“Kami Akan Tambah Semangat Tanam Kedelai Bila Janji Bantuan Mesin Terwujud”
Tuesday, 5th June, 2018 | 659 Views

PETANI YANG JUGA Ketua Kelompok Tani Suko Maju itu bernama Ngadi. Namanya memang singkat atau hanya sesingkat itu, tetapi pengalamannya bertanya sudah panjang. Hampir sepanjang usia hidupnya. Atau dikurangi masa bawah usia lima tahun atau balita. Selepas itu Ngadi sudah terjun ke sawah dan ladang mendampingi orangtuanya. Dia warga Desa Gampingan, Kecamatan Pagak, Kabupaten Malang yang berjarak tempuh dari Kota Malang sekitar satu jam dengan kendaraan sendiri.

Lelaki yang kulitnya selalu dihampiri terik mentari itu ditemui oleh Media Pertanian online www.sembadapangan.com di ladang yang luas milik PT Jasa Tirta di Desa Gampingan, Kecamatan Pagak, Kabupaten Malang, Jawa Timur. Dia kini berusia 45 tahun dan memiliki dua anak yang sudah lulus SLTA dan lulus SLTP. Agar sampai ke lahan yang sedang disiapkan untuk budidaya kedelai (Glycine max) itu harus jalan kaki atau naik sepeda motor dengan tereok-seok karena jalannya terjal.

Ngadi bercerita bahwa di kawasan seluas 75 hektare (ha) baru saja dipanen kedelai seluas 3 ha. Hasilnya cukup “mencengangkan” karena bisa mencapai bobot 2,1 ton per ha, padahal rata-rata nasional baru mencapai produktivitas sebesar 1,2 ton per ha. Kenapa bisa? Konon daerah itu sangat subur lantaran di kaki perbukitan dan bersebelahan dengan aliran sungai dari Bendungan Karang Kates. Para petani menyewa lahan itu dengan harga murah untuk setiap hektarnya.

Bendungan itu setiap tahun akan surut volume airnya dan tinggal batang sungai aslinya, sehingga hamparan seluas 700 ha bisa ditanami kedelai pada musim tanam sekarang atau pada April-September 2018. Ngadi hampir memastikan bahwa hasilnya akan menyenangkan para petani karena pasti kesuburan tanah sangat baik. Di ladang yang sedang digarap petani dengan luasan 75 ha itu saat ini masih ditumbuhi palawija yang sudah siap panen. Sebagian telah dipanen dan tinggal menunggu yang lainnya agar diolah serentak.

Pada saat panen Januari dan Februari yang lalu para petani anggota Kelompok Tani Suko Maju menjual kedelai seharga 7.400 rupiah per kg. Ternyata dengan harga jual sebesar 6.250 rupiah per kg petani sudah untung. Karena itulah pada masa tanam sekarang para petani sangat bersemangat menanam kedelai sekaligus mendukung program pemerintah untuk mencapai swasembada pangan termasuk kedelai pada 2019 mendatang.

“Kami petani di sini senang menanam kedelai. Dan akan makin semangat lagi apabila pemerintah memberi bantuan mesin perontok biji kedelai. Selama ini kami hanya memukuli polongnya agar rontok, tetapi selain lelah waktu yang terbuang percuma sangat banyak. Itulah alasan kami untuk mendapatkan mesin perontok itu, sehingga tenaga kami produktif untuk mengerjakan lainnya apabila telah selesai merontokkan kedelai,” ungkap Ngadi sembari tersenyum dan menyeka keringat akibat panas terik di ladang itu.

Diapun menambahkan bahwa ketertarikannya menanam kedelai karena puluhan tahun yang lampau kedelai sangat banyak di daerahnya. Namun, entah kenapa sekitar 5 tahun belakangan seolah menghilang dan diisi dengan tebu. Saat ini tanaman tebu sudah ditinggalkan petani dan beralih ke kedelai.

“Untuk September dan Agustus kami akan terus menanam kedelai. Panen bulan Januari yang lalu harga mencapai 7.400 rupiah per kg yang kami jual ke pedagang tahu, tempe dan pengelola kedelai lainnya. Harapan saya agar pada panen budidaya mendatang ini bisa mencapai harga 10.000 rupiah per kg. Pasti kami senang untuk dijadikan kecambah atau sayur toge yang harganya bisa sampai 10.000 rupiah per kg itu. Namun, untuk dijadikan tahu dan tempe harganya hanya berkisar 7.000 rupiah per kg sampai 7.500 rupiah per kg. Ini pun sudah untung. Sudah balik modal,” katanya tersenyum lugu ala ndeso atau bukan senyum orang kota yang bisa bermakna sepenuh delapan penjuru mata angin. *sembada

komentar

You must be logged in to post a comment.

plaza kemitraan

  JUDUL TERSEBUT DI atas sangat menarik disimak. Bahwa para petani punya utang atau hutang sudah jamak diketahui. Tetapi, misalnya mengapa Dewan Perwakilan Rakyat Republik

Pengantar Redaksi: KONON SAAT INI di Indonesia tidak ada daerah atau desa yang menerapkan pertanian hamparan luas dengan pola pengolahan tanah hingga pemasaran. Satu-satunya yang