Peternakan Sapi Di Tengah Kebun Sawit
Sunday, 27th September, 2015 | 950 Views

 

PROFIL-Integrasi Tenak SawitSEJAK beberapa tahun yang lalu Indonesia sudah berikrar tidak mengimpor daging dan sapi untuk memenuhi kebutuhan. Tetapi, kenyataannya hingga 2015 ini daging yang dibutuhkan masih kurang persediaan di dalam negeri. Dengan alasan ketersediaan daging dalam negeri, semua perusahaan perkebunan di bawah binaan Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN) harus mengembangkan peternakan sapi di tengah perkebunan sawit.

Dalam kaitan itu Perusahaan Terbatas Pekebunan Nusantara (PT PN) VI membentuk Unit Usaha Integrasi Sawit Sapi (U2ISS) pada 2012 dan seterusnya makin mengintensifkan pemeliharaan sapi di tengah perkebunan sawit atau integrasi sawit sapi (ISS). Pemilihan U2ISS adalah terletak di Kabupaten Batanghari yang bejarak 25 kilometer (km) dari Jambi, Ibukota Provinsi Jambi dan waktu tempuh 1 jam 20 menit kendaraan angkutan umum. Semua bibit sapi berumur 12 bulan dibeli dari peternakan rakyat dan dari pembibitan yang dimonitor pihak Dinas Peternakan Jambi.

Pihak PT PN VI yang berkantor pusat di Kenali Asam, Kota Baru Jambi itu memiliki ratusan ribu hektare kebun sawit yang tersebar 12 lokasi di Provinsi Jambi dan empat lokasi di Provinsi Sumatera Barat. Adapun daya dukung kebun perusahaan itu untuk pakan ternak adalah tanaman berumur 15 hingga 23 tahun dengan bobot pelepah 13,5 kilogram (kg), tanaman sawit berumur 11-14 tahun berbobot pelepah 12 kg, tanaman sawit berumur 6-7 tahun memiliki bobot pelepah seberat 5,4 kg dan sawit berumur empat tahun memiliki pelepah seberat 2,2 kg.

Di kawasan kebun ISS itu terdapat beberapa jenis ternak ruminansia (besar pemamah biak), berupa sapi simmental, brahman cross, peranakan ongole dan sapi bali. Semua jenis disatukan dalam kandang koloni atau komunal, yaitu sapi bebas bergerak karena tidak diikat atau ditambat. Setiap kandang berukuran 6 kali 20 meter terdapat 25 ekor ternak.

Menurut Ir Zainal Prayitno, Manajer U2ISS PT PN VI, keunggulan pola kandang koloni itu adalah efisiensi tenaga kerja, di mana hanya satu orang yang mengawasi dan merawat 100-125 ekor ternak. Selain itu tidak perlu tenaga khusus mengawasi aktivitas reproduksi ternak karena ternak tersebut bebas saja dan bisa kawin-mengawin tanpa dipandu tenaga ahli.

Sistem Intensif  Dalam Kandang

Secara terpisah Drh Andro Nurachmat mengungkapkan bahwa sapi yang digemukkan maupun yang dibiakkan dilakukan dengan sistem intensif, di mana sapi semua sapi tidak digembalakan di luar kandang. Untuk itulah telah ditentukan fokus kegiatan U2ISS pada fattening (penggemukan) dan breeding atau pembiakan/pembibitan.

“Kenaikan rata-rata berat badan sapi itu adalah antara setengah kilogram hingga 1,2 kg per hari. Dan untuk meningkatkan kenaikan berat sapi per hari secara terus-menerus komposisi pakan disempurnakan bekerjasama dengan lembaga atau pusat penelitian di Jambi maupun di luar,” demikian Andro.

Hingga Maret 2015 jumlah ternak di U2ISS PT PN VI baru mencapai 1.195 ekor yang terdiri dari sapi bali 294 ekor dengan 64 pejantan, sapi peranakan ongole 378 ekor dengan pejantan 73 ekor, Simmental 6 ekor dengan pejantan 3 ekor dan Brahman cross 23 ekor semuanya pejantan. Kemudian anak sapi keseluruhan adalah 495 ekor.  Sebanyak 6 ton pelepah sawit per hari diolah untuk pakan semua pernak itu yang dicampu dengan bahan lainnya. *swa/mare

 

komentar

You must be logged in to post a comment.

plaza kemitraan

  JUDUL TERSEBUT DI atas sangat menarik disimak. Bahwa para petani punya utang atau hutang sudah jamak diketahui. Tetapi, misalnya mengapa Dewan Perwakilan Rakyat Republik

Pengantar Redaksi: KONON SAAT INI di Indonesia tidak ada daerah atau desa yang menerapkan pertanian hamparan luas dengan pola pengolahan tanah hingga pemasaran. Satu-satunya yang