Bukhari: Inilah Beginilah Kami Pengendali OPT
Wednesday, 20th July, 2016 | 951 Views

TANPA bermaksud mengeluh dan tanpa pretensi apapun lelaki rendah hati, penyabar nan cerdas bernama Bukhari itu bertutur tentang apa profesi seorang pengendali hama dan penyakit tanaman. Dan bagaimana profesi itu dijalankan dengan penuh dedikasi, pengorbanan dan …. romantisme abdi negara yang serba kekurangan dan harus mencukupkan apa yang ada untuk keluarga. Berbagi untuk negara dan masyarakat.

“Ya, inilah beginilah kami yang bertugas mengendalikan orgnisme pengganggu tanaman,” seru Bukhari dengan nyaring tegas dan bersahabat. Bukhari dengan Golongan IV-C adalah tenaga fungsional profesional pengamat hama di Unit Pelaksana Teknis Balai Pengendali Perlindungan Tanaman Pangan dan Hortikultura, Dinas Pertanian Tanaman Pangan, Provinsi Sumatera Utara. Dia diwawancarai oleh Media Pertanian on-line www.sembadapangan.com dan Majalah Lumbung Pangan (Media Grup the BIG-5 Business) di atas mobil selama lebih satu jam sepanjang perjalanan seusai meninjau hamparan padi siap panen dari satu desa di Kabupaten Serdang Bedagai, Provinsi Sumatera Utara (Sumut) menuju Bandar udara (Bandara) Kuala Namu di Kabupaten Deli Serdang, Provinsi Sumut. Di bawah ini tuturan Bukhari secara utuh. Selamat menyimak.

                                          _________________

Tugas pokok seorang pengamat organisme pengganggu tanaman (POPT) yang memiliki wilayah kerja luas dipadukan dengan jadual kunjungan yang dimulai dari Senin hingga Kami. Pada jumat esok hari para pengamat berkumpul menganalisa data, kemudian melaporkan kepada koordinator di Balai Penggendali Organisme Penggangu Tanaman dan Tumbuhan-Pengamatan Hama Penyakit (BPOPTPHP). Para petugas yang gigih itu juga dikenali dengan predikat Pengendali Organisme Penggangu Tanaman dan Pengamatan Hama Penyakit (POPTPHP).

Para petugas yang mempunyai petak pengamatan tetap yang setiap musim harus ditempatkan di wilayah tugasnya. Peta wilayah merupakan hasil pengamatan dari musim tanam (MT) yang lalu dengan memetakan di mana OPT berad. Artinya, peta itu mengandung makna bahwa di sana ada endemis. Ada penyakit kronis. Mereka dengan cermat melihat umur tanaman, kemudian melihat pernahkah di situ ada OPT. Selanjutnya melihat varietas tanaman yang seragam lengkap dengan air sebagai sampel.

Petugas POPTPHP punya blangko pengawasan harian. Itu merupakan pengamatan terhadap 30 rumpun tanaman yang selalu diawasi pada petak pengawasan tetap. Mereka mereka juga harus mengamati pengawasan keliling (petak patroli) yang harus dikunjungi pada wilayah kecamatan sesuai tugas pokok dan fungsi (tupoksi) yang sudah ditentukan. Apabila pada wilayah dengan sebaran OPT, maka para petuga ini akan menghitung berapa intensitas serangan. Dan kalau sudah mencapai ambang penggendalian, maka seorang petugas POPT harus mengeluarkan peringatan ambang bahaya yang dipadukan dengan pengibaran bendera merah untuk menyatakan bahwa di wilayah itu sudah serangan satu jenis OPT.

Sebagai tindak lanjut pengibaran bendera merah, petugas dari BPOPT mengeluarkan rekomendasi pengendalian yang diarahkan pada pengendalian yang ramah lingkungan. Namun, jika tindakan pengendalian ramah lingkungan tidak mampu mengendalihan serangan hama, langkah terakhir adalah penggunaan pestisida yang disesuaikan dengan OPT yang ada di kawasan pertanaman itu.

Malapetaka Tanaman dan Ekosistem

Prosedur dan mekanisme semacam itu sesungguhnya berlaku secara nasional. Pelaksanaan profesi oleh petugas BPOPT yang berada di Sumatera Utara—setelah penggunaan pestisida memberantas OPT—melakukan kembali pengamatan lanjutan dengan maksud apakah pengendalian tersebut sudah terlaksana dengan benar. Seandainya belum, maka petugas BPOPT harus mengkoordinasikan lagi pelaksanaan penggendalian. Dengan kata lain, apabila lalai atau tidak segera dilakkukan tindakan standar, maka akan terjadi peledakan serangan OPT.

Untuk mencegah hal ini terjadi tentu harus dilakukan koordinasi petugas BPOPT dengan PPL dan kelompok tani setempat maupun dengan petugas Dinas Pertanian kabupaten. Misalnya, apakah penggendalian lanjutan akan menggunakan peptisida yang sudah ada di tangan brigade yang dikepalai oleh kepala laboratorium.

Kemudian harus ada petugas BPOPT di tempat karena mereka adalah petugas teknis yang akan mencampurkan pestisida sesuai dosis yang sudah ditetapkan. Pihak PPL kemudian memanggil kelompok tani agar hadir dalam pelaksanaan penggendalian hama tersebut. Semua aturan yang terkait dengan ini ditangai petugas BPOPT dan bukan anjuran pihak PPL. Pihak PPL tidak memahami dosis yang harus dibuat untuk membasmi hama penyakit. Misalnya, hama wereng batang yang menyerang, maka cara pengemprotannya diarahkan lebih ke bawah batang.

“Kalau penyemprotan asal-asalan akan menimbulkan malapetaka baru karena akan terjadi kekebalan pada hama wereng batang ini. Untuk itulah kenapa petugas BPOPT harus ada di lapangan mengawasi petani ketika penyemprotan hama. Selanjutnya pihak BPOPT harus melaporkan setiap lima belas hari sekali apa saja yang menjadi hama pengganggu bagi tanaman pangan, hortikultura, biofarmata dan tanaman hias.”

Para petugas BPOPT juga mengawasi dampak perubahan iklim, seperti banjir dan kekeringan. Apabila ada keadaan darurat atau tiba-tiba ditemukan di suatu wilayah serangan hama atau penyakit biasanya petugas lapangan segera mengabari secara langsung kepada petugas provinsi. Di dalam laporan itu diberikan catatan bahwa keadaan mendesak/mendadak berupa laporan khusus. Atas dasar itulah pihak Dinas Perlindungan di provinsi akan segera melaporkan kepada petugas Dinas Pertanian provinsi, gubernur dan bupati untuk melakukan tindakkan pencegahan secara bersama-sama.

Mengamati Pagi Siang Sore Malam

Saat ini petugas BPOPT dituntut wajib membuat kunjungn laporan bimbingan petani, yaitu  laporan teknis. Ini sangat berbeda dengan PPL yang memberikan penyuluhan  tentang bibit, tanah dan pemupukan. Pihak BPOPT memberikan pengetahuan bagaimana cara dan langkah para petani kita mengantisipasi serangan hama tanaman. Mereka bekerja pagi siang sore hingga malam dengan wilayah kerja sangat luas, yaitu dua kecamatan yang harus diamati apakah ada perkembangan atau perubahan hama. Pekerjaan itu harus dilaksanakan selama 24 jam dengan kondisi apapun. Misalnya, saat ini para petugas BPOPT sudah ada yang bekerja selama delapan tahun tanpa difasilitasi sarana prasarana berupa sepeda motor. Tugas kami juga bertambah dengan membuat laporan untuk kebutuhan asuransi tanpa tambahan apapun, sementara perusahaan asuransi hanya enak-enak mendapat laporan dan urusan selesai. Kami pontang-panting ke lapangan untuk kepentingan mereka. Ini sungguh tidak adal.

Pengaturan pemakaian air dan pola tanam juga tugas kami dan itu dilaksanakan selama 24 jam dan tujuh hari seminggu. Sebab, kalau sewatu-waktu ada laporan serangan OPT harus segera ditangani dengan membuat laporan hasil pengamatan.

Cermat Seluruh Tanaman Pangan

Menurut saya pangan itu berupa macam komoditi yang harus diamati, di antaranya padi, kedelai, jagung, ubi kayu, ubi jalar dan kacang-kacang. Itu semua tergabung pada tanaman pangan, tanaman Hortikultura di antaranya, bawang merah, cabe, kentang dan sebagainya. Begitupun dengan tanaman biofarmata dan tanaman hias semua komoditi yang kami sebutkan itu adalah pekerjaan dari petugas BPOPT. Hasil dari pengamatan itu adalah ramalan berupa petunjuk telah terjadi peningkatan OPT yang selanjutnya segera dikeluarkan surat peringatan kewaspadaan oleh provinsi.

Wilayah tugas pengamatan kami sangat luas tanpa sarana penunjang memadai. Hanya ada satu mobil dinas bantuan dari pusat. Bantuan terakhir itu adalah pada 2007 yang mobilnya sesungguhnya sudah tidak laik walaupun siang hingga malam mobil itu tidak pernah berhenti karena dipakai mengamati wilayah kerja di 400-an kecamatan.

Mobil Laboratorium Soak Melulu

Mobil laboratorium yang ada saat ini adalah hibah dari Jepang pada 1988. Peralatan teknis pengamatan di dalamnya sudah soak alis tidak bisda diandalkan. Seandainya ada laporan terjadi serangan OPT dengan munafik kami akan seolah sigap walaupun memang sikap mewaspadai OPT. Tetapi, bagi kami akan serba sulit menentukan apa jenis OPT yang menyebar atau muncul karena modil laboratorium tidak bisa diandalkan.

“Kami akan sampaikan kepada petani agar sabar menunggu selama seminggu untuk memeriksa OPT yang menyerang dan kami akan pinjam laboratorium pihak lain untuk memeriksa dan menguji OPT itu. Hal semacam ini sangat memprihatinkan dan memalukan. Mengejar kualitas dengan mengandalkan tangan kosong, waaaah waaah, mana tahaaan.”

Kami berharap ada perhatian yang sangat khusus oleh Pemerintah Pusat untuk kelengkapan laboratorium. Laboraorium berjalam (mobile) maupun laboratorium statis di kantor. Sebab, mikroskop yang kami pakai untuk mengamati jamis hama pengganggu itu sudah berusi 28 tahun. Apa yang diharapkan dari ini? Bagaimana pemerintah meminta kami bekerja baik dan benar kalau dalam bekerja kami tidak ada fasilitas yang memadai dan canggih dalam menghadapi OPT yang semakin rumit pula?

Ada climate change atau perubahan iklim yang membawa OPT yang kuat dan hebat. Dan itu dilawan dengan pengamatan asal ada? Wallahualam musawab…, namun kami tetap bekerja keras dengan jujur dan bertanggungjawab. Dan entahlah apa dan bagaimana penilaian para petinggi di Kementerian Pertanian soal ini. Membangun laboratorium atau membangun gedung-gedung yang sudah bagus? Apa yang digengsikan dengan terus-terus mempercantik gedung dan kawasannya yang sudah hebat dan bagus melalui renovasi menghabiskan ratusan juta rupiah setiap tahun? Dan untuk laboratorium puluhan juta rupiah tidak mampu? Apa dan mengapa pula pihak DPR Komisi IV Bidang Pangan mengetahui dan merasakan hal-hal itu? *

komentar

You must be logged in to post a comment.

plaza kemitraan

  JUDUL TERSEBUT DI atas sangat menarik disimak. Bahwa para petani punya utang atau hutang sudah jamak diketahui. Tetapi, misalnya mengapa Dewan Perwakilan Rakyat Republik

Pengantar Redaksi: KONON SAAT INI di Indonesia tidak ada daerah atau desa yang menerapkan pertanian hamparan luas dengan pola pengolahan tanah hingga pemasaran. Satu-satunya yang