Petani Rawa Lebak Tanah Laut: Tunggu Hujan Saja-Benih Siap-Dolomit Siap Juga Petani Siap
Wednesday, 13th November, 2019 | 833 Views

 

“OLEH KARENA HUJAN belum turun, hingga awal November ini kami para petani rawa lebak atau pasang surut belum bisa bertanam padi. Kami sudah menerima benih sejak pertengahan Oktober. Dolomit juga sudah siap untuk ditaburkan di tengah hamparan rawa. Kami sudah siap.”

           Pernyataan di atas disampaikan oleh Ketua Kelompok Tani (Keltan) Margo Sari Sutatman, Ketua Keltan Suka Maju Sutarto, Ketua Unit Pengelolaan Kegiatan dan Keuangan (UPKK) SERASI Desa Sukses Makmur Pursito dan Penyuluh Unit Pelaksana Teknis (UPT) Balai Penyuluh Pertanian Kecamatan Takisung Ir Mulyono. Mereka ditemui Media Pertanian online www.sembadapangan.com di Desa Sumber Makmur, Kecamatan Takesung, Kab.Tanah Laut, Provinsi Kalimantan Selatan (Kalsel). Dalam kesempatan itu para petani didampingi oleh Kepala Bidang Tanaman Pangan, Dinas Ketahanan Pangan, Hortikultura dan Perkebunan, Kabupaten Tanah Laut, Prov.Kalsel Ir Basri, Kepala Seksi Serealia, Dinas Ketahanan Pangan dan Hortikultura, Provinsi Kalsel Ir Urip Haryadi dan Staf Dinas Ketahanan Pangan dan Hortikultura, Kalsel, Urip Widodo,SP.

          Menurut Sutarto (58), saat ini ada 30 orang petani yang bergabung di kelompok dengan garapan rawa lebak seluruhnya seluas 114 hektare (ha). Namun, lahan yang sudah diolah baru seluas 60 ha karena traktor tidak mampu di medan yang masih kering kerontang. Roda mesin petanian itu sangat berat, sehingga rantainya sering patah. Selain itu rotari traktor merek Kubota untuk meluku atau membalik tanah kering kerontang itu sering patah dan harus secepatnya diganti. Baut-baut juga sering lepas bahkan patah.

        Disebutkan, anggota kelompok Suka Maju sejak tiga minggu lalu telah mendapat kiriman benih sebanyak 114 sak masing-masing 50 kilogram (kg) untuk 114 ha itu. Itu berarti tiap satu hektare harus tersedia benih sebanyak 50 kg. Kapur dolomit dikirimi sebanyak 800 kilogram untuk satu hektare.

       “Tetapi, akibat kondisi medan rawa yang sangat berat itu tidak semua traktor bisa dioperasikan sesuai kebutuhan. Harus menunggu tanah lembab oleh hujan, sehingga mudah diolah dan waktu pengolahan pun lebih singkat daripada kondisi yang sangat kering. Benih pun masih tertahan di rumah. Bahkan kapur dolomitpun belum bisa ditabur,” ungkap Sutarto.

        Dia menambahkan bahwa biaya untuk mengolah tanah itu mencapai 1.050.000 rupiah per ha yang dibagi untuk upah operator mesin, bahan bakar solar dan perawatan plus penggantian suku cadang traktor yang rusak. Sebab, lantaran medan yang sangat berat rantai satu traktor beberapa kali putus dan harus segera diganti. Ongkos perbaikan juga diambil dari dana 1.050.000 rupiah tersebut. Dalam satu hari lahan yang diolah bisa mencapai 2 ha.

Untuk SERASI Bersyukur Dibantu

         Ketua Keltan Margo Sari Sutatman, (51), mengatakan bahwa untuk menghadapi musim tanam Oktober 2019-Maret 2020 ini persiapan para petani baik. Tanah sudah diolah dan siap ditanami. Tetapi, karena hujan belum kunjung turun, lahan yang telah siap itu belum bisa ditanami dengan pola tugal.

      Pada awal November ini, demikian Sutatman, dolomit benih sudah tersedia dan sudah disimpan petani di rumah masing-masing. Bahkan ada yang sudah dikumpulkan di tempat ketinggian sawah untuk persiapan ditaburkan ke lahan rawa supaya padi hidup. Sebab, kalau tidak dicampuri kapur itu tanaman akan kerdil dan akan mati.

     “Ternyata tanah rawa itu harus dicampur kapur dolomit agar menghasilkan. Tanpa kapur itu tanaman tidak akan tumbuh baik. Adanya hanya kerugian semata. Para petani turut saja karena dibantu pemerintah dalam rangka menyukseskan pertanian rawa lebak yang sering kami dengar sebagai program SERASI,”  kata Sutatman seraya menambahkan “Kami bersyukur telah dibantu oleh pemerintah berupa sarana produksi benih, pupuk kapur dolomit dan mesin traktor pengolah tanah.”

Ora Bakal Kaliran Maneh

       Menurut dia, para pengurus kelompok tani dan ratusan anggota petani sangat senang dengan adanya program SERASI ini, apalagi petani dibantu oleh pemerintah mulai dari infrastuktur, pengolahan tanah sampai saprodinya. Dan para petani sudah dipastikan akan mendukung program ini. Kabeh mangan wareg—semua makan kenyang dan kalau berhasil ora kaliren, tapi yen ora ono hasile yo kaliren kabeh—berhasil tidak akan kelapran, tapi jika hasilnya tidak ada, semua petani akan kelaparan.

        “Memang kami di sini bertani terus. Setiap hari ke sawah. Hasil ora hasil ke sawah karena hanya itu cara untuk hidup. Tidak ada kegiatan lainnya. Semua anggota kelompok juga begitu. Ndak ada yang neko-neko atau macam-macam, seperti berjudi atau lainnya. Pokoknya kami senang dibantu. Niat baik pemerintah akan kami balas dengan dukungan agar pertanian di rawa ini berhasil. Toh petani juga yang dapat hasilnya,” demikian Sutatman seraya menambahkan ada anaknya yang tidak mau kuliah dan memilih jadi petani mengikuti orangtua. Dirinya dan keluarga akan tetap bertani meneruskan usaha moyang kami yang telah menekuni pertanian sejak turun-temurun.

Hujan Turunlah….Benih Sudah Lama Ada

        Sutatman menambahkan, lahan yang dimiliki para petani di kelompoknya mencapai 81 ha yang semuanya sudah dimiliki petani sendiri. Benih sudah dapat sebanyak 81 sak masing-masing berisi 50 kg. Walaupun begitu, karena waktu ada pertemuan, disebutkan harus 60 kg dalam satu sak. Setelah dibahas, maka dilakukan koreksi dengan menambah 10 sak lagi, sehingga para petani mendapatkan genap 60 kg untuk satu hektare. Atau seluruhnya untuk 81 ha itu mencapai 4.860 kg.

         “Benih yang sudah tersedia ini belum bisa ditanam karena belum ada hujan. Kami berharap di November ini sudah turun hujan secara teratur atau paling tidak turun beberapa kali dalam seminggu. Nah, barulah kami semangat menanam, berapa pun luasnya yang bisa kami capai. Yaa.., hujan turunlah agar para petani di berbagai tempat bisa langsung tanam. Lahan rawa yang sudah diolah sekarang sangat kering, apabila ditanam takut benihnya rusak dan mati. Selain itu burung-burung akan memakannya. Nama burung itu derkuku atau tekukur,” kata Sutatman.

Lahan Rawa Terjauh Pun Untuk SERASI      

       Ketua Unit Pengelolaan Kegiatan dan Keuangan (UPKK) SERASI Margo Sari Pursito mengungkapkan bahwa infrastruktur lahan rawa untuk pertanaman Oktober hingga Desember sudah selesai. Dana yang didapat dari pemerintah untuk itu adalah 1,3 miliar rupiah dan diperuntukkan membuat saluran irigasi, pintu air, gorong-gorong, rumah pompa dan selang serta normalisasi saluran. Semua dana dimanfaatkan para petani di Desa Sumber Makmur yang mencakup empat kelompok tani (Keltan), yaitu Keltan Karya Makmur, Keltan Sumber Rejeki, Keltan Suka Maju dan Keltan Margo Sari.

         “Tugas saya mengurus SERASI dan mengelola keuangannya untuk dipakai empat kelompok tani. Pemerintah memberi bantuan sebesar 1,3 miliar rupiah. Dana sebesar itu untuk program SERASI agar sukses. Untuk lahan dan saluran termasuk pintu air dan gorong-gorong sacara fisik telah selesai dikerjakan.  Tinggal sedikit, yaitu rumah pompa yang segera selesai,” Pursito menambahkan.

     Para petani mengharapkan kehidupan petani akan berubah menjadi baik. Tingkat perekonomian meningkat menjadi lebih layak setelah menggarap lahan rawa yang selama ini tidak produktif. Dulu sebelum program SERASI, lahan yang bisa dikerjakan dan ditanami hanya yang di pinggiran, tetapi saat ini bagian lahan terjauh sudah bisa diolah. Seluruh luasan 326 ha untuk empat kelompok tani itu akan segera ditanami.

        Disebutkan pula bahwa sebelumnya lahan rawa yang sangat dekat di pemukiman petani tidak bisa dimanfaatkan karena air terlalu dalam. Tetapi, setelah melalui program SERASI penanggulangan limpahan air itu sudah bisa dan teratasi dengan baik melalui normalisasi. Air yang tinggi tersebut bisa surut karena saluran pembuangan sudah tembus ke laut.

       “Ke depan petani akan bisa tanam dua kali, sehingga panen pun diharapkan bisa dua kali. Artinya, semoga tidak puso pada pertanaman atau panen kedua,” demikian Pursito, sembari menambahkan bahwa sebagian petani di Kecamatan Takesung masih muda dan diharapkan anak-anak para petani itu sebagian kelak ada yang mau bertani menggantikan orangtuanya karena sudah melihat hasilnya.

Disuluh Tiap Hari Terkait SERASI

         Mantri tani yang merangkap Penyuluh Pertanian Lapangan (PPL) pada UPT Balai Penyuluhan Pertanian Kecamatan Takesung Ir Mulyono menceritakan bahwa lahan rawa pasang surut terutama lebak yang dikerjakan para petani di Kecamatan Takesung itu mencapai 1.288 ha. Luasan ini masuk dalam program SERASI meliputi delapan kecamatan.

            “UPT Balai Penyuluhan Pertanian Kecamatan Takesung mewadahi para penyuluh untuk delapan kecamatan. Begitu luas memang, sehingga para penyuluh harus kerja keras untuk mendukung program pemerintah pada proyek SERASI ini,” kata Mulyono.

            Disebutkan bahwa untuk mendukung program SERASI telah dilakukan survei jumlah kelompok tani dan pemetaaan kebutuhan mereka. Sampai sekarang pun sosialisasi tentang program SERASI itu tetap dilakukan agar semua pihak yang telah berkomitmen menerima bantuan serta mendukung program untuk ketahanan pangan itu sungguh-sungguh memenuhi kewajibannya. Sebab, pemerintah sudah memberikan bantuan banyak, sehingga hal itu harus dimanfaatkan secara maksimal. Saat ini pun petani hanya menunggu hujan karena benih dan pupuk dolomit sudah sampai di tangan petani. *sembada/henry/rori

komentar

You must be logged in to post a comment.

plaza kemitraan

  JUDUL TERSEBUT DI atas sangat menarik disimak. Bahwa para petani punya utang atau hutang sudah jamak diketahui. Tetapi, misalnya mengapa Dewan Perwakilan Rakyat Republik

Pengantar Redaksi: KONON SAAT INI di Indonesia tidak ada daerah atau desa yang menerapkan pertanian hamparan luas dengan pola pengolahan tanah hingga pemasaran. Satu-satunya yang