkan pertanian hamparan luas dengan pola pengolahan tanah hingga pemasaran. Satu-satunya yang