Singkong Petani Dibiarkan di Kebun Karena Harga Anjlok
Thursday, 19th January, 2017 | 890 Views
IMG_5661-Aap

Aap Aptadi (Foto:sembada/rori)

HINGGA saat ini petani singkong (Ipomea batatas) di Kabupaten Pandeglang, Provinsi Banten sangat kesulitan memasarkan hasil panenannnya yang mencapai 100.000 ton yang mengelola lahan seluas 884 hektare (ha). Singkong atau ubi kayu itu tidak ada yang berani beli karena saat ini harganya sangat rendah atau hanya 600 rupiah per kilogram (kg). Karena tidak laku, singkong siap panen dibiarkan saja di kebun.

Hal itu disampaikan oleh petani yang sekaligus Pengurus Masyarakat Singkong Indonesia (MSI) Kabupaten Pandeglang Aap Aptadi dalam diskusi terbatas dengan Pengurus MSI Pusat di Jakarta, baru-baru ini.

Menurut dia, sudah beberapa bulan terakhir ini petani singkong merasa sedih karena harga singkong yang tidak menentu. Bahkan saat ini petani membiarkan saja tanaman singkongnya tidak dipanen kendati telah waktunya untuk dipanen. Sebab, harga singkong kalau langsung dari kebun hanya 500 rupiah per kg. Kalau diambil ke pinggir jalan tambah ongkos angkut 100 rupiah per kg.

“Karena menanam singkong varietas unggul sesuai arahan pemerintah melalui Dinas Pertanian, hasil yang didapat mencapai sekitar 40 ton per ha. Itu rata-rata karena bisa juga menghasilkan lebih dari itu, sehingga kami sudah bisa menghasilkan minimal 40.0000 ton singkong dari lahan yang ada saat ini. Cuma itu tadi harganya tidak berpihak kepada petani,” demikian ungkap Aap dengan nada prihatin.

Dia menambahkan bahwa sekarang MSI Banten teah membentuk koperasi yang diberi nama Koperasi Singkong Sejahtera Bersama dengan jumlah anggota sebanyak 973 orang. Akibat harga yang sangat rendah itu para petani mengolahnya menjadi gaplek untuk pakan sapi yang harganya di kisaran 2.200 rupiah per kg. Untuk memproduksi satu kilogram gaplek diperlukan  2 kg singkong, sementara modal untuk membeli singkong harus tersedia sebesar 1.500 rupiah. Ini belum termasuk ongkos jasa untuk mengolah dan menjemur.

“Jadi, para petani sangat kesulitan dan menderita. Pemerintah tidak memperhatikan petani karena katanya petani yang diperhatikan bahkan didanai hanya mereka yang tanam pada, jagung dan kedelai lantaran mendukung program swasembada pangan. Ini tidak adil. Pemerintah tidak adil,” kata Aap.

Selanjutnya dia mengatakan bahwa pengurus MSI Pusat sudah mencoba memberi jalan keluar dari persoalan yang melilit petani singkong, yaitu agar menjual hasil bumi itu ke Jawa Tengah. Namun, setelah dihitung perongkosan untuk angkutan dan sebagaiya sangat besar, dipastikan akan lebih merugi. Hal itu tidak jadi dilakukan.

Memang di Banten, Aap menuturkan, ada pabrik yang dimiliki investor Korea. Perusahaan itu membutuhkan 100 ton bahan baku singkong per minggu secara berkesinambungan dan petani tidak sanggup, sehingga pabrik itu berhenti sementara. Petani hanya mampu sebanyak 50 ton per minggu, tetapi tidak bisa terus-menerus. *sembada

komentar

You must be logged in to post a comment.

plaza kemitraan

  JUDUL TERSEBUT DI atas sangat menarik disimak. Bahwa para petani punya utang atau hutang sudah jamak diketahui. Tetapi, misalnya mengapa Dewan Perwakilan Rakyat Republik

Pengantar Redaksi: KONON SAAT INI di Indonesia tidak ada daerah atau desa yang menerapkan pertanian hamparan luas dengan pola pengolahan tanah hingga pemasaran. Satu-satunya yang