Kabid TP Dinastan Taput: Pada Konsumen Ganja Ada Jaminan Harga, Kenapa Padi Jagung Tak?
Thursday, 17th June, 2021 | 695 Views

MEMANG PEMERINTAH KITA telah mengintroduksi varietas padi  unggul baru (VUB) kepada petani di seluruh Indonesia termasuk di Tapanuli Utara (Taput), Provinsi Sumatera Utara (Sumut), namun petani lebih menyukai varietas setempat yang kuat dan tahan hama. Di tempat kami ini memiliki karakteristik yang agak lain dari umumnya. Tradisi bercocok tanam secara tradisional sangat kuat terutama untuk memakai benih. Varietas benih unggul, seperti Inpari-28, Inpari 30 atau Inpari-32 maupun Inpari-42 tidak cocok bagi petani di sini.

   Pernyataan di atas disampaikan oleh Kepala Bidang Tanaman Pangan, Dinas Pertanian Kabupaten Taput Salmon Nelson Tampubolon,SP,MSi kepada Media Pertanian online www.sembadapangan.com di kantornya, beberapa waktu lalu. Dia didampingi oleh Kepala Seksi Produksi dan Perlindungan Tanaman Pangan Linda Wati Sihite,SP dan Pengawas Benih Kaupaten Taput Diana Hotmauli Hutauruk,SP.

   “Ya, biasanya masyarakat lebih menyukai varietas lokal dari pada varietas unggul. Sebab, varietas lokal itu juga lebih cocok tumbuhnya di tempat petani dan kawasan Taput. Tentu menjadi tantangan bagi kita ketika pemerintah memperkenalkan  varietas unggul seperti Inpari 32, 33 atau Inpari 42 serta yang lainnya. Hal itu itu membutuhkan tantangan khusus untuk menyosialisasikannya kepada petani karena mereka lebih yakin dengan hasil dari varietas lokal itu,” ungkap Nelson sembari menambahkan pihaknya telah berulangkali menyosialisasikan padi varietas unggul kepada petani.

    Dia menambahkan bahwa Dinas Pertanian telah bekerja keras memperkenalkan varietas padi unggul kepada petani bahwa jenis padi baru yang disediakan pemerintah itu sangat bagus, tetapi para petani belum mau mencobanya. Dan kalau menyangkut budidaya padi di kawasan ini sangat jarang diambil data luasan pertanaman maupun luasan panen terutama varietas pada yang ditanam.

     Berkaitan dengan penyamaan luasan pertanaman untuk padi sawah tadah hujan dan padi gogo oleh pemerintah atau Kementerian Pertanian, sebetulnya kami tidak setuju lantaran hal tersebut mempengaruhi produktivitas secara menyeluruh. Sebanyak 20 persen produktivitas lebih rendah untuk padi gogo. Ketika padi sawah itu bisa produksi di angka 7 ton per hektare (ha), untuk padi gogo maksimal 4 ton per ha.

   “Seolah-olah dengan mencampurkan luasan pertanaman kedua jenis panen padi tersebut volume padi jadi merosot. Seolah-olah kami tidak bekerja. Sering padi sawah kita dengan padi gogo nyaris berimbang luasannya, sehingga jumlahnya otomatis mempengaruhi angka  produksi. Jadi, jangan-jangan padi sawah kami sebenarnya jauh lebih besar produksinya dibanding dengan daerah lain. Namun, permintaan data produksinya dari pemerintah disatukan saja. Ya sudah kami patuhi,” katanya.

Terobosan Kebijakan Pemerintah?

   Menurut Salmon Nelson, untuk daerah-daerah berkarakter khusus, seperti pegunungan, lembah dan indeks pertanaman (IP) Satu dibutuhkan terobosan-terobosan dari pihak pengambil keputusan terkait dengan pemakaian varietas padi. Bahkan yang terkait dengan penangkar ada kelemahan pada Dinas Pertanian Kabupaten Taput, di mana hanya ada penangkar khusus padi gogo, sedangkan untuk padi sawah tidak ada penangkarnya.

   “Kendati demikian, kami tidak pernah membentuk penangkar untuk padi sawah lokal, tetapi penangkar padi hibrida, seperti Inpari-28, Inpari-30 dan Inpari-32 ada di sini. Di sini kami mempunyai tujuh penangkar, tetapi ada kecenderungan dari petani kami agar pemerintah menjamin untuk membelinya. Banyak petani kami yang ingin menjadi penangkar, tetapi saya sendiri sebagai Kepala Bidang Tanaman Pangan tidak berani menjamin akan membeli produksi mereka,” Nelson berujar dengan nada prihatin.

    Nah, katanya lagi, walaupun tidak ada jaminan untuk membeli dari pemerintah daerah maupun dari pemerintah pusat, para petani di daerah masih terus menangkarkan benih unggul itu. Mereka belum mau berhenti melakukan itu minimal untuk konsumsi petani sendiri kalau petani lain tidak mau membelinya. Jadi, penangkaran itu terus diawasi dan membina walaupun benih itu akhirnya dijadikan untuk konsumsi petani sendiri. Jaminan, pembelian memang tidak ada.

Jaminan Pasar Untuk Benih NOL?

    Menurut Salmon Nelson, para petani menuntut dan menginginkan bukti permintaan benih. Untuk itu pihak Dinas Pertanian hanya meminta kepada mereka untuk menanam pertanaman seluas-luasnya untuk meningkatkan produktivitas serta untuk menyertifikasi calon benih tersebut. Pasarnya akan dicarikan pihak Dinas Pertanian. Artinya, produksi didorong sebanyak-banyaknya, soal pasar termasuk jaminan harga dipikirkan kemudian. Inilah yang terjadi.

    Persoalannya memang, Nelson melanjutkan, peraturan presiden (Perpres) mengharuskan pasar bebas yang berarti pihak Dinas Pertanian tidak dapat mengikat petani dan sebaliknya hanya bisa mengarahkan. Apabila ada barang sejenis yang terjual lebih murah walau mutu bisa diperdebatkan terjadi di provinsi atau di Medan, pastilah menyulitkan. Kekalahan atau kesulitan di Kabupaten Taput bagi petani penangkar adalah ketiadaan peraturan untuk jaminan pembelian benih petani oleh pemerintah kabupaten, provinsi atau Kementerian Peratnian di pusat.

    “Persoalan kami di Kabupaten Taput sekarang ini adalah kenapa benih kami bisa berlebih, tetapi pasarnya NOL BESAR? Seandainya ada petani dari provinsi bisa menjadi penyambung lidah kami sebagaimana di kabupaten lain membutuhkan benih Inpari-28 akan lain cerita. Artinya, benih yang ada pada kami bisa disalurkan untuk kebutuhan petani di daerah lain. Sistem seperti ini belum ada. Maunya petani, kalau mereka menanam, jaminan pasar ada,” ujar Nelson sembari menambahkan “kenapa Indonesia tidak bisa seperti Thailand, di mana Menteri Perdagangan dan Menko Ekuin mencarikan pasar hasil produksi petani negaranya dan sekaligus menjadi harga?”

    Sesungguhnya, menurut Salmon Nelson, petani tidak perlu bantuan benih, pupuk, racun maupun alsin dari pemerintah karena TIDAK PENTING. Para petani sendiri bisa beli pupuk berapa pun harganya. Bisa beli benih berapa pun harganya. Bahkan permesinan yang harganya ratusan juta rupiah atau miliaran rupiah bisa dibeli petani. Petani hanya butuh jaminan harga produksi panennya. Tidak lebih dan tidak kurang. Itulah harapannya.

    Nelson menambahkan bahwa petani yang menjadi binaan Dinas Pertanian Kabupaten Tapanuli Utara banyak yang telah sukses justru karena tidak menerima bantuan dari siapa pun dan bahkan justru tidak mau menerima bersubsidi Atau yang pernah menerima subsidi dengan berbagai kesulitan dan kendalanya malah menolak subsidi.

    Disebutkan bahwa pembinaan yang dilakukan justru mengarah pada kondisi demikian, dimana para petani akan dan menjadi mandiri tidak tergantung kepada pemerintah. Artinya, bagi petani pemerintah itu tidak usah memberi bantuan seperti selama ini mereka terima, seperti pupuk, benih, racun atau alat dan mesin pertanian. Bagi petani saat ini tugas pemerintah adalah menjamin harga ketika panen. Sebab, harga menjadi permasalahan besar bagi petani.

Mengapa Penjamin Harga Ganja Ada Padi Jagung Tak?

    Menyinggung harga produk petani yang sering tidak ada nilainya dan sering dibiarkan di kebunnya karena harga merosot, Salmon Nelson mengatakan bahwa sesungguhnya petani lebih baik dan tepat tanam ganja (Cannabis sativa) yang lazim dikenal marijuana daripada tanam pada atau jagung yang selalu rugi dan merugi.  Itu kalau bicara tentang harga atau jaminan harga.

   “Kenapa demikian? Tidak usah miris atau tabu bicara ganja itu. Maaf yaa..harga ganja tinggi. Pasarnya terjamin. Konsumennya banyak, sehingga menguntungkan. Walaupun polisi mengawasi dan melakukan pembinaan kepada masyarakat bahwa ganja sangat berbahaya, tetap saja banyak petani yang tanam ganja. Kalau semua jenis komoditi pertanian pemerintah berani jamini, pastilah petani akan berlomba-lomba menanam kebutuhan pokok masyarakat. Coba anda pikir, sudah 75 TAHUN INDONESIA MERDEKA, apakah ada petani yang kaya dari populasi 24 juta kepala keluarga petani? Atau meningkat taraf hidupnya secara signifikan? Adakah? Berapa persen? Harga ganja yang ditawarkan bagus dan menggembirakan. Produk petani, bagaimana?” Nelson terhenyak berapi-api mempertanyakan.

Kelebihan Jagung Serta Padi Daerah

   Menurut Kepala Bidang Tanaman Pangan Dinas Pertanian Kabupaten Tapanuli Utara Salmon Nelson Tampubolon, petani di beberapa kabupaten di Provinsi Sumatera Utara tak terkecuali petani Kabupaten Tapanuli Utara lebih suka menanam pada daerah yang bukan hibrida. Adapun kelebihan jagung lokal itu adalah mudah tumbuh dan penyesuaian pada kondisi iklim pertanaman sangat tinggi.

    Sosok tanaman jagung daerah atau lokal itu tinggi mencapai tiga sampai empat meter. Tongkolnya besar dan panjang, sehingga bisa bersaing dengan jagung hibrida yang tongkolnya bisa berjumlah dua atau tiga. Jadi, petani menanam jagung setempat karena satu tongkol bisa bersaing dengan dua tongkol. Namun, hal yang menjadi persoalan bagi petani tetaplah menyangkut jaminan harga. Ketika terjadi panen, petani berharap ada jaminan harga.

     Saat ini atau pada Mei Juni harga jagung panen adalah 4.500 per kilogram (kg). Kondisi begini menguntungkan petani, sebab ibarat bermain lotere di musim ini para petani lagi ‘hoki’ dan gembira ria. Sebab, selama ini mereka selalu ‘zoonk’ atau apes. Jarang mendapatkan harga yang bagus dan stabil.

    Untuk padi atau gabah, harga gabah kering panen atau GKP mencapai 5.000 rupiah per kg. Itu saat panen terakhir pada Juni dan itu untuk varietas lokal yang harganya memang lebih tinggi dibandingkan dari daerah lain atau varietas Inpari. Untuk masyarakat Tapanuli Utara, hasil panen itu hanya untuk tabungan atau persediaan makan mereka sendiri.

    Disebutkan pula bahwa hal itulah yang menyebabkan harga beras di kawasan tersebut mahal. Para toke atau tengkulak yang akan membeli beras di wilayah itu tidak akan mendapatkannya karena petani tidak akan menjualnya apabila permintaan uang sekolah dari anak mereka yang di perantauan belum ada. Namun, apabila permintaan uang sekolah atau uang kuliah atau biaya kos dari putra-putri mereka di perantauan sudah ada barulah mereka menjual sebagian padi yang disimpan di lumbung keluarga.

   “Kami di sini surplus beras atau padi karena tidak ada petani kami yang kehabisan padi. Pada saat sekali panen saja padi itu baru habis pada panen berikutnya. Atau satu tahun belum tentu habis. Jadi, bisa dipastikan untuk ketersediaan padi di Provinsi Sumatera Utara pasti surplus karena sebagian besar petani menyimpan padi mereka untuk persediaan selama satu tahun,” demikian Nelson. *sembada/rori/henry

komentar

You must be logged in to post a comment.

plaza kemitraan

  JUDUL TERSEBUT DI atas sangat menarik disimak. Bahwa para petani punya utang atau hutang sudah jamak diketahui. Tetapi, misalnya mengapa Dewan Perwakilan Rakyat Republik

Pengantar Redaksi: KONON SAAT INI di Indonesia tidak ada daerah atau desa yang menerapkan pertanian hamparan luas dengan pola pengolahan tanah hingga pemasaran. Satu-satunya yang