APBN Optimis Terserap Sesuai Target, Tapi Pupuk Antara Tidak Ada dan Hampir Tidak Ada: Evaluasi Sektor Pertanian Provinsi Banten
Saturday, 18th December, 2021 | 587 Views

SAAT MUSIM TANAM (MT) Oktober 2021-Maret 2022 yang lazim disebut MT Okt-Mar berbagai pihak tanpa henti menanyakan keberadaan pupuk. Para petani tanya pupuk, anggota DPRD Kabupaten dan DPRD Provinsi Banten tanya pupuk. Bahkan Pemerintah Daerah masing-masing bertanya tentang pupuk bersubsidi atau subsidi pupuk itu. Di tengah sawah maupun di kios petani kondisi pupuk ANTARA TIDAK ADA dan HAMPIR TIDAK ADA, padahal kini musim tanam telah dimulai. Jawaban pun NIHIL BESAR, walau tentu tidak harus dijawab dengan: “Tau aah guelaaap” sebab, soal pupuk adalah URUSAN PUSAT secara nasional. Kendati demikian, dana APBN bakal terserap sesuai target pemerintah.

  Demikian RANGKUMAN yang disampaikan oleh Kepala Dinas Pertanian Provinsi Banten Ir Agus M.Tauchid,MSi pada Rapat Evaluasi Refleksi APBD dan APBN Akhir Tahun 2021 dan Proyeksi 2022 Sektor Pertanian Provinsi Banten di Serang, Banten, 15 Desember 2021. Rapat Evaluasi tersebut diikuti seluruh unit di Dinas Pertanian Provinsi Banten dengan nara sumber utama Inspektur Daerah Provinsi Banten Dr Muhtarom,Ak,CA.

     Menurut Muhtarom, hal yang sering terjadi dan merupakan lima temuan besar pihak inspektorat, yaitu pertama Kesalahan dalam menyusun perencanaan pengadaan, yaitu KAK tidak dibuat, HPS tidak dilakukan reviu pada saat akan melaksanakan PBJ, Identifikasi kebutuhan tidak sesuai dengan keluaran atau output yang ingin dicapai.

    Kedua, adalah Permasalahan dalam pelaksanaan kontrak, antara lain pekerjaan pengadaan tidak sesuai dengan spesifikasi, kelebihan pembayaran dan keterlambatan penyelesaian pekerjaan belum dikenakan denda. Ketiga, Pekerjaan jasa konsultan yang tidak layak dibayarkan, di antaranya karena konsultan merupakan PNS aktif, terdapat tumpang tindih masa pelaksanaan, kelebihan pembayaran atas tenaga ahli yang tidak mengikuti kegiatan penelitian/studi sesuai dengan kontrak.

    Keempat adalah Ketidaksesuaian harga satuan yang digunakan berbeda untuk jenis pekerjaan yang sama. Kelima adalah Duplikasi pembebanan biaya operasional, terdapat unsur pekerjaan yang tidak layak dibayarkan terpisah karena menjadi tanggung jawab penyedia.

     Dalam kaitan itu Agus M.Tauchid, dalam Rapat Evaluasi APBD dan APBN 2021 itu mada enam ukuran, yaitu dimensi efesiensi, efektivitas, ketepatan, kecukupan dan kerataan. Dari keseluruhan dimensi ini yang paling mencolok terdapat pada dimensi kecukupan.

     “Anggaran yang tersedia itu tidak cukup kalau kita berbicara jujur. Tetapi, kita harus berprinsip pemerataan dalam membagi anggaran yang ada itu. Cukup dalam hal itu kita puas, kalau kita berbicara tentang peningkatan padi, apakah cukup bantuan benih ini untuk Provinsi Banten? Ya, harus dicukupkan. Sebagaimana terjadi tadi, saya kedatangan anggota Komisi II DPRD Kabupaten Pandeglang. Sama juga. Mereka bertanya tentang pupuk untuk Pandeglang kok tidak ada. Ternyata pupuk NPK hampir tidak ada, tetapi pupuk urea disebut cukup. Itu fakta,” tutur Agus Tauchid.

     Disebutkan pula bahwa dalam berbagai kesempatan bertemu pejabat atau anggota legislative Agus Tauchid selalu bilang kalau pupuk itu merupakan kebijakan  Pemerintah Pusat melalui Kementerian Pertanian. Itu kebijakan Nasional. Dengan demikian, kalau hal itu bisa ditempuh secara politis, cobalah Anggota DPRD kabupaten berembuk dengan kawan-kawan masing-masing di DPR Senayan untuk memperjuangkan masalah pupuk mengapa selalu bermasalah. Ini satu kenyataan yang tidak terbantahkan.

Secara Teknis Memang Tak Cukup

   Agus M. Tauchid menambahkan bahwa kalau berbicara secara teknis ketersediaan pupuk saat ini pasti tidak cukup. Sangat jauh dari cukup sesuai kebutuhan petani. Kalau berbicara tentang urea saja hal itu masih di bawah titik akumulasi, yaitu masih di bawah 140 kilogram (kg) per hektare (ha). Apalagi kalau menghadapi situasi esktrim, pupuk yang ada paling sekitar 40 kg untuk satu hektarenya. Nah, apakah itu yang disebut evaluasi sebuah kecukupan tentu sulit memaknainya.

    Terlepas dari dimensi kecukupan para petani dan ara mitranya termasuk Dinas Pertanian dituntut bagaimana  ruang kosong jangan dimasuki oleh variabel yang tidak bertanggung jawab. Petani tidak boleh dibiarkan menanggung ketiadaan NPK. Juga tentang pupuk ponska. Bahkan ponska yang non subsidi juga tidak ada.

    “Saya meminta agar di setiap kios-kios ada pupuk, namun tidak ada. Kosong. Saya khawatir nantinya diisi dengan ponska palsu atau pupuk tidak bermutu yang tidak sesuai kandungannya. Pupuk lain yang tidak bermutu juga bisa masuk. Wah, ini masalah yang masih sering terjadi yang merugikan petani. Tatapi, kami tidak akan tinggal diam. Kami mendorong semua pihak tetap commit terhadap sektor pertanian untuk ketahanan pangan nasional dan wilayah kami,” Agus menjelaskan dengan prihatin. Dia didampingi oleh Kepala Bagian Program dan Perencanaan Dinas Pertanian Provinsi Banten Erri Yanuar,SP,MM.

Berani Konversi Pupuk Kimia Dengan Organik

   Kepala Dinas Pertanian Provinsi Banten mengungkapkan beberapa hal. Pertama, secara aturan kalau memang pupuk bersubsidi habis, maka diminta semua produser dan distributor menjalankan yang nonsubsidi. Kedua, semua pihak harus mulai berani mengkonversi penggunaan pupuk anorganik. Sebagai contoh, dulu bagaimana Bangsa Indonesia mengkonversi minyak dengan gas yang pada gilirannya bisa dan lancar.

    Jadi, kita semua, kata Agus Tauchid, terutama pemerintah sebagai pengambil keputusan harus berani mengubah pemakaian pupuk kimia yang anorganik dengan pupuk organik. Itu harus menyeluruh, Tidak terpisah-pisah atau setengah-setengah. Harus berani.

    “Ya, harus berani sekarang ini. Hal itu juga untuk mencegah kerusakan tanah sekaligus ekosistem yang runtuh akibat pemakaian pupuk kimia, jasad renik dan fauna air lainnya mati. Kalau dengan pupuk organik tentu lingkungan dan alam terselamatkan. Jadi, beranilah mulai sekarang. Soal pupuk kita memang dituntut untuk berani berubah karena pupuk selalu kurang dan langka,” katanya.

Pupuk Subsidi Tetap Dibutuhkan

    Menurut Agus Tauchid, kendati ada pilihan untuk mengarah ke pupuk organik secara menyeluruh tentu butuh waktu. Jadi, pupuk bersubsidi itu masih dibutuhkan oleh petani. Sebab, walaupun petani hanya menerima sedikit dari kebutuhannya, pupuk bersubsidi masih mampu meningkatkan produksi. Di dalam praktiknya di lapangan para petani berupaya menutup kekurangan yang ada itu.

   Menyangkut dukungan dana Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara atau APBN terhadap sektor pertanian Provinsi Banten, kata Agus Tauchid, sangat dihargai dan disyukuri. Selaku Kuasa Pengguna Anggaran atau KPA yang ditunjuk gubernur berupaya keras mendorong bagaimana APBN itu bisa bersinergi dengan ABPD atau Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah.

    “Saya mendukung sebuah kekuatan. Kami jujur bahwa Provinsi Banten masih sangat tergantung pada APBN. Kami mengakui itu dan kami masih sangat tergantung dengan bantuan APBN. Begitupun dengan APBD akan disinergikan memperkuat APBN yang didapatkan.”

   Disebutkan bahwa realisasi keuangan  hingga 30 November 2021secara fisik  mencapai 89,72 persen atau 71.221.726.449 rupiah dengan pagu anggaran sebesar 89.391.593.326 rupiah. Ini sudah mencapai 79,67 persen, sedangkan sisa anggarannya adalah 18.169.866.877 rupiah atau sebesar 20.33 persen.

    Untuk realisasi keuangan hingga 14 Desember 2021 secara fisik mencapai 91,60 persen atau 81.879.915.853 rupiah dengan pagu anggaran sebesar 89.391.593.326 rupiah tersebut di atas. Adapun sisa anggaran yang ada adalah 7.511.677.473 rupiah atau tinggal 8,40 persen lagi. Artinya, ada kenaikan sebesar 12,05 persen dalam dua minggu dari November ke pertengahan Desember.

   “Sedangkan SILPA atau Sisa Lebih Perhitungan Anggaran diperkirakan sebesar 7.037.432.166 rupiah atau sebesar 7,87 persen. Hal itu merupakan anggaran yang tidak terserap untuk lima bidang, antara lain sisa belanja pakan ternak sebesar 400 juta rupiah dan Dana Alokasi Khusus atau DAK yang merupakan APBN sebesar 2,8 miliar rupiah,” demikian penegasan Agus.

Progres Dana APBN

    Kepala Dinas Pertanian Provinsi Banten Ir Agus M.Tauchid mengemukakan bahwa hingga 14 November 2021 untuk Dana Dekonsentrasi yang besarnya (pagu) 11,771,186,000 rupiah realisasinya mencapai  9,959,423,093 rupiah atau sebesar 84,61 persen. Dana tersebut meliputi tanggungjawab lima satuan Kerja (Satker) di Kementerian Pertanian, yaitu Satker Direktorat Jenderal (Ditjen) Tanaman Pangan, Satker Ditjen Perkebunan, Satker Ditjen Prasarana dan Sarana Pertanian, Satker Balitbangtan serta Satker Ditjen Hortikultura.

   Untuk Dana Perbantuan, ungkap Agus, hingga 14 November 2021 dari pagu sebesar 44,197,784,000 rupiah realisasinya mencapai 40,994,215,420 rupiah atau sebesar 92,75 persen. Dana tersebut meliputi tanggungjawab satker di Kementerian Pertanian, yaitu Satker Ditjen Perkebunan, Satker Ditjen Peternakan, Satker Ditjen Tanaman Pangan, Satker Ditjen Hortikultura serta Satker Ditjen Prasarana dan Sarana Pertanian.

   “Total realisasi keseluruhan adalah 50,953,638,513 rupiah atau sebesar 91,04 persen dari pagu dana sebesar 55,968,970,000 rupiah,” demikian Agus sembari menambahkan pihaknya optimis seluruh program bisa mencapai harapan atau target hingga akhir tahun 2021. *sembada/rori/henry

komentar

You must be logged in to post a comment.

plaza kemitraan

  JUDUL TERSEBUT DI atas sangat menarik disimak. Bahwa para petani punya utang atau hutang sudah jamak diketahui. Tetapi, misalnya mengapa Dewan Perwakilan Rakyat Republik

Pengantar Redaksi: KONON SAAT INI di Indonesia tidak ada daerah atau desa yang menerapkan pertanian hamparan luas dengan pola pengolahan tanah hingga pemasaran. Satu-satunya yang