Penyuluh: Perlu Herbisida Karena Lahan Hutan Jati Masih Bersemak
Friday, 9th March, 2018 | 1551 Views

 

KARENA PETANI MENGGARAP lahan hutan jati, sehingga diperlukan herbisida lebih banyak dari hanya empat liter  jatah yang ditetapkan. Saat ini bahan herbisida yang dipakai mencapai 11 liter untuk setiap hektare. Tetapi, sisa dari kebutuhan itu dicari petani secara swa daya kendati sangat memberatkan.

Menyangkut hal ini Ketua Gabungan Kelompok Tani (Gapoktan) Srijaya Tani Kecamatan Panimbang  yang juga Penyuluh Kaisan mengemukakan lahan yang baru dibuka di Desa Citerep, Kecamatan Panimbang itu adalah milik perusahaan swasta. Hasil bumi dari  lahan yang baru dibuka tidak terlalu besar keuntungannya. Sebab, lahan bukaan baru lebih banyak membutuhkan pupuk dan herbisida, sehingga diperlukan bantuan untuk meringankan petani.

“Bantuan untuk kedelai yang ada sekarang ini jauh dari kata cukup. Kalau sudah tahap kedua  mungkin pemakaian herbisida lenih sedikit. Hanya sekitar 6 liter untuk satu hektarnya. Sebab, jenis  rumput yang ada di sini adalah harempong atau jenis alang-alang agak bandel kalau hanya dibersihkan,” papar Kaisan. Dia juga Penyuluh Kecamatan Panimbang, Kabupaten Pandeglang, Provinsi Banten.

Koordinator Penyuluh Kecamatan Panimbang Joharyadi secara terpisah mengatakan ada hal paling penting diperhatikan apabila tanam bulan September panennya pada Maret itu akan masuk musim penghujan kami butuh alat pengering karena kedelai akan berjamur dan busuk lantaran tidak bisa dijemur pada saat musim penghujan tiba.

“Pada akhir Februari lalu lahan yang ditanami kedelai ada yang telah panen dengan hasil yang cukup baik dibandingkan panenan sebelumnya,” kata Johar.

Selanjutnya dia mengatakan bahwa produksi yang didapat petani itu mencapai 1,3 ton per hektare (ha). Andaikata saat panen tidak hujan tentu saja hasilnya lebih menggembirakan, tetapi dampak dari hujan tersebut produksi kedelai petani rusak. Untuk itulah para petani mengharapkan ada bantuan alat pengering agar hasil panen itu baik dan bisa dimanfaatkan sebagai benih pada musim tanam berikutnya.

Petani Desa Citerep, Sahman mengatakan bahwa tanaman kedelai di lahan hutan jati milik perusahaan swasta itu tetap diserang hama. Namun, lantaran banyak tanaman yang lain hama itu tidak terlalu ganas, sehingga mudah diberantas. Petani lain di desa yang sama, Among, berkata bahwa petani di desanya sangat bersemangat menggarap lahan perusahaan itu karena selain tidak memiliki lahan sendiri, pemerintah telah menyediakan bantuan kepada petani.

“Tetapi, para petani mengharapkan agar bantuan pemerintah itu tidak tanggung. Kami mengharapkan bantuan alat pengering, sehingga hasil panen bisa dinikmati petani secara maksimal. Alat pengering itu sangat kami perlukan untuk mengeringkan hasil panen,” ujar Among.

Bersimbiose Dengan Petani

Sementara itu Supervisor kebun PT Hutan Jati Makmur (HJM) Aip Heriana  yang ditemui saat berteduh karena hujan di mess perusahaan di tengah kebun jati itu mengatakan bahwa kawasan perkebunan PT HJM di Desa Citerep itu luasnya mencapai 23 hektare (ha). Luas lahan yang dimanfaatkan atau ditanami kedelai oleh petani Desa Citereup itu baru dua hektare. Sebab, kemampuan petani untuk menggarap baru bisa seluas itu. Kalau petani masih membutuhkan lahan tentu saja diberi kesempatan atas dasar kebutuhan atau kepentingan bersama seperti yang telah dilaksanakan saat ini.

“Memang di kawasan site ini terdapat lahan PT HJM seluas 23 dan yang dimanfaatkan petani baru sebagian kecil. Itupun lahan yang kosong dan hasilnya menjadi urusan manajemen. Di Desa Bayur, Kecamatan Panimbang ada seluas 46 ha. Namun, seluruhnya masih berupa semak belukar atau belum diusahai. Dan khusus yang terkait dengan kehadiran petani kedelai di kawasan hutan jati PT HJM, hal itu merupakan simbiose yang saling menguntung dengan kesepakatan sesuai hak dan kewajiban masing-masing.

Air Heriana menambahkan bahwa petani berkewajiban menjaga hutan jati dari perusakan dan pencurian penjahat. Itulah kontribusi petani dan hasil pertanian untuk petani sendiri. Di pihak lain manajemen perusahaan menyediakan lahan bagi mereka. Intinya adalah ada kesadaran dari petani untuk menjaga. Saat ini petani menggarap seluas dua hektare, tetapi sebelumnya lima hektare. *sembada/henry/rori

komentar

You must be logged in to post a comment.

plaza kemitraan

  JUDUL TERSEBUT DI atas sangat menarik disimak. Bahwa para petani punya utang atau hutang sudah jamak diketahui. Tetapi, misalnya mengapa Dewan Perwakilan Rakyat Republik

Pengantar Redaksi: KONON SAAT INI di Indonesia tidak ada daerah atau desa yang menerapkan pertanian hamparan luas dengan pola pengolahan tanah hingga pemasaran. Satu-satunya yang