Kelompok Tani Gunung Kencana Mampu Hasilkan Jagung Kadar Air 14
Wednesday, 27th February, 2019 | 786 Views

SETELAH ADA MESIN pengering jagung bantuan pemerintah pada 2018, pada akhirnya para petani anggota lembaga masyarakat desa hutan (LMDH) makin bersemangat menanam jagung. Kenapakah gerangan?

Tersebutlah kondisi sangat klasik yang dihadapi para petani di Indonesia bahwa masa tanam harus disesuaikan dengan musim. Sebab, kalau panen saat musim penghujan risiko hilang hasil sangat tinggi. Misalnya, jagung menjadi berjamur. Bahkan membusuk. Hal ini berakibat kerugian yang sangat besar bagi para petani. Inilah kondisi yang umum.

Namun, kini potret itu tidak berlaku lagi bagi para petani di Kabupaten Lebak terutama di Kecamatan Gunung Kencana termasuk di desa tetangga di kecamatan yang sama, yaitu Desa Gunung Kendeng. Sebab, alat pengering dan pengering dengan kapasitas 6 ton per jam sudah tersedia. Apabila saat panen seperti pada Januari hingga April mendatang tidak perlu lagi muncul kecemasan karena sudah ada mesin pengering sekaligus pemipil jagung.

Menurut Wawan, Ketua LMDH Giri Mukti yang dipercaya menangani Corn Driyer Station itu mengungkapkan bahwa mesin yang dikelola anggota kelompok tani LMDH itu berkemampuang menguras air dari biji jagung hingga didapat rendemen atau kadar air hingga 13,6 persen atau setara 14. Apa artinya? Jagung yang dihasilkan bisa memenuhi syarat pengolahan pada industri pakan ternak di mana sja.

“Kendati demikian, pihak perusahaan pakan ternak PT Charoon Pokphand Indonesia atau CPI tetap menerima jagung dari petani dengan kadar air 21 persen atau kering panen. Hal itu justru menggembirakan para petani. Sebab, seusai panenpun jagung mereka ditampung dan sesudah dikeringkan mesin pada level rendemen 14 pun juga langsung ditampung,” Wawan bercerita.

Ikhwal rendemen yang masih tinggi itu Manajer Operasional PT CPI Henry Lingga mengungkapkan bahwa piaknya memang menerima jagung petani kendati kada airnya mencapai 21 persen. Sebab, selama puluhan tahun petani tidak punya alat dan masin pengering. Bahkan lantai jemur juga tidak punya. Selain itu para petani hanya memiliki lhan yang sempit untuk budidaya jagung, sehingga hasilnya juga hanya sedikit.

“Memang kami bisa menerima jagung dengan kadar air masih tinggi. Itu bisa kami maklumi dan kami tidak pernah mempersoalkan hal itu. Sebab, kami punya alat pengering yang lebih memadai dan canggih. Standar pengolahan kami untuk pakan ternak sudah terukur, sehingga itu tidak jadi masalah lagi. Semua jagung yang dihasilkan petani bisa kami terima,” demikian Henry Lingga kepada Media Pertanian online www.sembadapangan.com seusai melakukan Panen Raya Jagung Hibrida Berbasis Korporasi Petani di Desa Bulakan, Kecamatan Gunung Kencana, Kab.Lebak, Provinisi Banten, beberapa waktu lalu. *sembada/henry/rori

komentar

You must be logged in to post a comment.

plaza kemitraan

  JUDUL TERSEBUT DI atas sangat menarik disimak. Bahwa para petani punya utang atau hutang sudah jamak diketahui. Tetapi, misalnya mengapa Dewan Perwakilan Rakyat Republik

Pengantar Redaksi: KONON SAAT INI di Indonesia tidak ada daerah atau desa yang menerapkan pertanian hamparan luas dengan pola pengolahan tanah hingga pemasaran. Satu-satunya yang