Peta Rawan Pangan Untuk Kebutuhan Strategis
Tuesday, 2nd August, 2016 | 736 Views

 KINI Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi (Kemendesa) melalui Direktorat Pengembangan Daerah Rawan Panga, Ditjen PDTu melakukan refleksi sekaligus proyeksi holistik tentang evaluasi program 2015 komparasi aktivitas 2016 dan pemantapan kegiatan untuk 2017. “Kami membuat peta tentang kebutuhan strategis, yaitu pangan. Dan inilah yang sangat mendesak untuk dibahas. Implementasinya diharapkan tepat sasaran sesuai perencanaan pada daerah rawan pangan.”

 

Demikian “benang merah” paparan Dr Ir Suprayoga Hadi,MSP, Direktur Jenderal Pengembangan Daerah Rawan Pangan (Ditjen PDTu) pada acara Rapat Koordinasi Pemetaan Desa Rawan Pangan untuk Menuju Desa Tangguh Pangan di Surabaya, Jawa Timur, belum lama berselang. Acara tersebut diikuti oleh satuan kerja perangkat daerah (SKPD) di lingkungan Badan Ketahanan Pangan, Dinas Pertanian dan Badan Perencanaan Pembangunan Daerah yang berasal 22 kabupaten berstatus rawan pangan.

Menurut Suprayoga Hadi, kondisi pangan menjadi semakin relevan dibahas setelah statement Presiden Joko Widodo ketika pelantikan 9 menteri baru di jajaran kabinet bahwa sektor paling mendesak diperhatikan oleh pimpinan di semua kementerian adalah mengarah ke PANGAN. Dengan demikian, pemerintah menekankan bahwa ketahanan pangan sekarang menjadi tanggung jawab bersama dan menjadi fokus utama kabinet pasca perubahan pimpinan kabinet tahap kedua.

“Secara teknis kita khusus membahas dan mencoba melakukan bagaimana meningkatkan kondisi saat ini dari kerawanan pangan menjadi ketangguhan pangan. Untuk itulah kita harus mempersiapkan konsep ke depan. Persoalan pangan ini menjadi sorotan kabinet dan kita melihat ke belakang peranan Kementerian Desa dalam mewujudkan ketahanan pangan melalui tangguh pangan yang sejak 2015 sudah mengalami pencapaian luar biasa,” demikian Dirjen PDTu Suparayoga Hadi.

Dia juga mengatakan bahwa pihak Direktorat Pengembangan Daerah Rawan Pangan telah memperkuat sarana dan prasarana yang ada secara simultan mendorong peningkatan produksi dan membangun gudang atau lumbung untuk mempertahankan kualitas produksi. Ini pulalah tujuan utama pemetaan yang harus dirumuskan agar jelas pihak mana atau siapa melakukan apa dan bertanggungjawab pelaksanaannya. Misalnya, Bappeda mengerjakan apa, Dinas Perindustrian bertanggungjawab apa, Badan Ketahanan Pangan Daerah mengurus apa serta Dinas Perdangangan melakukan apa.

Selain itu, Suprayoga menjelaskan, pemetaan yang utuh akan dapat menggambarkan bagaimana keadaan di daerah. Contohnya, untuk irigasi tersier yang ada di desa harus diidentifikasi secara lengkap termasuk bagaimana  pemanfaatan dana desa untuk mendorong produksi dan mutu pangan yang tangguh. Sebab, semua pihak harus mengingat bahwa irigasi primer dan sekunder adalah tanggangjawa Kementerian Pekerjaan Umum. Satu kabupaten dengan kabupaten lainnya tidak sama, sehingga bantuan pemerintah terhadap desa di kabupaten satu dengan lainnya juga berbeda karena pengaruh identifikasi dari pemetaannya.

 

Harus Peta Bukan Matriks

“Untuk itu saya berharap pemetan ini benar-benar dalam bentuk peta. Kalau peta itu diperlihatkan akan jelas situasi daerah tersebut. Misalnya, kalau berada di daerah pegunungan akan terlihat pada peta itu. Begitupun daerah bagian pesisir akan tergambar pada peta tersebut. Dasar itulah nanti yang akan menggiring kita pada bentuk bantuan yang sesuai dalam upaya kita meningkatkan produktivitas. Selama ini yang diminta peta, namun yang muncul selalu matriks. Jadi, bukan matriks yang dibutuhkan,” katanya.

Selanjutnya Suprayoga mengutarakan dan memberi contoh bahwa untuk daerah Papua saat ini terbagi dalam tujuh wilayah adat karena banyak komunitas yang seluruhnya berbasis adat. Oleh sebab itulah peta harus mempunyai kesesuaian dalam bentuk lahan, fisik wilayah dan kesesuaian masyarakat yang bercocok tanam yang mencakup identifikasi jenis tanaman yang bisa bermanfaat di suatu daerah yang pas meningkatkan produktivitas yang maksimal pada suatu daerah. Misalnya, apakah yang cocok itu perkebunan, hortikultura, peternakan atau perikanan atau kombinasi dari komoditi-komoditi itu.

Dengan demikian, sarana pendukungnya cocok, pas dan tepat sasaran termasuk bantuan yang diberikan pemerintah. Itulah PETA untuk mengembangkan sumberdaya alam, sumberdaya manusia serta sumber dana yang ada dalam mewujudkan TANGGUH PANGAN secara berkesinambungan. Semua ini berkorelasi dengan dimensi WAKTU yang harus diraih hingga akhir semester dua tahun ini untuk melangkah baru pada 2017 nanti yang sudah dipersiapkan bimbingan teknis (BINTEK) untuk itu. *sembada

komentar

You must be logged in to post a comment.

plaza kemitraan

  JUDUL TERSEBUT DI atas sangat menarik disimak. Bahwa para petani punya utang atau hutang sudah jamak diketahui. Tetapi, misalnya mengapa Dewan Perwakilan Rakyat Republik

Pengantar Redaksi: KONON SAAT INI di Indonesia tidak ada daerah atau desa yang menerapkan pertanian hamparan luas dengan pola pengolahan tanah hingga pemasaran. Satu-satunya yang