Nanda Abraham: Sorgum Hasil Petani Berapapun Jumlahnya Saya Terima Dan Olah Jadi Beras dan Tepung
Tuesday, 13th December, 2022 | 1447 Views

Pengantar:

BELUM LAMA DI Desember ini Media Pertanian online www.sembadapangan.com berkesempatan berkunjung ke pabrik PT Artha Duta Lestari (ADL) yang dikelola oleh Nanda Abraham. Lokasi pabrik termasuk gudang seluas 36 meter kali 22 meter itu berada di Desa Tlajung Udik, Kecamatan Gunung Putri, Kabupaten Bogor, Jawa Barat (Jabar). Di sisi pabrik itu masih tersedia lahan kosong yang sudah sempat dimanfaatkan sebagai penjemuran hasil panen. Pada waktu mendatang lahan tersebut akan dibenahi untuk menjemur sorgum dari para petani yang panen dan juga hasil dari para petani binaan PT ADL di kawasan Jabar. Berikut tuturan Nanda Abraham, Direktur Utama PT ADL terkait pabrik tersebut.

 

      Ketertarikan saya pada tanaman sorgum (Sorghum bicolor) didorong oleh empat hal penting, pertama bahwa sorgum telah popular di Indonesia beberapa dekade atau dasarawarsa yang lalu. Kedua, fisik sorgum mulai dari akar, batang daun, malai selain biji sorgum sangat bermanfaat. Jadi, tidak aka nada bagian yang terbuang sia-sia. Ketiga, sorgum bermanfaat secara fungsional terutama bagi penderita penyakit gula atau diabetes serta untuk pakan ternak. Terakhir, sorgum sangat berpotensi mengurangi impor gandum, sehingga devisa Negara tetap aman dan dihemat.

   Saya sudah bertekad untuk fokus mengolah sorgum menjadi beras sorgum dan tepung. Saya sudah mempersiapkan infrastruktur untuk itu di pabrik ini. Bahwa sekarang kapasitas permesinan masih kecil, hal itu akan ditingkatkan pada 2023 seiring dengan panen sorgum oleh para petani binaan kami. Bahkan sorgum hasil petani penggiat tanaman sorgum juga akan kami berapapun jumlahnya.

    Menyangkut produk beras sorgum kami saat ini sudah ada izin  Produk Segar Asli Tanaman (PSAT) yang dikeluarkan pihak Dinas Ketahanan Pangan. Nomor izinnya sudah keluar dan sudah kami bubuhkan pada produk kami. Kalau untuk produk tepung, izinnya dari pihak Badan Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM). Nomor izin tersebut baru diperlukan kalau produk akan masuk ke pasar modern. Namun, apabila tidak masuk ke pasar modern, izin BPOM tidak diperlukan.

      Beras sorgum kelas A yang kami pasarkan adalah 35.000 rupiah per kilogram (kg) dan kelas B harganya adalah 30.000 rupiah per kg. Pada saat ada pesanan atau pembeli dating, waktu kedaluwarsa produk-produk tersebut telah tercantum. Artinya, apabila beras sorgum akan masuk ke pasar modern seperti super market atau toko eceran, tanggal kedaluarsanya telah tercantum. Sebab, kemungkina belum terjual beberapa waktu, maka konsumen masih bisa mengetahui keamanannya untuk dikonsumsi. Kalau langsung ke konsumen atau diambil tentu beras sorgum akan langsung dikonsumsi atau dalam beberapa hari sudah habis.

Petani Jangan Khawatir, Semangatlah Tanam Sorgum

      Di setiap ada kesempatan atau waktu, saya selalu menyampaikan imformasi kepada petani pembudidaya sorgum agar jangan khawatir terhadap hasil panen mereka. Sebab, untuk setiap hasil panen yang baik dan sudah sesuai standar perusahaan kami, pasti akan dibeli semua. Kami siap menampung berapapun hasil panen dari petani. Sejalan dengan pernyataan menteri BUMN yang siap menampung hasil komoditi pertanian, saya juga menyatakan siap menampung hasil panen sorgum para petani. Itu berapapun volumenya atau tonasenya.

     Memang daya tampung kami telah direncanakan sesuai masukan para petani dari kawasan Jawa Barat. Tetapi, sorgum dari seluruh Indonesia bisa juga walau tergantung pada kondisi pengangkutannya. Nah, selama harganya masih masuk atau sesuai sampai ke dalam gudang kami di Gunung Putri ini kami pasti akan terima.  Tetapi, ternyata harga logistiknya bisa 50 persen dari harga komoditi tersebut. Itu sudah tidak mungkin, sebab harga di ujungnya akan berbeda dengan standar yang saya buat.

Produk Sorgum Petani Diserap

    Kenapa gerangan? Ke depannya saya menginginkan pada saat masyarakat sudah banyak yang menanam sorgum dan ketika saya sudah mendapatkan hasil panen yang menetap atau rutin,  maka mesin produksi saya berjalan terus. Dengan demikian, orang yang bekerja di perusahaan saya bisa bertambah. Artinya, perusahaan saya bisa menyerap tenaga kerja lebih banyak dan hasil produksi saya lebih banyak. Seiring hal itu masyarakat yang menyerap beras sorgum yang saya produksi lebih banyak  dan hasil produksi saya bisa diterima pasar dengan baik.

   Bahkan ikutan semua itu otomatis nantinya mengikuti harga pasar. Harga beras sorgum akan makin murah, sehingga terjadi keseimbangan harga. Harga akan mendapatkan satu titik ekuilibrium. Harapan saya masyarakat luas akan menyadari ternyata harga beras sorgum  bisa lho sama dengan harga beras. Atau….ooh harga tepung sorgum bisa bersaing  dengan tepung gandum atau mungkin bisa lebih murah. Nah, hal itu tergantung keadaan ke depannya seperti apa nanti. Tepung sorgum yang kami jual harganya mencapai 55.000 rupiah per kg.

      Namun, saya punya harapan bahwa beras sorgum ini tidak seperti harga di pasaran yang sekarang sekitar 30.000 rupiah per kg atau 35.000 rupiah sampai 40.000 rupiah per kg. Tetapi, nanti harapan saya beras sorgum ini bisa di bawah 20.000 rupiah untuk satu kilogramnya. Mungkin bisa sampai 15.000 rupiah per kg, sehingga nantinya yang bisa menikmati beras sorgum ini tidak hanya kalangan menengah ke atas, tetapi semua lapisan masyarakat bisa memakan dan membeli beras sorgum ini.

    Jadi, di masa depan masyarakat kita bisa mengalami perubahan pola mengkonsumsi bahan pokok yang tidak bergantung pada komoditi beras saja. Bayangkan penderita diabetes bisa mengkonsumsi beras sorgum ini karena glutennya tidak ada. Sementara pada beras glutennya sangat tinggi.

Pemerintah Jangan Pencitraan

   Jadi, memakan beras sorgum setiap hari bisa berdampak positif terhadap kesehatan kita. Dan bagusnya beras sorgum sangat bagus bagi anak penderita stunting. Jadi, manfaat dari sorgum ini sangat besar yang bisa didapat. Harapan saya pemerintah fokus bagaimana caranya mendukung upaya-upaya yang dilakukan oleh pihak swasta maupun masyarakat petani. Program pemerintah harus berkesinambungan.

    Kalau untuk masyarakat petani yang dibutuhkan adalah bagaimana agar bisa lebih mudah untuk menanam benih sorgum. Jadi, ada pendekatan untuk teknologi pertanaman. Sekarang ini tidak bisa digunakan dalam menanam biji sorgum. Kedua, kalau bicara hasil panen, ketika memanen belum ada harvester atau alat pemanen yang cocok memanen sorgum, sehingga perlu ada inovasi teknologi yang harus dilakukan pemerintah khususnya badan Riset Inovasi Nusantara (BRIN).

   Itu juga merupakan harapan saya kepada pemerintah agar jangan cuma hanya sekadar program demi membangun pencitraan, melainkan sudah menjadi sebuah program yang bisa menjadi prioritas  dan terus-menerus bisa dilakukan. Jadi, siapapun presidennya dan siapapun menteri pertaniannya, petani bisa memanfaatkan inovasi teknologi.

  Sebab, apabila ini dilakukan terus-menerus saya yakin impor gandum kita dengan sendirinya akan makin berkurang signifikan. Dan ini akan mengurangi devisa kita. Dampak positif ekonominya akan menggembirakan jika produksi kita kuat melalui bantuan inovasi teknologi yang dibuat oleh peneliti bangsa sendiri.

Fokus di Jawa Barat, Daerah Lain Boleh

   Dalam kesempatan ini saya ingin jujur mengatakan bahwa saya punya rencana tetap dalam rangka perluasan sorgum di Indonesia. Satu cara saya harus lakukan adalah fokus di wilayah Jawa Barat. Nanti langkah selanjutnya kalau ada pengembangan di wilayah lain, maka itu harus ada juga sinergi dengan dinas-dinas pertanian yang ada di daerah atau wilayah tersebut.

   Kalau kondisi itu memang ada, saya akan dukung dan akan membangun gudang penampungan di kawasan itu agar efisien. Misalnya di Sumatera Utara atau Riau atau Sumber. Bahkan Lampung. Sebab, pemerintah telah memilih Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) dan NTB untuk pengembangan sorgum nasional.

    Nah. Di sorgum ini kita harus menentukan pilihan apakah kita produknya akan menjadi beras atau tepung. Kita fokus di situ. Misalnya, apakah produknya kita untuk gula pasir dan gula cair kita harus fokus di situ. Kalaupun kita memproduksi sebagian kecil berasnya itu hanya bonus.

     Tapi harus ada yang menjadi fokus dalam sorgum ini karena varietas usaha dalam sorgum ini banyak dan varietas sorgum itu untuk menjadi gulanya. Misalnya mungkin bukan bioguma  mungkin varietas yang lain. Nah, kalau untuk memproduksi nira itu harus sorgum yang mempunyai batang yang besar  dan varietas yang dibutuhkan itu yang mana. Jadi,  harapan saya sederhana saja. Jangan banyak menyebarkan varietas  nanti petani akan menjadi bingung  terus yang menyerap produksi sorgumnya juga akan menjadi bingung.

     Kenapa demikian? Contoh saya  memfokuskan usaha ini pada varietas bioguma  siapapun petani yang menanam bioguma  pasti saya tampung karena saya sudah tahu mutunya dan akan saya jadikan produksi beras  dan tepung  tapi ketika saya mendapatkan Super-1 yang warnanya agak merah untuk dijadikan beras akan aneh bentuknya. Dimasak juga kurang rasanya, bisa sih dimasak dan dimakan, namun menurut pendapat saya itu kurang cocok, mungkin varietas itu akan lebih cocok untuk dijadikan gula.

   Kelebihan dari bioguma ini turunannya bisa beragam. Cuma saya lebih berfokus untuk menjadikannya berupa beras dan tepung saja dulu. Sebab, ke depan saya berharap dengan kemampuan menghasilkan tepung sorgum yang banyak kan menjadi substitusi gandum. Jadi, mengurangi impor gandum itu yang menjadi tujuan saya. Titik. Tidak lebih. Paling tidak untuk sementara waktu sembari membaca perkembangan pasar. Begitulah.*sembada/rori/henry

komentar

You must be logged in to post a comment.

plaza kemitraan

  JUDUL TERSEBUT DI atas sangat menarik disimak. Bahwa para petani punya utang atau hutang sudah jamak diketahui. Tetapi, misalnya mengapa Dewan Perwakilan Rakyat Republik

Pengantar Redaksi: KONON SAAT INI di Indonesia tidak ada daerah atau desa yang menerapkan pertanian hamparan luas dengan pola pengolahan tanah hingga pemasaran. Satu-satunya yang