Di Sragen Ada Vertical Dryer: Harga Beras Jadi Stabil dan Produksi Aman Pada Musim Hujan
Tuesday, 20th August, 2019 | 1263 Views

SETELAH SEMUA PERALATAN vertical dryer terpasang lengkap pada awal 2019 ini pada uji coba operasi, para petani menyadari betapa besar manfaat bantuan pemerintah itu. Selain itu para petani sudah langsung membayangkan bahwa gabah mereka tidak perlu lagi diserahkan kepada tengkulak saat panen. Para petani mengungkapkan bahwa harga beras menjadi stabil di lingkungan petani sendiri karena bisa langsung diolah di penggilingan yang bersebelahan dengan dryer atau mesin pengering.

            Petani di Desa Bandung, Kecamatan Ngrampal, Kabupaten Sragen, Jatmiko (34) menggarap sawah seluas 2 hektare (ha) menceritakan bahwa bantuan pemerintah itu diterimanya pada 2018 yang lau. Kapasitasnya adalah 10 ton gabah sekali proses atau selama 12 jam. Pada saat panen yang lalu para petani sudah menyesuaikan pemanenan dengan masa pengeringan di tempat ini.

            Jatmiko yang menjadi anggota Kelompok Tani (Koptan) Rukun Makmur itu menambahkan sebanyak 42 orang anggota Koptan rukun Makmur yang semuanya lelaki telah mampu menyesuaikan waktu panen dengan pengeringan, sehingga semua gabah yang mereka panen bisa dikeringkan sekaligus dan bergiliran dengan anggota kelompok lainnya.

            “Kami kompak semua setelah menerima bantuan dari pemerintah. Kami sadar telah dibantu melalui vertical dryer ini dan secara langsung sudah merasakan manfaatnya. Para anggota menyampaikan terima kasih kepada pemerintah telah membantu menghindari kerugian yang salama ini dirasakan karena hanya mengandalkan lantai jemur padi. Kalau cuaca mendung, mutu padi akan merosot. Begitu juga mutu berasnya setelah digiling akan jelek. Ini akan menyebabkan harga beras rendah,” kata Jatmiko kepada Media Pertanian online www.sembadapangan.com seraya menambahkan bahwa harga gabah kering panen (GKP) saat ini adalah 5.150 rupiah per kilogram (kg).

Harga Beras Stabil

        Di tempat terpisah Ketua Gabungan Kelompok Tani (Gapoktan) Ngudi Makmur, Desa Purwoejo, Kecamatan Gemolong Sriyanto menjelaskan pihaknya mengelola dryer bantuan pemerintah itu juga pada akhir 2018 yang lalu. Di Gapoktan ini terdiri dari lima kelompok tani (Koptan) yang masing-masing beranggotakan 40 petani.

          Satu di antara kelompok tani tersebut adalah Kelompok Tani (Koptan) Ngudi Rahayu dengan Ketua Fakih Hanafi yang sekaligus mengelola atau mengoperasikan vertical dryer bantuan pemerintah itu. Di tempat ini sudah ada mesin penggilingan padi yang juga diurus oleh Fakih Hanafi tersebut.

            “Para petani yang tergabung pada kami tentu bersyukur mendapat bantuan alat pengering tersebut. Sebelum ini ada para petani selalu menghadapi masalah saban panen terutama pada musim hujan. Memang di daerah ini bisa dua kali panen dalam setahun, sehingga pasti berkaitan dengan perubahan musim,” kata Sriyanto kepada Media Pertanian online www.sembadapangan.com di penggilingan Desa Purworejo itu.

         Menurut dia, kondisi yang dihadapi para petani sudah sangat berubah setelah ada pengeringan dengan mesin. Para petani sudah sabar menunggu padinya berumur panen atau tidak lagi tergantung kepada para pedagang yang mengijon tanaman mereka. Dan faktanya para petani tidak mau lagi menjual padi yang belum berumur panen lantaran harganya yang sangat murah.

             “Bahkan saat baru tanam pun lahan padi telah dibayar para tengkulak. Belum kelihatan apakah malai padi itu akan berisi bulir atau tidak sudah dibayar orang tertentu. Namun, kini padi akan dipanen sendiri karena tidak khwatir lagi membusuk atau rusak karena tidak kering. Alat pengering atau vertical dryer ini sangat menolong kami semua,” demikian penegasan Sriyanto dengan wajah berseri.

           Sebagai pengelola penggilingan yang terintegrasi dengan mesin pengering padi, Ketua Poktan Ngudi Rahayu Fakih Hanafi mengungkapkan bahwa para petani di wilayah ini hanya memiliki sawah yang tadah hujan dengan pola tanam padi-padi-jagung. Sebelum bantuan vertical dryer ada, Koptan Ngudi Rahayu sudah mengelola mesin penggilingan padi di kawasan Sentra Pelayanan Pertanian Padi Terpadu (SP3T) Kecamatan Gemolong.

        Fakih juga menyebutkan bahwa sejak April 2019 para petani sudah berdagang atau menjual beras dari panenan sawahnya atau bukan lagi padi atau gabah. Hal itu tejadi setelah alat pengering bisa beroperasi dengan kapasitas 10 ton gabah sekali proses 15 jam untuk gabah dengan kandungan air masih tinggi. Untuk gabah kering panen atau masa panen (MP) 2 waktu yang dibutuhkan mengeringkan gabah dengan volume 10 ton adalah 12 jam.

          “Sebelum kami mendapat mesin pengering itu para pedagang padi selalu menjatuhkan harga sesuka mereka. Misalnya, petani menjual gabahnya seharaga 3.000 rupiah per kg tidak ada yang mau atau maunya jauh di bawah harga itu, padahal harga pokok pembelian atau HPP yang dipatok pemerintah sudah mencapai 3.700 rupiah per kg. Masakan seperti itu. Dan itulah manfaat dari bantuan pemerintah kepada kami bahwa para petani tidak lagi bur-buru menjual padinya yang di sawah dan sudah menunggu sampai umur panenan,” ungkap Fakih seraya menyebutkan bahwa petani pemilik gabah itu hanya menanggung ongkos sebesar  2 juta rupiah sekali proses dengan volume 10 ton itu. Dengan kata lain ongkosnya hanya sebesar 200.000 rupiah per ton atau cuma 200 rupiah per kg sekali proses.

          Selanjutnya Koordinator Penyuluh Pertanian Lapangan (PPL) Kecamatan Gemolong Suyono mengatakan bercerita bahwa para penyuluh yang ada di setiap desa berkomitmen mendampingi para petani. Penyuluhan yang diberikan antara lain menyangkut budidaya, penangangan organisme pengganggu tanaman atau OPT serta pemupukan maupun pascapanen.

             “Dan khusus mengenai bantuan vertical dryer dari pemerintah juga alat dan mesin pertanian atau alsintan lainnya yang sudah diterima para petani, kami para penyuluh memberi bimbingan sekaligus pendampingan tentang inovasi teknologi dan perawatannya. Artinya, alsintan yang mahal itu agar dijaga, dirawat serta dimanfaatkan semaksimal mungkin untuk kemaslahatan anggota kelompok serta keluarganya dan jangan disalah-gunakan,” demikian Suyono menjelaskan. *sembada/rori/henry

komentar

You must be logged in to post a comment.

plaza kemitraan

  JUDUL TERSEBUT DI atas sangat menarik disimak. Bahwa para petani punya utang atau hutang sudah jamak diketahui. Tetapi, misalnya mengapa Dewan Perwakilan Rakyat Republik

Pengantar Redaksi: KONON SAAT INI di Indonesia tidak ada daerah atau desa yang menerapkan pertanian hamparan luas dengan pola pengolahan tanah hingga pemasaran. Satu-satunya yang