Koptan Sederhana Pulo Sibandang:Kami Suka Tanam Jagung, Tetapi Tergantung Cuaca
Thursday, 27th December, 2018 | 819 Views

 

SEUSAI BERBINCANG TENTANG jagung (Zea mays) dengan pejabat Dinas Pertanian Kabupaten Tapanuli Utara (Taput) pada siang terik yang sekejap berubah mendung dan gerimis, siang itu kami melaju ke arah Kecamatan Siborongborong yang jaraknya 26 kilometer dengan tujuan akhir Pulo (Pulau) Sibandang. Jarak Siborongborong ke pulo itu adalah sekitar 38 kilometer dalam keadaan normal. Di kawasan Danau Toba memang terdapat dua pulau besar, yaitu Samosir dan Sibandang itu.

            Suasana daerah pertanian dengan tanaman kopir dan hortikultura menghambar di kiri dan kanan jalan sepanjang menuju Pulo Sibandang. Hamparan jagung juga menghijaukan mata mulai keluar dari Tarutung, Ibukota Taput hingga beberapa desa mulai Desa Sipoholon, Pohan Tonga, Silangit Silando, Tapian Na Uli hingga Pulo Sibandang di Kecamatan Muara. Wartawan Media Pertanian online www.sembadapangan.com memang sudah berjanji dengan Ketua Kelompok Tani Sederhana Pariaman Sinaga dan juga Sekretaris Desa Sibandang Manangar Rajagukguk. Juga ada petani bernama Nangkok Doni yang pulang kampung dari perantauan yang kini menanam jagung dan kopi.

          Panorama Pulo Sibandang dikelilngi air Danau Toba yang dari jauh berselimut warna biru dan dari dekat bening jernih hingga ke tepian pantai Pulo Sibandang. Di pulo ini ada tiga desa, yaitu Desa Sampuran, Desa Papande dan Desa Sibandang sendiri sebagai induk sebelum dimekarkan. Di ketiga desa itu jagung sudah menjadi primadona ekonomi dua tahun terakhir selain kopi dan mangga yang berusia ratusan tahun.

Hasil Jagung Bagus

            Dari luasan 15 hektar (ha) lahan pertanian milik 26 anggota Kelompok Tani Sederhana Desa Sibandang, luas tambah tanam atau LTT hanya 4 ha. Para petani sudah bersyukur bisa menanami lahan baru seluas itu karena kesulitan air lantara lama kemarau sepanjang 2018. Hujan yang turun sejak November 2018 hanya memberi kesempatan mengolah lahan 4 ha itu. Di Desa Sibandang ada 9 kelompok tani, sementara di Desa Papande dan Desa Sampuran juga ada puluhan kelompok tani yang menggarap ladang untuk jagung.

        “Pertanaman jagung baru pertama kali kami lakukan secara serentak pada 2018 ini. Tetapi, kami dapat informasi harga jagung akan tetap membaik, sehingga kami akan tetap menanam jagung pada 2019 yang akan datang,” ungkap Pariaman.

         Dia menambahkan bahwa lahan di pulo itu seluruhnya bebatuan dan berupa bukit sebagai hasil letusan Gunung Toba Purba yang meninggalkan Pulo Sibandang berbentuk bukit atau gunung kecil dari tepian pantai hingga ke puncaknya. Kendati penuh dengan batu kecil dan raksasa, tanah pertaniannya sangat subur sebanyak 7 ton per ha. Angka itu dirata-ratakan untuk semua varietas jagung termasuk jagung lokal. Petani bisa mendapat panen jagung kering pipil

          “Hitungan kami petani adalah pada lahan berukuran 1 rante hasilnya 300 kg. Satu hektare lahan mencapai 25 rante, jadi kalau satu hektare hitungannya 25 kali 300 sudah mencapai 7,5 ton. Iupun kalau tidak dimakan tikus yang terus merajalela merusak jagung, padi atau kacang di seluruh pulau ini. Hama itu belum bisa diatasi oleh pemerintah stempa,” lanjut Sekretaris Desa Sibandang Manangar menimplai. Dia juga bertani jagung dendan luasan 1,5 ha.

Butuh Embung Dengan Kapasitas Sedang

          Menurut Pariaman, para petani di Pulo Sibandang selalu menghadapi kendala untuk bertani, yaitu air. Sebab, di wilayah ini trbilang tadah hujan kendati dikelilingi air Danau Toba. Pemerintah Kabupaten Tapu belum kunjung mengupayakan embung atau koloam air raksasa di puncang pulo itu. Misalnya, ditengah dibuat kolom dengan memompa air danau. Lalu dari situ dipompa lagi ke atas atau puncak untuk persediaan musim tanam.

          Menurut Nangkok Doni, sesungguhnya mudah memperoleh air kendati permukaan Pulo Sibandang ini berupa bukit terjal. Kalau tidak mau membangun embung di puncak, bisa dibuatkan kolom-kolam kecil dengan memopa air danau. Lalu secara estafet dipompa lagi hingga ke puncak. Itu kalau pemerintah mau membantu warganya. Memang bupati sebelum yang sekarang sudah janjikan itu. Namun, hingga usai dua periode pemerintahannya tidak kunjung dibangun.

        “Kami berharap bupati sekarang peduli tentang embung untuk meningkatkan perekonomian penduduk,” Doni menandaskan.

         Dia juga menambahkan bahwa persoalan air itu tidak akan membebani anggaran atau APBD Kabupaten Taput. Sebab, dana desa yang besarnya 1,2 miliar rupia hper tahun bisa untuk prioritas pembuatan embung sekaligus jalan desa hingga ke puncak Pulo Sibandang. Untuk tiga desa—Desa Sampuran, Desa Papande dan Desa Sibandang—di Pulo Sibandang bisa memanfaatkan dana desa sebesar 3,6 miliar tersebut untuk membuat embung besar di puncak pulo dan masing-masing satu embung berukuran sedang di pertengahan pulo menuju ke puncak itu.

        “Perhitungan saya dana besar itu lebih dari cukup. Pemerintah Kabupaten Taput perlu memprioritaskan embung itu sekalian jalan desa hingga ke puncak. Masyarakat pasti membantu juga untuk menyelesaikannya,” demikian Doni seraya menambahkan hasil Pulo Sibandang dipastikan bisa mendorong pendapatan asli daerah (PAD) kabupaten termasuk dari pelayaran antarpulau yang mengangkut hasil bumi. *sembada/henry/rori

komentar

You must be logged in to post a comment.

plaza kemitraan

  JUDUL TERSEBUT DI atas sangat menarik disimak. Bahwa para petani punya utang atau hutang sudah jamak diketahui. Tetapi, misalnya mengapa Dewan Perwakilan Rakyat Republik

Pengantar Redaksi: KONON SAAT INI di Indonesia tidak ada daerah atau desa yang menerapkan pertanian hamparan luas dengan pola pengolahan tanah hingga pemasaran. Satu-satunya yang