Kurangi Impor Pangan, Produksi Dalam Negeri Harus Meningkat Dengan Memaksimalkan Fungsi Taksi Alsintan
Wednesday, 19th October, 2022 | 385 Views

UNTUK MENGANTISIPASI KRISIS pangan dunia pada 2023 mendatang, Taksi Alsintan harus dimaksimalkan agar sektor pertanian terdorong pada off-farm atau hilir. Bahkan impor pangan harus dikurangi dengan meningkatkan produksi pangan dalam negeri, sehingga devisa Indonesia bisa bertahan. Satu untuk hal itu adalah peran sentral alat dan mesin pertanian atau alsintan.

    Hal itu terungkap pada diskusi virtual dengan tema SOLUSI PERMODALAN DI TENGAH KRISIS PANGAN GLOBAL dengan pembicara dari Kementerian Koordinator Perekonomian (Kemenko), Kementerian Pertanian (Kementan) dan pengusaha alat mesin pertanian. Pembicara dari Kemenko adalah Staf Deputi Bidang Koordinasi Pangan dan Agribisnis Ismariny,SE sementara dari Kementan adalah Direktur Jenderal Prasarana dan Sarana Pertanian (Ditjen PSP) Ir Ali Jamil, MP,PhD serta Direktur Pembiayaan Ditjen PSP Ir Indah Megahwati,MP. Pembicara lain adalah Anggota Direksi Bank Negara Indonesia (BNI) 1946 Azis Mega Putra,MBA.

        Azis mengungkapkan bahwa pihaknya kini telah melayani 220.000 petani di Indonesia yang memanfaatkan jasa perbankan di BNI 1946. Dari jumlah tersebut sebanyak 142.000 adalah penerima dana kredit usaha rakyat dengan total 51,16 miliar rupiah. Pada 2022 ini  bunga kredit usaha rakyat telah mengalami relaksasi dari 6 persen menjadi 3 persen.

      Ismariny juga menjelaskan bahwa sektor pertanian akan dan sudah dilihat sebagai usaha atau bisnis yang sama dengan bisnis lain termasuk Taksi Alsintan. Jadi, karena sudah ada program Taksi Alsintan, sejak sekarang secara berkelanjutan sektor pertanian itu harus didorong pada off-farm atau hilirisasi. Artinya, krisis pangan yang akan terjadi pada 2023 mendatang bisa diatasi tanpa menimbulkan keresahan masyarakat.

     Terkait hal tersebut, menurut Megahwati, pemerintah telah menentukan bahwa petani tidak perlu menyediakan agunan atau jaminan atau boroh atas kredit pembiayaan sektor pertanian hingga besaran 500 juta rupiah. Sebab, jaminan atau agunannya adalah obyek pertanggungannya, yaitu alat dan mesin pertanian yang dibiayai dana kredit itu, seperti tanah dan pihak penjamin lain, seperti avalis.

     “Siapa saja bisa mendapatkan pembiayaan perbankan di sektor pertanian, tetapi harus yang berbadan hukum. Contohnya, pelaku koperasi atau badan usaha milik desa. Selain itu para petani harus memiliki lahan secara hamparan atau cluster dengan luasan minimal 200 hektare (ha). Dengan demikian, diharapkan para petani mampu mengembalikan bunga pinjaman dan bisa mencapai keadaan break even point atau BEP atau titik impas pengembalian modal,” ungkap Indah Megahwati.

Lampaui Target

     Ia menambahkan bahwa dari 373 triliun rupiah dana kredit usaha rakyat yang disediakan pemerintah untuk menyubsidi petani, di mana dari jumlah itu sebesar 90 triliun rupiah adalah untuk sektor pertanian. Kenyataannya yang terserap telah melampaui sasaran atau target pemerintah sebesar 90 tiruliun rupiah, yaitu sebesar 90,8 triliun rupiah atau 100 persen lebih.

     “Boleh jadi pada akhir tahun ini atau hingga Desember 2022 mendatang, melalui sosialisasi yang gencar termasuk pengalaman para petani, dana yang bertambah lagi serapan dana kredit usaha rakyat itu. Jadi, melalui keterlibatan berbagai pihak seperti para off-taker atau avalis program Taksi Alsintan yang didorong pemerintah akan mampu meningkatkan produksi pertanian. Dan saya minta tidak ada agunan selain dari obyek yang dibiayai. Jika ada agunan, petani harus segera lapor,” demikian Indah Megahwati.

      Selanjutnya dikatakan, saat ini para petani sudah bisa membeli alat dan mesin pertanian dengan mudah dan murah. Contoh, hanya dengan uang 500 juta rupiah petani sudah bisa mendapatkan combine harvester senilai 1,5 miliar rupiah. Pembelian para petani tersebut memang harus melewati badan usaha. Mesin itu bisa disewakan kepada petani lain, sehingga pengembalian kredit akan ringan selain dari hasil pertaniannya.

Permodalan dan Strategi Baru

       Menurut Direktur Jenderal PSP Ir Ali Jamil,MP,PhD, saat ini kebutuhan permodalan di sektor pertanian akan difokuskan pada lima hal, yaitu cara bertindak para petani dan semua stakeholders atau para pemangku kepentingan untuk meningkatkan produksi pangan. Kedua, melakukan diversifikasi pangan dengan memanfaatkan sumber lain, seperti umbi-umbian, sagu, talas dan sorgum.

     “Ketiga, mempersiapkan dan membangun lumbung pangan. Keempat adalah peningkatan ekspor dan terakhir adalah pertanian modern, demikian Ali Jamil.

     Dia juga mengatakan bahwa untuk hal tersebut kini sudah ada strategi baru, yaitu peningkatan produksi untuk mengurangi atau menurunkan impor sekaligus untuk menyubsidi produk pangan impor. Dengan demikian, penyediaan pangan tidak bertumpu lagi secara penuh pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara atau APBN.

            Dan berdasar pengalaman pada 2021 bahwa pola pembiayaan melalui perbankan mampu menyerap dana sebesar 85,6 triliun rupiah. Secara berkelanjutan pada 2022 sekarang dari sasaran atau target serapan dana perbankan untuk sektor pertanian sebesar 90 triliun rupiah sudah terlampaui sebesar 800 miliar rupiah atau 90,8 triliun rupiah. Artinya, sudah terealisasi 100 persen atau lebih. Kondisi semacam ini sangat menggembirakan dan perlu dikawal semua pihak karena sudah leluasa diubah-ubah dari posisi off-farm ke on-farm atau sebaliknya. Nah, kredit usaha rakyat alsintan untuk mendorong kapasitas alsintan tersebut ke level mekanisasi untuk menekan looses semakin rendah. *sembada/henry/rori

komentar

You must be logged in to post a comment.

plaza kemitraan

  JUDUL TERSEBUT DI atas sangat menarik disimak. Bahwa para petani punya utang atau hutang sudah jamak diketahui. Tetapi, misalnya mengapa Dewan Perwakilan Rakyat Republik

Pengantar Redaksi: KONON SAAT INI di Indonesia tidak ada daerah atau desa yang menerapkan pertanian hamparan luas dengan pola pengolahan tanah hingga pemasaran. Satu-satunya yang