Problem Jagung Untuk Pakan: Mantan Birokrat Pakan Usul Perlu Klaster Sistem Logistik Jagung Berbasis Produksi dan Lokasi Pakan
Thursday, 24th October, 2019 | 1034 Views
|
Oleh Perisensi Drh Chairul Arifin

Resensi Jagung Untuk Pakan

WALAUPUN MASALAH JAGUNG untuk pakan selalu muncul pada setiap atau seusai panen dan menimbulkan kegaduhan di akhir tahun di berbagai masa media cetak dan elektronik, tampaknya akan selalu menghiasi dunia perunggasan tanah air. Paling tidak ini akan dialami oleh para peternak ayam dan para pabrikan pakan sebagai akibat harga pakan yang meningkat.

          Sebenarnya akar masalah jagung untuk pakan menurut Dr Mursyid Maksum yang mantan Direktur Pakan Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan periode 2010-2015 adalah karena miss-match antara kegiatan hulu. Ini menyangkut karakteristik produksi/budidaya jagung Indonesia dan segmen hilir, yaitu karakteristik pabrik pakan sebagai industri (halaman 57, buku Jagung untuk Pakan : oleh Dr Mursyid Maksum)

    Dari aspek budidaya dicermati tantangannya adalah bagaimana mentransformasikan pola budidaya jagung rakyat yang subsistem dengan luas lahan 0,35 hektare itu menjadi skala usaha bisnis atau usaha yang lebih efisien. Solusinya, menurut Mursyid adalah dengan bisa dengan corporate farming atau peternakan oleh industri Tetapi, tentu saja ini tidak semudah membalik telapak tangan karena mengkonsolidasikan kepemilikan lahan sempit yang tersebar tidak dalam satu hamparan, di bawah satu manajemen itu membutuhkan tantangan tersendiri dan memerlukan perubahan perilaku petani.

       Kalaupun ini tercapai pun, tantangan lainnya, yaitu sistem logistik jagung yang telah terbangun selama ini mungkin sulit untuk dirubah. Peranan pedagang intermediate yang kadang berlaku sebagai penjamin pasar bagi para petani dan ketergantungan petani pada para broker ini sudah berlangsung lama dan terbangun dengan mapan. Di aspek hilir tentu saja usaha jagung subsisten ini berhadapan dengan pabrikan yang selalu menuntut jaminan ketersedian jagung untuk operasionalisasi kontinuitas pabriknya.

    Oleh sebab itu Mursyid mengusulkan agar terjadi pengklasteran sistem logistik jagung berdasarkan produksi dan lokasi pabrik pakan. Lebih tegas lagi usul tersebut perlu ada enam kluster di Indonesia dengan konsentrasi di Medan, Lampung dan Jawa Tengah, Kalsel, Jateng Jatim NTB dan NTT dan Pulau Sulawesi dengan produksi dan pabrik pakannya lengkap dengan produksi jagung di masing-masing klusternya.

       Dengan pengklasteran ini dapat dipilih klaster mana yg menjadi prioritas setiap saat sesuai kebutuhannya berdasarkan kedekatan produksi jagung dengan pabrik pakannya. Sayangnya, Mursyid tidak menjelaskan secara rinci kaitannya dengan impor jagung yang sebenarnya lebih disukai oleh para pabrikan karena ada jaminan kepastian pengadaannya. Bahkan juga tidak disebutkan perhitungan substitusi impor jagung dari bahan lainnya. Sebab, sejatinya pemerintah selalu mengklaim bahwa jagung itu cukup tersedia di dalam negeri.

       Tetapi, sebagai buku yang banyak menjelaskan Jagung Untuk Pakan berikut Masalah dan Solusinya dari Hulu sampai Hilir telah dapat memetakan dengan baik dan dapat dijadikan acuan bagi para perumus kebijakan dan para praktisi pakan untuk perunggasan yang sekarang ayam saja berjumlah 3,9 miliar ekor. Ini suatu jumlah yang fantastis dengan kebutuhan pakan  28,06 juta ton dan jagung 14,03 juta ton. (halaman 68). Selamat kepada Dr Mursyid Maksum atas bukunya Jagung Untuk Pakan yang diterbitkan Yayasan Ahda Muslimah. *

*Drh Chairul Arifin adalah pensiunan (Pensiunan Ditjen Bina Produksi Peternakan, Departemen Pertanian)

komentar

You must be logged in to post a comment.

plaza kemitraan

  JUDUL TERSEBUT DI atas sangat menarik disimak. Bahwa para petani punya utang atau hutang sudah jamak diketahui. Tetapi, misalnya mengapa Dewan Perwakilan Rakyat Republik

Pengantar Redaksi: KONON SAAT INI di Indonesia tidak ada daerah atau desa yang menerapkan pertanian hamparan luas dengan pola pengolahan tanah hingga pemasaran. Satu-satunya yang