Petani Desa Upang Ceria, Banyuasin: Benih Musnah, Pertanaman 3 Kali Setahun Gagal Oleh OPT Keong
Sunday, 26th November, 2023 | 234 Views

KEBUTUHAN BENIH UNTUK pola tabur benih langsung atau TaBeLa (Tabela) oleh petani di Desa Upang Ceria, Kecamatan Muara Telang secara umum adalah 80 kilogram (kg) setiap hektare (ha). Kendati demikian, hampir semua petani di Desa Upang Ceria, Muara Telang Kabupaten Banyuasin menghabiskan 120 kg per ha benih karena ada serangan keong setiap musim tanam, sehingga 80 kg per ha itu pasti tidak cukup. Akibatnya, pertanaman tiga kali setahun (IP-3) belum pernah terpenuhi.

    Hal itu diungkapkan oleh Kepala Desa Upang Ceria Makmur Ferdiyansyah,MPd di sela-sela pembagian benih untuk musim tanam (MT) Oktober 2023-Maret 2024 (Okt-Mar) kepada Media Pertanian online www.sembadapangan.com di Balai Desa Upang Jaya, Muara Telang, awal November 2023. Dia didampingi Petugas Penyuluh Lapangan (PPL) Desa Upang Ceria Triyana,SP. Benih bantuan diserahkan oleh Kementerian Pertanian melalui Direktorat Perbenihan bersama pihak Dinas Pertanian Kabupaten Banyuasin, Provinsi Sumatera Selatan (Sumsel)

    Di wilayah ini OPT keong sangat sering datang. Nah, kalau serangan keong tidak ada, kami bisa tiga kali menabur benih padi tersebut. Kalaupun akan dipaksakan tidak ada gunanya dan akan merugi. Kalau tabur benih pertama habis, kami tabur lagi yang kedua. Lalu kalau yang kedua habis, tabur lagi yang ketiga,” demikian Makmur.

    Tetapi, katanya, untuk mengatasi serangan keong tersebut terpaksa dilakukan tanam pindah atau persemaian. Begitu sudah umur barulah dipindahkan ke sawah. Untuk pekerjaan itu modalnya lebih besar lagi karena harus mengupah tenaga kerja yang banyak dan lama.

    PPL Triyana menambahkan, upah tenaga kerja di wilayah itu mencapai 120.000 rupiah per orang. Waktu kerja para upahan itu  adalah dari pukul 07.00 hingga pukul 16.00. Sebab, kalau hanya mengandalkan tenaga anggota keluarga, seperti anak, istri dan suami yang beramai-ramai ke sawah sangat tidak mungkin karena kepemilikan sawah sangat luas, yaitu antara dua hektare hingga 8 ha. Upah lelaki dan perempuan sama saja.

    Disebutkan, untuk mengatasi serangan hama keong itu dilakukan penyemprotan sebanyak tiga kali. Untuk tanam tabela dibutuhkan 120 kg benih untuk satu hektare lahan sawah. Semua petani di Upang Ceria yang mengelola lahan seluas 1.782 ha menggunakan benih sebanyak itu dengan profitas sekitar 8 ton sampai 9 ton per ha dengan varietas peninggalan moyang setempat, yaitu jenis Banyuasin.

    “Petani menggunakan varietas Banyuasin ini karena tidak manja dan tahan terhadap serangan penyakit. Selain itu tahan juga terhadap kekeringan karena kemarau panjang. Contohnya, beberapa waktu yang lalu varietas Banyuasin ini masih tahan atau kuat tumbuh,” Triyana menambahkan.

Serentak Panen 150 Ha

   Menurut Kepala Desa Upag Ceria Makmur Ferdiyansyah, khusus di Kabupaten Banyuasin tidak pernah kekurangan padi atau beras. Selama 12 bulan dalam setahun panen padi selalu bergiliran. Namun, masalahnya ketika 150.000 ha panen serentak dimulai pada Januari sampai April itu harganya sangat merosot.

    Contoh, petani pernah menerima harga gabah kering panen (GKP) hanya 3.000 rupiah per kg. Walau begitu petani tidak berteriak-teriak. Kalau harga melonjak pun masyarakat juga tidak akan berteriak-teriak seperti di Pulau Jawa. Persoalan para petani pada awal panen di Februari mendatang hingga panen raya adalah kalau panen bersamaan di berbagai desa yang lahan petani luas-luas. Untuk Desa Upang Ceria saja akan panen serentak seluas 150 ha, sehingga harga akan merosot. Kalau tidak ada penanganan yang sungguh-sungguh, petani akan rugi. Untuk balik modal produksi mungkin saja tidak bisa.

    Dia menambahkan bahwa pekerjaan kantor (PK)—bukan pekerjaan rumah untuk tidur—Pemerintah Kabupaten Banyuasin bahkan PK sampai Kementerian Pertanian PK (pekerjaan kantor) untuk menyediakan combine harvester untuk mempercepat panen. Mesin itu sangat diperlukan agar petani terhindar dari kerugian besar. Lahan di kawasan ini sangat cocok dengan mesin panen atau combine harvester karena lahan yang ada adalah berupa hamparan. Diharapkan pemerintah mendengar jeritan dan keluhan petani dan rela memberi bantuan mesin pemanen itu. Bantuan permesinan itu agar diserahkan kepada kelompok tani atau gabungan kelompok tani saja. Kalau kepada pihak lain, petani kesulitan memakainya.   

    Selanjutnya petani yang mengurus Gabungan Kelompok Tani Jaya Sakti Desa Upang Ceria  Andi Abu Salam dengan binaan 34 kelompok tani mengatakan bahwa seluruh persawahan yang dikerjakan oleh para petani adalah tadah hujan. Pada 2020 petani menanam benih padi varietas Inbrida Padi Irigasi (Inpari)-32 yang didapat atau dibeli secara swadaya. Adapun produktivitas padi tersebut bisa mencapai 6 ton per ha. Namun, pada IP-I 2023 yang lalu hanya 4 ton per ha karena banyak hama.

    Pada kesempatan yang sama Pujiyanto, Sekretaris Kelompok Tani Karya Tani B Desa Panca Mukti mengatakan selama ini 40 petani binaan yang mengerjakan 54 ha selalu kesulitan menghadapi masa panen. Sebab, para petani harus mengeluarkan banyak dana untuk menyewa mesin pemanen yang ongkosnya mencapai 1,2 juta rupiah per ha. Sementara saat mengolah tanah juga harus mengeluarkan 1 juta rupiah per ha untuk menyewa traktor roda dua (T-2) plus makan operator sebanyak tiga kali. Itu belum minum kopi dan sigaretnya.

    “Waah…pokoknya banyak biaya yang harus dikeluarkan. Lain halnya yang kami dengar, petani di Vietnam yang dulunya belajar dari Indonesia bisa makmur karena diperlengkapi sarana dan prasarana oleh pemerintahnya. Hal yang sama juga kami dengar di Jepang, dimana petaninya sudah dicukupkan  peralatannya. Nah, pantaslah petani Indonesia selalu impor beras dari petani Vietnam itu. Ini aneh…ini menimbulkan sakit kepala petani Indonesia, seperti kami-kami ini,” seru Pujiyanto sembari menerawang ke arah teman sesama petani yang mengisi formulir bantuan benih dari Kementerian Pertanian. *sembada/rori/henry

komentar

You must be logged in to post a comment.

plaza kemitraan

  JUDUL TERSEBUT DI atas sangat menarik disimak. Bahwa para petani punya utang atau hutang sudah jamak diketahui. Tetapi, misalnya mengapa Dewan Perwakilan Rakyat Republik

Pengantar Redaksi: KONON SAAT INI di Indonesia tidak ada daerah atau desa yang menerapkan pertanian hamparan luas dengan pola pengolahan tanah hingga pemasaran. Satu-satunya yang