“Untuk Alor: Begitu Lulus Saya Akan Berbagi Inovasi Dengan Petani”
Sunday, 2nd July, 2017 | 665 Views

           

USIA ANAK DESA bernama Junior Mars itu kini 32 tahun. Marganya adalah Tukan yang berasal dari Desa Helangdohi, Kecamatan Pantar, Kabupaten Alor, Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT). Desa itu berada di perbukitan Tana Kitarake yang berjarak sekitar 35 kilometer (km) dari Pantar, ibukota kecamatan. Begitu selesai pada 2017 ini Junior Mars Tukan akan kembali ke Alor. Kini dia sudah menempuh delapan semester di Sekolah Tinggi Penyuluhan Pertanian (STPP) Yogyakarta dengan status pegawai negeri sipil (PNS) di Pemerintah Kabupaten Alor, NTT. Kabupaten ini adalah satu-satunya bergeografis kepulauan di NTT. Berikut tuturan Junior Mars kepada Media Pertanian online www.sembadapangan.com di kampusnya, beberapa waktu lalu. Selamat menyimak.

Memang saya adalah mahasiswa dengan status PNS yang menurut saya strategis di Kabupaten Alor. Saya staf teknis pertanian, yaitu alat dan mesin pertanian (alsintan). Saya sudah menempuh studi di STPP Yogyakarta selama delapan semester atau empat tahun. Agustus 2017 mendatang saya akan wisuda dan segera pulang mengabdi ke Alor.

Di Kabupaten Alor sekarang ini sumber daya penyuluh pertanian sangat sedikit. Jadi, di struktural organisasi dari satuan kerja perangkat daerah (SKPD) banyak yang tenaga non pertanian disekolahkan. Kendati ayah saya guru sekolah dasar, ayah saya anti pengaruh-mempengaruhi pihak lain untuk kepentingan keluarganya.

Saya dikirim Pemerintah Kabupaten Alor studi ke Yogyakarta karena kenyataannya saya mampu mengikuti seleksi yang ketat dan saya lolos. Latar belakangnya adalah kekurangan tenaga ahli di bidang penyuluhan, sehingga Pemerintah Provinsi NTT, khususnya Kabupaten Alor memberi kesempatan kepada PNS yang potensial untuk melanjutkan pendidikan ke Pulau Jawa. Kami tiga orang dibiayai untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia setelah lolos seleksi dari Dinas Pertanian dan Dinas Perkebunan. Tentu ini terbilang sedikit. Faktanya demikian. Ini mungkin karena pendapatan asli daerah (PAD) dan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Kabupaten Alor kecil, sehingga kemampuan membiayai peserta didik melanjutkan sekolah terbatas.

Begitu saya dinyatakan lolos seleksi untuk menempuh jenjang pendidikan di Yogya ini, saya sangat senang. Hanya saya di STPP Yogya. Dua teman saya studi di Malang, Jawa Timur. Saya tertarik ikut seleksi pendidikan ini karena saya sangat miris melihat pembangunan pertanian yang tidak sampai ke sasaran. Sebab, dana yang diberikan cukup besar, tetapi penempatan dan penggunaan dana tersebut asal-asalan. Tidak terencana. Tidak tepat sasaran.

Sebagai PNS—walau di kabupaten—saya memiliki pengalaman tinggal di desa selama tujuh bulan. Pada waktu itu ada dana dari tugas perbantuan dari Direktorat Jenderal Prasarana dan Sarana Pertanian, Kementerian Pertanian. Namun, bantuan pemerintah pusat itu sia-sia. Tidak jelas untuk apa. Jumlah dan bentuk bantuan di seluruh Indonesia sama tanpa membedakan letak geografis suatu daerah.

Contohnya, di lapangan ban traktor gembos. Tidak ada petunjuk atau orang yang mengarahkan bagaimana mengatasinya. Apa yang terjadi? Kami harus memompa ban traktor itu secara manual. Tahu berapa lama? Kami memompanya selama 2 hari 2 malam. Barulah ban itu penuh terisi. Ini sia-sia. Apapun dan bagaimanapun ini tidak efektif. Tidak efisien. Ini memprihatinkan sekaligus memalukan. Maaaaluu….!

Jadi hal-hal seperti ini membuat saya terpanggil menggali ilmu sebanyak-banyaknya semampu saya. Saya belanja ilmu di STPP Yogyakarta ini untuk Alor. Untuk Provinsi NTT. Nantinya saya akan bagi-bagikan kepada penduduk di sektor atau bidang pertanian agar pertanian di Alor bisa maju dan berkembang baik. Saya bertekat. Ya, saya akan dedikasikan ilmu dan pengalaman selama empat tahun di kampus untuk para petani di Kabupaten Alor.

 

Memanfaatkan Sumber Daya Alam

Kabupaten Alor sendiri memiliki 17 kecamatan. Ini satu-satunya kabupaten kepulauan yang ada di NTT. Entah karena harus ditempuh dengan kapal, pada 2011 yang lalu pernah terjadi bantuan pupuk dari pemerintah pusat hanya sampai di pelabuhan. Kemudian rusak dan tidak dapat dimanfaatkan oleh masyarakat petani. Dibiarkan saja membusuk karena untuk menggambil pupuk itu harus ada lagi dana yang dikeluarkan oleh pemerintah setempat  baru pupuk itu bisa dibagikan kemasyarakat. Saya tidak bisa menjawab dengan terang, apakah itu disengaja atau tidak. Atau apakah semua pupuk itu jadi batu atau hanya beberapa sak saja lalu yang lainnya menguap entah ke mana.

Selama empat tahun di STPP ini saya telah mendapatkan bayak ilmu pengetahuan bahwa pertanian itu sebenarnya bisa memanfaatkan sumber daya alam apapun yang ada di lingkungan kita masing-masing. Sebagai modal untuk mengatasi masalah pertanian. Contoh, di waktu yang lalu kami di Kabupaten Sukoharjo, Jawa Tengah melakukan kajian teknologi tentang pengendalian keong mas menggunakan daun papaya. Ternyata cara itu sangat ampuh untuk mengusir hama keong mas. Ke depannya hanya merancang daun papaya itu agar lebih efektif digunakan. Seperti itulah contohnya hal-hal yang sangat sederhana bisa dilakukan di sekeliling kita. Seluruh potensi sumber daya alam bisa dimanfaatkan.

Saya berkeinginan semua informasi yang bermanfaat ingin saya bagi kepada seluruh petani di Kabupaten Alor karena tidak semua imformasi yang bermanfaat ini diketahui petani di wilayah kami. Jadi, hal-hal yang kecil yang seharusnya bisa diatasi, namun hal itu tidak terjadi karena petani tidak memahaminya. Ini menjadi masalah tersendiri bagi masyarakat di daerah dan saya sangat prihatin.

Tidak Jadi Pejabat

Terkait dengan budidaya padi saya ingin meningkatkan sarana dan prasarananya di sana. Misalnya, dam untuk irigasi belum ada, padahal ketersediaan air sangat cukup. Tetapi, pengelolaannya tidak efektif, sehingga ketersediaan air itu sia-sia. Di daerah Alor ada dua tanaman yang menjadi ikon, yaitu vanili Alor dan mangga Alor. Masyarakat setempat biasa mengebutnya mangga kelapa, di mana buahnya itu sebesar kelapa. Pada 2009 varietas itu sudah dipublikasikan sebagai mangga alor.

Pokoknya selesai menempuh pendidikan ini saya berkeinginan menerapkan ilmu dan pengalaman. Dan khususnya bagi tamatan STPP agar keahlian dan ilmu yang didapat dimanfaatkan oleh pemerintah setempat. Contoh sistem birokrasi pemerintah daerah. Para pimpinan tidak melihat keahlian, sehingga sering penempatan seorang pada jabatan struktural, padahal orangnya lebih pas pada fungsional.

Gambaran ini berlaku kepada kami lulusan STPP. Di kampus ini kami dilatih untuk menjadi fungsional. Menjadi penyuluh. Saya secara pribadi mengharapkan ada surat yang mewajibkan saya untuk menjadi penyuluh pertanian saja. Saya tidak akan mau menjadi pejabat struktural. Saya penyuluh saja. Saya harap pemerintah daerah konsekuen karena saya konsekuen.

Saya berjanji. Ya, itu janji saya. Saya tidak akan ingkar. Kalau Anda mendesak saya akan menagihnya, silakan tagih. Ya, kelak namanya utang boleh Anda tagih. Silakan kawal dan tagih. Itu utang saya kepada masyarakat. Utang saya kepada petani Kabupaten Alor. Saya akan berbagai inovasi pertanian dengan petani. Petani harus maju bukan hanya di Pulau Jawa. Saya sangat setuju kalau petani menjadi penentu harga hasil taninya. *sembada

komentar

You must be logged in to post a comment.

plaza kemitraan

  JUDUL TERSEBUT DI atas sangat menarik disimak. Bahwa para petani punya utang atau hutang sudah jamak diketahui. Tetapi, misalnya mengapa Dewan Perwakilan Rakyat Republik

Pengantar Redaksi: KONON SAAT INI di Indonesia tidak ada daerah atau desa yang menerapkan pertanian hamparan luas dengan pola pengolahan tanah hingga pemasaran. Satu-satunya yang