Dengan Rimbang dan Dali Horbo Murid Desa Sigumpar Kejutkan ASEAN Lalu Gemparkan Dunia
Tuesday, 16th March, 2021 | 736 Views

MEMANG ORANG DESA sering diejek oleh orang kota. Misal dengan sebutan ‘kampungan’ atau orang udik (huta). Kenapa gerangan? Ya, secara umum orang desa atau orang kampung yang  bertutur atau berbahasa sederhana sering ditertawakan banyak pihak. Berangkat sekolah berbusana sederhana, pulang sekolah harus turut kerja keras di kebun dan sawah orangtua seusai makan seadanya. Tetapi, setelah orang desa arungi dunia membuat tercengang orang metropolitan dunia serta ilmuwan dunia, siapakah gerangan yang tak tertegun? Dan siapa yang tidak salut? Di manakah orang kota yang memiliki semua fasilitas dan teknologi kekinian itu?

     Orang desa memang tidak mudah tertawa terbahak-bahak kalau pada perkenalan pertama kedua. Mereka lugu dan sederhana serta ‘agak’ sopan dibanding orang kota. Bahkan ‘agak’ penakut walau sesungguhnya dalam interaksi hanya melihat dan membaca suasana dan kondisi. Inilah secuil figur murid huta atau desa termasuk murid Sekolah Menengah Pertama Negeri (SMPN) I Sigumpar, Kabupaten Toba, Provinsi Sumatera Utara.

   Tentu siapa sangka murid SMPN 1 Sigumpar itu mampu meraih prestasi dunia di bidang penelitian ilmu pengetahuan alam (IPA) dengan menyabet medali perunggu atau Juara 3 Dunia? Hingga 2021 ini sekolah tersebut tidak memiliki laboratorium, tetapi bisa memenangkan persaingan orang-orang kota dan metropolitan di 11 negara anggota Association of South East Asia Nation (ASEAN) kemudian memenangkan persaingan di tingkat dunia yang beranggotakan ratusan negara.

     Di mana Desa Sigumpar? Kalau tersebut Toba atau wilayah Toba dan Sumatera Utara, pastilah orang menduga desa itu berdekatan dengan Danau Toba yang sekelilingnya didiami etnis Batak. Dan ooohh…ternyata orang Batak sendiri pun masih banyak yang bertanya-tanya di mana itu Desa Sigumpar. Sekadar membayangkan peta, Desa Sigumpar berada di sisi jalan nasional Medan (Sumatera Utara)-Padang Sumatera Barat, dengan waktu tempuh empat jam dari Medan melewati daerah tujuan wisata  (DTW) Parapat menuju eks Keresidenan Tapanuli (satu-satunya keresidenan jajahan Belanda di Indonesia yang belum provinsi hingga 2021 ini). Atau dari Parapat sekitar 30 menit sebelum Kota Balige (ibukota Kabupaten Toba).

Riset Desa Membanggakan Indonesia

    Prestasi membanggakan itu tentu berbanding terbalik dengan perhatian yang sangat minim dari Dinas Pendidikan Toba dan Provinsi Sumatra Utara atas prestasi yang diraih sekolah ini. Menurut Roy Siagian,SPd guru pembimbing riset sekolah tersebut bahwa sejak 2013 mereka sudah berulangkali memperoleh penghargaan dari berbagai Lomba Riset baik tingkat nasional maupun internasional. Hanya saja mereka mengikuti lomba sangat jarang mendapat dukungan dari instansi terkait. Dan harus membiayai sendiri jika ingin ikut kompetisi. Begitupun mereka tak pernah purtus asa dan selalu berupaya memberikan yang terbaik buat sekolahnya dan masyarakatnya.

   Tuntutan kebutuhan kemampuan siswa untuk menghadapi era industri 4.0 bukan hanya cakap dalam bidang akademik. Tetapi, juga harus inovatif, kreatif, kolaboratif dan komunikatif. Kemampuan ini akan sangat terlatih bersama mental yang kuat jika sejak usia dini, siswa diajarkan untuk membuat inovasi memnfaatkan bahan yang ada di alam sekitar.

    Untuk mengasah kemampuan tersebut SMP Negeri 1 Sigumpar telah mengikuti berbagai lomba penelitian tingkat kabupaten, provinsi, nasional bahkan tingkat Internasional. Lomba yang telah diikuti diadakan oleh Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Yayasan Pendidikan maupun lembaga riset swasta. Berikut ini beberapa pencapaian yang telah di peroleh SMP N 1 Sigumpar selama delapan tahun terakhir.

    Kompetisi yang diikuti oleh pihak SMPN 1 Sigumpar adalah Lompa Karya Remaja Ilmiah yang (LKIR) LIPI-TVRI 2013 dengan judul Pemanfaatan Daun Ki Pahit menjadi Pestisida Alami Keong Mas dan meraih juara. Juara Lomba Karya Ilmiah Tingkat Provinsi Sumatera Utara dengan judul  Tobasas Batik from Extract Melasthoma (Sanduduk) Seed pada 2015. Dengan judul yang sama, yaitu Tobasas Batik from Extract Melasthoma (Sanduduk) Seed.

    Mewakili Indonesia meraih juara di Tingkat Negara Asia Pasifik yang diadakan di India pada 2015. Kemudian juga dengan judul Tobasas Batik from extract melasthoma (Sanduduk) Seed menjadi juara pada 2015. Tak berhenti di situ, pada 2016 mendapat special award di India untuk Tobasas Batik from Extract Melasthoma (Sanduduk) Seed serta honor atau penghargaan dari Istana Negara  untu dijamu Presiden Joko Widodo seusai dari India. Kemudian pada 2018 menjuarai Lomba Riset Science Expo SMA Unggul DEL di Kabupaten Toba dengan judul Save Lake Toba From EutroficationBerlanjut ke 2019 menjadi juara pada Lomba Riset Tingkat Pulau Sumatera dengan judul Utility Rimbang (Solanum torvum) as Microemulsion Buffalo Milk disusul menjadi utusan Indonesia untuk Tingkat ASEAN dan menjadi juara dengan membawa judul Utility Rimbang (Solanum torvum) as Microemulsion Buffalo Milk.

   Terakhir hingga 2021 ini melalui tiga murid SMPN 1 Sigumpar, yaitu  Restu G Simangunsong,  Mindo Napitupulu dan Ivan Sitorus adalah mengikuti lomba riset Tingkat Dunia di Korea Selatan pada Juni 2020 dengan membawa judul riset Utility Rimbang (Solanum torvum) as Microemulsion Dali Horbo (Buffalo Milk) dan meraih Juara Ketiga.

Rimbang dan Dali Horbo

     Rimbang dengan bahasa Latin Solanum torvum adalah semacam tanaman perdu yang banyak tumbuh di pekarangan masyarakat terutama di Pulau Sumatera dan Pulau Jawa Bali. Batang, ranting hingga daunnya berduri keras. Adapun buahnya mulai putik hingga matang bewarna hijau serumpun empat hingga enam biji. Rasanya agak pahit atau sepat (Jawa) yang oleh Suku Sunda sering dihidangkan sebagai bahan makanan lalapan beserta hijauan lain. Suku Batak dan Suku Minang juga menyebutnya rimbang yang sering dimasak bersama sayur daun telo (ubi kayu) bersantan atau bening.

    Dali horbo dalam bahasa Suku Batak adalah susu kerbau (buffalo) yang diolah dengan ramuan dedaunan yang ternyata dengan rimbang itu bisa mengawetkan secara alamai susu sekaligus mengentalnya, sehingga bentuk akhirnya adalah kental persis tahu. Suku Jawa di Jawa Tengah, DIY dan Jawa Timur sering menyebutnya tahu susu atau susu tahu. Secara umum dali horbo setelah dimasak (sering dibumbui kunyit dan rempah lain dan atau putih begitu saja), dimakan bersama nasi sebagai bagian dari lauk-pauk atau dimakan begitu saja sampai kenyang. Lalu…?Semoga SMPN I Sigumpar tidak akan kenyang melakukan riset ke masa mendatang dengan ragam topik berlatar kearifan setempat. *sembada/henry/rori/asdon

komentar

You must be logged in to post a comment.

plaza kemitraan

  JUDUL TERSEBUT DI atas sangat menarik disimak. Bahwa para petani punya utang atau hutang sudah jamak diketahui. Tetapi, misalnya mengapa Dewan Perwakilan Rakyat Republik

Pengantar Redaksi: KONON SAAT INI di Indonesia tidak ada daerah atau desa yang menerapkan pertanian hamparan luas dengan pola pengolahan tanah hingga pemasaran. Satu-satunya yang