Kelompok Tani Sugema, Karawang: Combine Harvester Datang, Para Petani Henti Menyabit Dengan Arit
Saturday, 8th April, 2023 | 371 Views

SEJAK MESIN PERTANIAN combine harvester atau pemanen serbaguna tiba di pada Agustus 2022, maka di musim panen Desember 2022 dan Maret-April 2023 para petani telah berhenti menyabit padi dengan arit. Waktu, tenaga dan dana para petani bisa dihemat karena satu combine harvester yang dikendalikan tiga orang saja bisa menyeleaikan dua hektare dalam sehari.

    “Ya, sebelum bantuan alat ini datang, kami membutuhkan waktu yang lama memanen padi. Sekarang dengan menggunakan mesin serbaguna ini kami hanya menghabiskan sekitar 1 hari untuk seluas 2 hektare (ha). Dari segi harga, kami mendapatkan keuntungan 200 rupiah per kilogram. Mulai mengerjakan sawah pada pukul 10 pagi  dan berhenti pukul 17 atau 5 sore,” demikian keterangan Saepudin (42), Ketua Kelompok Tani Sugema, Desa Gembongan, Kecamatan Banyusari, Kabupaten Karawang, Provinsi Jawa Barat (Jabar).

    Bahkan, menurut Saepudin, keuntungan yang didapat dengan menggunakan mesin serbaguna itu dari segi waktu jauh lebih cepat, tenaga kerjapun jauh lebih hemat. Kemudian hasil yang didapat jauh lebih bersih. Ketika masih menggunakan arit untuk memanen padi terjadi penyusutan karena padi akan layu di sawah menunggu esok hari untuk dirontokkan.

    “Nah, dari penyusutan itu petani pasti merugi, tetapi sekarang ini padi yang dipanen dengan mesin serbaguna itu masih segar dan langsung masuk ke karung lalu ditimbang tanpa terjadi penyusutan. Kualitas padipun jauh lebih baik dan meningkat. Jadi, otomatis petani pasti untung,” katanya.

    Saefudin menambahkan bahwa dengan tenaga kerja sekitar 14 orang baru bisa menyelesaikan sekitar satu hektare dan menghabiskan waktu dua hari. Sebab, pada hari pertama hanya mengarit dan hari kedua barulah dirontokkan. Upah untuk kelompok pemotong padi atau tukang arit ini kalau mendapatkan hasil panen 7 kuintal akan diambil satu kuintal. Begitu kelipatan seterusnya dengan pola bagi hasil.

   Tetapi, melalui dengan bantuan mesin pemanen bantuan pemerintah tersebut para petani bisa menyiasati keadaam jika hujan datang kami bisa berhenti dulu menunggu hujan reda. Setelah hujan berhenti pemanenan diteruskan lagi.  Petani bersyukur dengan bantuan pemanen serbaguna itu lantaran bisa mengantisipasi cuaca hujan yang menyebabkan padi busuk atau berjamur.

   Selanjutnya dikatakan bahwa apabila kualitas padi tetap terjaga, maka harga jual padi yang dipanen itu bisa ditingkatkan. Contohnya, harga gabah kering panen atau GKP sudah di kisaran 5.500 rupiah per kilogram (kg) sampai 5.800 rupiah per kg. Bahkan ada yang mencapai 6.200 rupiah per kg dan para petani senang gembira karena padinya dihargai tinggi untuk semua jenis atau varietas padi, seperti Ciherang, Pandanwangi, Inbrida Padi Irigasi (Inpari)-32 atau Inpari-42.

Sewa Combine Harvester Untuk Perawatan

   Kedatangan satu unit mesin combine harvester atau mesin serba guna menjadi milik Kelompok Tani Sugema di Desa Gembongan, Kecamatan Banyu Sari dirasakan para petani sangat menolong. Kendati pun disewakan kepada anggota kelompok sendiri, hal tersebut tidak pernah dipersoalkan.

   Untuk saat ini mesin pemanen dikendalikan tiga orang, yaitu satu pengemudi dan dua helper atau pembantu untuk mewadahi gabah yang sudah rontok dari malai dan dimasukkan ke goni. Ketiga pengendali mesin tersebut baru dua orang yang berlatih untuk mengemudikannya secara bergantian, sementara tenaga yang sekarang adalah orang lain yang telah terbiasa mengemudi mesin pemanen atau bukan anggota kelompok.

   “Bagi petani anggota kelompok hanya ditagih sebesar 800.000 rupiah untuk satu hektare. Tetapi, bisa juga sampai 1,1 juta rupiah per ha tergantung sawah yang akan dipanen. Misalnya, sawah bekas rawa yang sangat berat dilalui mesin pemenen serbaguna. Untuk menetapkan ongkos pemakaian mesin pemanen, pengurus kelompok tani melakukan kunjungan lapangan,” katanya.

   Menurut Saepudin, suasana dan kenyataan sawah milik petani yang bukan anggota kelompok terlebih dahulu dicermati karena akan mempengaruhi pemakaian bahwa bakar mesin. Contohnya, di sawah yang masih berlumpur pastilah bahan bakar terpakai lebih banyak,” Saefudin bercerita seraya menambahkan bahwa rincian untuk anggota kelompok tani hanya mengeluarkan biaya operator (pengemudi dan pembantu), solar dan biaya akomodasi untuk memindahkan mesin ke sawah sebesar 800.000 rupiah per ha.

   Disebutkan bahwa bagi petani lain yang bukan anggota Kelompok Tani Sugema, ongkosnya sekitar 1,4 juta rupiah per hektare untuk sawah basah dan dalam. Tetapi, hal itupun tergantung lokasinya. Bila sawah datar dan kering ongkosnya sebesar 1,2 juta per ha. Dana yang masuk akan disimpan oleh bendahara di kas kelompok dan sewaktu-waktu bisa dipakai untuk pemeliharaan.

   “Walaupun mesin itu terbuka untuk disewa pihak mana saja. Jika sawah yang akan dipanen itu terlalu berisiko terhadap mesin, kami berikan. Contohnya, sawah terlalu dalam karena bekas rawa atau airnya masih tinggi, kami pertimbangkan risiko terhadap mesin. Bisa saja tidak disewakan. Namun, kalau memungkinkan, kami akan taksir ongkos sewanya yang disesuaikan terhadap risiko yang mungkin menganggu mesin,” ungkap Saepudin.

    Menurut dia, pada awal panen raya 2023 yang lalu mesin pemanen serbaguna itu rusak, tetapi tidak terlalu parah. Kerusahakan itu terjadi karena mesin dipaksa memanen di lahan yang berlumpur. Ya, kami belum berpengalaman, sehingga mesin itu dipakai di semua jenis lahan pertanian, padahal yang paling tepat adalah di lahan yang sudah kering atau paing tidak tidak dalam dan tidak berlumpur. Waktu itu kas kelompok dikeluarkan sebesar 15 juta rupiah.*sembada/rori/henry

komentar

You must be logged in to post a comment.

plaza kemitraan

  JUDUL TERSEBUT DI atas sangat menarik disimak. Bahwa para petani punya utang atau hutang sudah jamak diketahui. Tetapi, misalnya mengapa Dewan Perwakilan Rakyat Republik

Pengantar Redaksi: KONON SAAT INI di Indonesia tidak ada daerah atau desa yang menerapkan pertanian hamparan luas dengan pola pengolahan tanah hingga pemasaran. Satu-satunya yang