Pada 2019 Pertama Pakai Bio SAKA Gagal, Pakai Kedua Pada Jagung, Kedelai, Terung dan Cabai Dengan Cara Benar Jadi Untung Besar
Tuesday, 22nd August, 2023 | 305 Views

 

PARA PETANI KECAMATAN Talun, Kabupaten Blitar pernah gagal memakai bio SAKA (Selamatkan Alam Kembali ke Alam) pada beberapa tanaman. Artinya, para petani belum melihat hasil melimpah saat panen karena tanaman tumbuh sebagaimana sebelumnya bahkan ada yang mati ‘keriput daun’ karena seolah terkena penyakit atau terbakar terik matahari.

    “Kami para petani uji coba pemakaian bio SAKA pada 2019 akhir. Kami terapkan tanaman jagung kemitraan dengan pihak ketiga. Pada tahap awal itu kami gagal total. Hal itu terjadi karena kami tidak paham cara menberikannya pada tanaman-tanaman,” ungkap M.Wahyudi (45), Ketua Kelompok  Tani (Keltan) Rukun Santoso I, Desa Bendo Sewu, Kecamatan Talun, Kabupaten Blitar, Provinsi Jawa Timur

    Menurut Wahyudi, ternyata bio SAKA itu tidak disemprotkan pada daun atau batang, melainkan disemprotkan sekitar dua meter di atas dedaunan, sehingga bentuknya menjadi kabut. Dengan kata lain, bio SAKA yang terbuat dari ramuan beberapa kuntum beragam dedaunan yang dicampur dengan air bersih itu harus dikabutkan jauh di atas daun barulah berguna dengan hasil yang bisa dilihat sendiri beberapa puluh menit setelahnya. Itulah keadaan baku pemberlakuan dan cara pelaksanaan (standard operation and procedure/SOP) bio SAKA pada tanaman.

Cukup Dikabutkan Di Atas Daun

    Selain dikabutkan di atas tanaman, bio SAKA itu tidak perlu lagi didampingi dengan pupuk sebagaimana takaran-takaran untuk tanaman, semisal untuk padi seluas satu hektaran diberi pupuk urea 300 kilogram (kg) dan 300 kg NPK bertahap hingga panen. Jika sudah memakai bio SAKA pupuk itu cukup masing-masing 150 kg. Jadi, kami belajar dari kegagalan dan terus membahasnya dengan penemu bio SAKA,” sebut Wahyudi kepada Media Pertanian online www.sembadapangan.com. Dia didampingi oleh Sujay, petani cabai anggota Keltan Rukun Santoso I serta Ir Wawan Widianto, Kepala Dinas Pertanian dan Pangan Kabupaten Blitar.

   Diceritakan oleh Wahyudi, cara lama yang menghamburkan banyak pupuk kimia yang ternyata merusak tanah sudah waktunya ditinggalkan kalau sudah memakai bio SAKA itu. Sebab, makin sedikit memakai pupuk kimia akan semakin baik. Sedikit menggunakan pupuk kimia tanaman malah subur dan tumbuh lebih tinggi. Bahkan daun lebih lebar, warna daun lebih hijau.

   “Jadi, itulah manfaat yang terlihat mata secara langsung. Kamipun kagum dan makin bertanya serta penasaran bahwa bio SAKA itu membawa kandungan entah seperti apa. Pokoknya sangat baik dan menguntungkan untuk tanaman sekaligus menguntungkan para petani apa saja. Dari kegagalan yang lalu dan dikoreksi lebih tepat melalui tuntunan langsung penemu bio SAKA, kami bangkit. Hal bagus dan menggembirakan. Para petani rama-ramai mengikuti cara membuat dan melaksanakannya pada tanaman. Kami tentu bersyukur dan berterima kasih,” demikian Wahyudi (45) dengan anak satu berumur 9 tahun.

    Dengan, kata lain, menurut dia, sebagai petani asli yang bergelut dengan tanah dan tanaman, para petani berpikir pasti ada makanan untuk tanaman yang luar biasa hebat yang terkandung di dalam bio SAKA itu. Pada tahap berikutnya para petani menerapkan bio SAKA pada tanaman  jagung seluas 1 hektare  (ha). Jumlah anggota Kelompok Tani Rukun Santoso I adalah 94 orang dengan keseluruhan lahan garapan seluas 64 hektare (ha).

    Menurut Wahyudi, untuk 1 ha lahan pertanaman dipakai dua tanki air. Isi satu tanki adalah 16 liter yang telah dicampur dengan bio SAKA sebanyak 4 mililiter (ml). Jadi, untuk satu hektare itu cukup 8 ml bio SAKA lalu dikabutkan di atas daun tanaman. Hanya dalam hitungan hari sudah jelas terlihat ada perubahan pada daun, yaitu warna yang lebih hijau, lebih lebar dan lebih cepat tambah daun baru.

Heran dan Menakjubkan

   Wahyudi juga mengatakan bahwa para petani sangat heran kok tanaman jadi subur? Tanaman tumbuh kokoh, tumbuh lebih tinggi dan justru tidak berpenyakit. Biasanya sejalan dengan curah hujan pasti ada penyakit busuk pucuk atau busuk batang terserang fusarium. Lha kondisi yang kami hadapi setelah menerapkan bio SAKA penyakit-penyakit tidak muncul. Bahkan makin sehat saja. Tentu hasil jagung yang didapat lebih banyak, dimana untuk luasan 0,14 ha didapat lebih dari satu ton. Biasanya hanya 7 kuintal. Sekali lagi ini membuat heran dan menakjubkan.

    Dengan pemakaian pupuk kimia 30 persen saja dari biasanya, maka melalui pemakaian bio SAKA itu petani sangat senang. Sebab, dengan ongkos produksi yang sangat sedikit telah didapatkan hasil yang maksimal. Dan itu telah terbukti di wilayah Kecamatan Talun bahkan di wilayah atau kecamatan lain di Kabupaten Blitar. Pada panen yang berlangsung di April lalu serangan hama wereng dan blas tidak ada pada tanaman yang mendapat perlakuan bio SAKA.

    “Semua petani yang ada di wilayah ini sorak-sorai menyaksikan perkembangan tanaman dan mendapatkan hasil yang lebih. Artinya, walaupun pupuk mahal, kami tidak perlu lagi mengeluh dan tidak gentar mendengar harga pupuk sangat mahal itu. Semua petani anggota kelompok tani tidak ada lagi yang berteriak tentang harga pupuk yang tidak terjangkau bahkan langka itu,” kata Wahyudi seraya menambahkan bio SAKA yang telah terbukti menguntungkan itu sangat membantu petani karena tidak dibutuhkan lagi banyak pupuk kimia.

   Ditambahkan juga ada bukti lain tentang bio SAKA dari petani anggota kelompok lain bahwa tanaman yang menggunakan bio SAKA bersebelahan lahan dengan petani yang tidak menggunakan bio SAKA sangat berbeda jauh. Bukti itu adalah bahwa petani yang memakai bio SAKA pada tanaman mereka sangat sehat dan tidak diserang hama wereng maupun blas, tetapi tanaman milik petani lain pada sawah bersebelahan yang masih satu hamparan habis diserang wereng dan blas. Nah, itu luar biasa.

Jangan Sampai Basah

  Petani lain di Desa Bendo Sewu, anggota Kelompok Tani Rukun Santoso I, Sujay (51) menceritakan pengalamannya pertama kali menggunakan bio SAKA pada tanaman jagung langsung gagal panen alias tanaman gagal tumbuh. Namun, setelah penggunaan bio SAKA kedua kali dengan cara yang tepat dan benar hasilnya sangat bagus.

    “Semenjak bio SAKA terdengar di Bendo Sewu, saya selalu mengikuti perkembangannya sambil menanam jagung kemudian tumpang sisip dengan cabe. Jadi, ketika jagung berumur 40 hari, saya tanami dengan cabe di sela-selanya. Dengan mengikuti segala cara dan aturannya barulah tanaman berkembang dan tumbuh sehat. Umur mulai panen lebih cepat dan umur panen berturut-turut lebih lama. Saya untung banyak karena hasilnya bertambah banyak. Hasil jagung banyak. Begitu juga hasil dari cabai,” ungkap Sujay.

    Dia mengatakan bahwa lantaran berita bio SAKA tersebar di mana-mana, berbagai kalangan datang ke Desa Bendo Sewu untuk melihat tanaman, mengenal dan mempelajari pembuatan bio SAKA. Nah, pokoknya untuk mengaplikasikan bio SAKA petani harus niat, yakin dan rajin serta mengikuti ketentuan aturannya barulah berhasil.

   “Karena penyemprotan biosaka itu tidak sama ketika kita menyemprot hama. Caranya memang berbeda, di mana dedaunan tidak boleh basah karena hanya mendapat kabut. Hal yang diperlukan hanya kabut tipis. Sebab, kalau basah, tanaman akan terbakar dan mati. Petani akan rugi,” demikian cerita Sujay, petani dengan dua anak, satu pelajar SMP dan satu lagi berumur dua tahun. *sembada/rori/henry

komentar

You must be logged in to post a comment.

plaza kemitraan

  JUDUL TERSEBUT DI atas sangat menarik disimak. Bahwa para petani punya utang atau hutang sudah jamak diketahui. Tetapi, misalnya mengapa Dewan Perwakilan Rakyat Republik

Pengantar Redaksi: KONON SAAT INI di Indonesia tidak ada daerah atau desa yang menerapkan pertanian hamparan luas dengan pola pengolahan tanah hingga pemasaran. Satu-satunya yang