Kini Bank Pertanian Dan Asuransi Sangat Mendesak
Wednesday, 29th July, 2015 | 778 Views

aksi

MELALUI keberadaan bank pertanian dan lembaga pembiayaan asuransi, maka gagal panen dan kematian ternak serta ikan yang masih di tingkat petani bisa diatasi bahkan diantisipasi. Bank pertanian dan asuransi itu sangat mendesak dibentuk dan sangat diharapkan para petani.

Itulah ungkapan keprihatinan Ketua Umum Kontak Tani Nelayan Andalan (KTNA) Ir Winano Tohir dalam bincang eksklusif mengenai kegagalan demi kegagalan swasembada pangan di semua subsektor, yaitu tanaman pangan, peternakan dan perkebunan terutama gula tebu. Juga kegagalan masyarakat nelayan mendapatkan ikan karena tidak ada jaminan apapun dari pemerintah terkait dengan  bahan bakar maupun peralatan tangkap.

Persoalan swasembada pangan, demikian Winarno Tohir menuturkan,  terkendala faktor lama, yaitu ketidaktersediaan benih, pupuk, modal, infrastruktur irigasi dan kelambatan infomasi cuaca ekstrim. Kendati pemerintah sudah keras, hal itu masih di tingkat pernyataan. Belum terlaksana di lapangan.

“Persoalan benih maupun irigasi kendati telah dipetakan belum bisa menjadi jaminan pencapaian maksimal. Akhirnya impor lagi, impor lagi. Kenapa demikian? Winarno terus mempertanyakan.

Selanjutnya dia mengatakan bahwa dalam konsteks perpadian, terdapat alih lahan mencapai 1.000 hektare (ha) per tahun sejak dua dekade yang lalu.  Jumlah penduduk dengan tingkat populasi hingga 1,6 persen per tahun mendorong tingkat konsumsi per kapita yang tidak diperhitungkan dalam pencapaian produksi. Sementara diversifikasi pangan yang sudah lama diumumkan (dibisikkan?) gagal total.

Petani Enggan

Hingga kini benih jagung yang baik atau bagus tidak disubsidi pemerintah, padahal harganya mahal dan kredit modal sangat kecil. Begitu juga untuk tebu, di mana gula dalam negeri tidak laku walau lebih baik karena kalah bersaing dengan gula impor dalam bentuk rafinasi yang diolah di Indonesia. Akibatnya kalah bersaing dengan tebu rakyat. Jadi, petani makin enggan saja menanam tebu dan areal pertanaman makin menciut.

Hal yang sama, demikian Winarno Tohir, berlaku untuk kedelai, di mana petani kurang meminatinya lantaran keuntungan sangat kecil dibanding tanam padi dan jagung. Petani juga tetap kesulitan mendapatkan benihnya.

“Benih-benih dan pupuk seperti mudah didapat, tetapi itu bau setaraf omongan. Kenyataannya di lapangan dalam distribusi tidak berhasil. Semestinya ada peraturan presiden atau perpres yang menghauskan Kementerian Perdagangan menjangkau hingga lini-4 pasti sampai ke petani,” katanya.

Jadi? Ya, dikatakan oleh Winarno Tohir, petani sukses yang menjadi Ketua Umum KTNA itu bahwa untuk menjawabnya hanyalah melalui bank pertanian dan asuransi. Saat panen aya harga tidak jatuh karena bisa dibeli oleh pihak lain. Untuk luasan tanam seperti untuk jagung yang bisa memenuhi produksi yang diharapkan, missal hingga puluhan hektare yang kini harga untuk hibrida 60.000 upiah per kilogram (kg) bisa didukung oleh bank. Cuma sekarang, pemerintah mau bikin bank? Atau mau impor-impor saja? *

komentar

You must be logged in to post a comment.

plaza kemitraan

  JUDUL TERSEBUT DI atas sangat menarik disimak. Bahwa para petani punya utang atau hutang sudah jamak diketahui. Tetapi, misalnya mengapa Dewan Perwakilan Rakyat Republik

Pengantar Redaksi: KONON SAAT INI di Indonesia tidak ada daerah atau desa yang menerapkan pertanian hamparan luas dengan pola pengolahan tanah hingga pemasaran. Satu-satunya yang