Masuk Resi Gudang Untungkan Negeri: Dari Hasil Tambang-Hasil Hutan-Hasil Kebun-Hasil Sawah-Hasil Ternak-Hasil Laut
Saturday, 1st May, 2021 | 858 Views

 

Pengantar Redaksi:

SESUNGGUHNYA TELAH TERBUKA jalan dan cara bagi petani peternak dan nelayan serta pelaku usaha koperasi usaha kecil menengah meraih keuntungan. Bahkan juga bagi penambang. Jalan itu melalui Sistem Resi Gudang (SRG) dan caranya adalah jangan menjual barang atau komoditi yang dihasilkan saat harganya rendah atau merosot. Para pelaku usaha cuma memasukkan barangnya ke SRG dan tentu tinggal menanti laba yang menggembirakan. Di bawah ini tuturan Widi Astuti,SE,MSi ketika bincang hangat tentang SRG dengan Media Pertanian online www.sembadapangan.com dan Media Pertanian online www.maritimporosnusantara.com di kantornya, baru-baru ini. Widi Astuti adalah Kepala Biro Pembinaan dan Pengawasan Sistem Resi Gudang dan Pasar Lelang Komoditas, Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi (Bappebti), Kementerian Perdagangan. Selamat menyimak dan mencermati.

Apa kendala petani-nelayan yang telah terdeteksi untuk berpartisipasi di SRG? Bagaimana di sektor pertambangan?

    Pada umumnya kendala yang dihadapi pelaku untuk memanfaatkan SRG terutama petani, antara lain terkait dengan pemenuhan standar mutu komoditas hasil panen atau produksi yang dihasilkan. Hal itu menyebabkan beberapa kasus dimana pemilik barang harus mengeluarkan biaya ekstra untuk memproses komoditasnya agar bisa diterima di Gudang SRG. Misalnya,  kadar air yang disyaratkan tidak terpenuhi. Untuk itu perlu dilakukan pengeringan dengan menggunakan mesin pengeringan.

      Selain terkait standar mutu, kendala lain yang dihadapi adalah proses pembiayaan SRG. Sebab, di wilayah tertentu masih sering terjadi dimana pemilik barang yang sudah menyimpan komoditas dengan skema SRG kesulitan mendapatkan pembiayaan dengan jaminan atau agunan Resi Gudang komoditas.  Hal tersebut terjadi karena lembaga keuangan termasuk bank yang belum akrab atau familiar dengan konsep pembiayaan SRG berbasis komoditas, sehingga proses pembiayaan bisa ditolak atau proses pencairan menyita waktu yang lama.

Menyangkut produk pertambangan?

    Kalau yang terkait SRG sektor pertambangan hingga kini baru komoditas timah yang menjadi komoditas SRG di Indonesia dan itupun baru mulai dimanfaatkan pelaku usaha pada 2020. Potensi SRG untuk komoditas pertambangan cukup besar, mengingat selama ini pelaku pertambangan telah memanfaatkan skema SRG untuk pembiayaan usaha. Dengan skema pembiayaan SRG yang telah diatur dalam undang-undang (UU) dan peraturan turunannya, pemanfaatan skema pembiayaan berbasis SRG akan memberikan kepastian dan keamanan pun kenyamanan bagi pelaku usaha pertambangan.

Sejauh mana posisi tawar petani- nelayan telah berkembang?

    Satu dari beberapa latar belakang pengembangan  Skema SRG di Indonesia adalah kondisi yang terjadi kepada pelaku usaha atau produsen terutama di sisi hulu yang menyangkut petani-nelayan, dimana posisi tawar mereka yang masih lemah. Penyebabnya antara lain kelembagaan petani-nelayan yang belum kuat, akses terhadap pasar yang terbatas dan cenderung tertutup serta manajemen pasca panen yang masih belum baik pengelolaannya.

   Memang SRG menjadi satu alternatif solusi untuk menjawab berbagai hal tersebut melalui mekanisme tunda jual/manajemen stok sekaligus sebagai instrumen pembiayaan. Juga secara tidak langsung dapat mendorong para pelaku usaha kecil, seperti petani untuk membentuk kelompok kolektif dalam memanfaatkan SRG.

    Jika realitas yang ada saat ini diperhatikan, secara umum sudah terjadi perbaikan dalam posisi tawar petani-nelayan. Indikasinya adalah mulai banyak terbentuk kelompok-kelompok tani-nelayan di sentra industri, literasi keuangan yang makin meningkat dengan memanfaatkan kredit usaha untuk modal usaha dan lainnya. Namun demikian, masalah klasik yang sampai saat ini perlu untuk diatasi adalah terkait keterbukaan akses pasar. Para petani masih sangat bergantung pada para pedagang pengumpul karena keterbatasan informasi pasar, harga serta cadangan.

Adakah progres jaminan komoditas yang signifikan hingga sejauh ini?

    Dalam beberapa tahun terakhir pemanfaatan SRG menunjukkan pertumbuhan yang positif dan signifikan. Saat ini implementasi SRG di Indonesia sudah semakin berkembang dan tersebar di beberapa daerah yang merupakan sentra penghasil komoditas khususnya untuk komoditas pertanian. Meskipun demikian, pemanfaatan SRG untuk komoditas lain, seperti kopi dan rumput laut juga menunjukkan peningkatan beberapa tahun terakhir. Bahkan komoditas ikan juga saat ini telah diinisiasi di beberapa daerah sentra perikanan.

    Dari tahun ke tahun partisipasi pelaku usaha komoditas dalam memanfaatkan SRG juga semakin meningkat termasuk di dalamnya badan usaha yang terlibat langsung dalam menyelenggarakan pengelolaan gudang berbasis SRG. Pihak badan usaha telah memanfaatkan SRG sebagai skema penyimpanan stok, tunda jual dan untuk memperoleh pembiayaan usaha serta badan usaha yang membeli barang dari gudang SRG.

   Peningkatan partisipasi pelaku usaha dan kelembagaan pada SRG tentu berdampak langsung kepada nilai pemanfaatan SRG yang dalam tiga tahun terakhir menunjukkan pertumbuhan positif. Pada 2020 nilai transaksi SRG telah tercatat mencapai 191,2 miliar rupiah atau mengalami pertumbuhan 71,9 persen. Selain itu nilai pembiayaan berbasis SRG juga mengalami peningkatan dan tercatat pada 2020 nilai pembiayaan yang disalurkan telah mencapai 117,7 miliar rupiah atau meningkat sebesar 84,4 persen. Peningkatan nilai pembiayaan ini sekaligus menunjukkan bahwa pemanfaatan pembiayaan berbasis jaminan komoditas atau SRG mengindikasikan bahwa SRG sebagai alternatif pembiayaan usaha semakin dioptimalkan.

Bagaimana responsi antara petani-nelayan di Indonesia barat, Indonesia tengah dan Indonesia timur terhadap SRG/RG?

    Jika melihat sebaran pemanfaatan SRG oleh para pelaku usaha, bisa dikatakan bahwa wilayah barat (khususnya pulau Jawa) cukup dominan sebaran lokasi pemanfaatan SRG dibandingkan di wilayah tengah dan timur. Hal ini dapat disebabkan beberapa faktor antara lain kelembagaan petani, literasi SRG dan literasi keuangan, sarana produksi dan pasca panen yang lebih lebih mudah diakses, dekat dengan pasar, infrastruktur yang mendukung (gudang, transportasi dan lainnya) serta kelembagaan SRG yang memang secara fakta di lapangan lebih baik dan lebih siap dalam mendukung SRG dibandingkan wilayah tengah dan timur

Benarkah uji mutu komoditas di SRG itu membuat petani-nelayan enggan karena blm familier?

    Tujuan SRG adalah mendorong para pelaku usaha menghasilkan produk atau komoditas yang berdaya saing dengan kualitas terstandar dan dapat diterima oleh pasar. Untuk itu mekanisme uji mutu komoditas merupakan satu bentuk penyeleksian untuk mengidentifikasi kelayakan dan standar mutu dalam SRG. Pada awalnya mekanisme ini memang belum terbiasa dilakukan oleh para petani-nelayan, namun bagi dunia usaha atau industri, kualitas mutu merupakan suatu unsur penting dalam menghasilkan produk turunan yang berdaya saing dan memiliki nilai tambah.

   Melihat pelaksanaan SRG yang sudah berjalan cukup baik di beberapa daerah, prosedur uji mutu bukanlah menjadi kendala bagi para petani. Artinya, selama di wilayah tersebut telah ada lembaga uji mutu SRG tidak akan jadi masalah. Melalui informasi mutu, petani mendapatkan informasi yang cukup jelas terhadap kualifikasi komoditas yang pada gilirannya akan mempermudah dalam penentuan nilai komoditas.

Berapa persentase atau angka peserta yang sudah menjual sertifikat RG pada 2021 terbanding 2020? Dominan di mana?

   Kalau dibandingkan dengan pada 2020, penerbitan Resi Gudang hingga April 2021 telah meningkat rata-rata sebesar 45 persen Pada 2020 jumlah resi diterbitkan sampai April sebanyak 80 resi, sedangkan 2021 sebanyak 116 resi. Dari sisi volume juga meningkat rata-rata  sebesar 52 persen. Adapun lokasi penerbitan Resi Gudang yang dominan adalah di Kabupaten Kebumen (Jawa Tengah), Grobogan (Jawa Tengah), Barito Kuala (Kalimantan Selatan), Gowa (Sulawesi Selatan) serta Kabupaten Pandeglang di Provinsi Banten.

Bagaimana perkembangan skema subsidi terkait perubahan SK Mendag No.171/2019 untuk melibatkan koperasi/UKM?

    Khusus menyangkut hal itu sekarang masih dalam pembahasan dengan Kementerian Keuangan. Kini persoalan tentang subsidi itu sedang dikaji ulang di Biro Hukum Kementerian Keuangan. Dan dalam revisi PMK tersebut usaha kecil dan menengah (UKM) akan dimasukkan sebagai satu pihak yang bisa mendapatkan skema subsidi RG.

    Dalam revisi tersebut selain untuk merevisi pihak yang berhak, dimana selama ini petani, kelompok tani dan gabungan kelompok tani maupun nelayan dan koperasi diusulkan bisa untuk UKM. Selain revisi pembiayaan yang semula sebesar 70 persen dari nilai barang atau sebesar 75 juta rupiah diusulkan agar bisa mendapatkan hingga 500 juta rupiah dalam revisi PMK 171 itu. Skema Subsidi Resi Gudang (S-SRG) tidak diatur dalam SK Mendag melainkan diatur melalui Peraturan Menteri Keuangan (PMK 171/2019).

    Peraturan teknis terkait penyaluran S-SRG ini yang diatur dalam Permendag 66/2009. Peserta S-SRG yang berbentuk koperasi telah diakomodir dalam PMK 171/2019, walaupun sesungguhnya dibatasi untuk Koperasi Tani. Dan untuk UKM memang telah dimasukkan dalam rancangan perubahan PMK 171/2019. Pada perkembangan terakhir, peserta S-SRG akan diperluas tidak hanya petani, kelompok tani, gapoktan dan koperasi melainkan juga kepada UKM dengan plafon maksimal 500 juta rupiah per orang per tahun.

RG/SRG telah diintrodusir pemerintah beberapa dekade agar fokus di hilirisasi. Adakah evaluasi terinci-terukur untuk peningkatan peran-serta khalayak?

   Berdasarkan hasil kajian yang dilakukan pihak Bank Indonesia di Kuningan, Jawa Barat, pihak yang memperoleh profit terbesar dalam rantai nilai gabah adalah pengumpul besar yang memiliki Rice Milling Unit (RMU), yaitu sampai dengan 51 persen. Di pihak lain, para petani atau kelompok tani umumnya hanya memperoleh profit rata–rata 4 persen. Oleh karena itu skema SRG yang paling menguntungkan bagi petani, yaitu jika gabah disimpan di Gudang SRG dan selanjutnya diterbitkan resi sebagai jaminan untuk memperoleh pembiayaan dari bank.

   Bagi pengelola gudang (koperasi) akan lebih menguntungkan apabila gudang dilengkapi RMU untuk melakukan penggilingan gabah sendiri. Dengan demikian, SRG tidak hanya melakukan skema tunda jual, tetapi juga memotong mata rantai pemasaran. Sebab, setelah beras tersebut digiling akan dapat dijual langsung ke pasar induk beras. Dari hasil simulasi apabila skema ini berjalan, petani diperkirakan dapat memperoleh profit sebesar 5 persen dan pengelola gudang (koperasi) dapat memperoleh profit optimal hingga mencapai 75 persen. Dan untuk meningkatkan taraf hidup petani dapat diusulkan skema profit sharing antara pengelola gudang (koperasi) dengan petani.

   Pengembangan pelaksanaan SRG tidak bisa dijalankan secara sepotong-sepotong atau parsial, melainkan harus dilakukan secara integratif hulu-hilir. Para pelaku usaha di kedua sektor ini memerlukan sistem pembiayaan perdagangan berbasis teknologi canggih. Petani produsen atau pelaku di hulu yang memanfaatkan SRG tidak akan mampu memperoleh nilai tambah yang optimal dari SRG apabila gudang-gudang SRG tidak bisa terkoneksi dengan pasar atau pelaku usaha di hilir.

Kenapa gerangan demikian?

     Sebab, gudang SRG tidak dapat sekadar menjadi tempat penyimpanan, melainkan harus menjadi tempat sarana pemasaran dan pemberian nilai tambah. Berdasarkan hal inilah, maka peran pengelola gudang SRG menjadi sangat penting. Pengelola gudang SRG tidak bisa hanya menjadi penjaga barang, penjaga gudang, melainkan harus menjadi manajer investasi bagi para petani penyimpan. Pengelola gudang harus mampu menjadi mitra usaha para petani, mewakili petani untuk melihat peluang, menjalin hubungan dengan lembaga dan pelaku usaha terkait dan melihat prospek pasar dan melakukan pemenuhan permintaan pasar.

    Setiap upaya yang dilakukan pengelola gudang tersebut akan memberikan benefit tidak hanya bagi pemilik barang, tetapi juga bagi pengelola gudang itu sendiri. Hal inilah yang pada akhirnya dapat meningkatkan peran-serta masyarakat petani dan pelaku usaha komoditas lainnya untuk memanfaatkan SRG, yaitu kemitraan antara petani atau penyimpan dan pengelola gudang serta dukungan penuh dari pihak pemerintah daerah. * sembada/henry/rori

komentar

You must be logged in to post a comment.

plaza kemitraan

  JUDUL TERSEBUT DI atas sangat menarik disimak. Bahwa para petani punya utang atau hutang sudah jamak diketahui. Tetapi, misalnya mengapa Dewan Perwakilan Rakyat Republik

Pengantar Redaksi: KONON SAAT INI di Indonesia tidak ada daerah atau desa yang menerapkan pertanian hamparan luas dengan pola pengolahan tanah hingga pemasaran. Satu-satunya yang