Kemendesa Inventarisasi Data Potensi Komoditas Unggulan Skala Usaha Pedesaan
Tuesday, 26th September, 2023 | 522 Views

GENDRANG MENGIRINGI DERAP langkah menuju desa maju untuk menyambut 100 tahun Indonesia Merdeka pada 2045 telah ditabuh. Adalah Direktorat Pelayanan Investasi Desa, Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi (PID-DTT) yang menginisiasi pengumpulan/inventarisasi data awal potensi sumber daya komoditas unggulan dalam skala usaha pedesaan itu.

      Ketika membuka rapat atau pertemuan terkait potensi sumber daya komoditas unggulan pedesaan, Direktur PID-DTT, Direktorat Jenderal (Ditjen) Pengembangan Ekonomi dan Investasi Desa Daerah Tertinggal dan Transmigrasi, Kementerin Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi (Kemendesa) Dr Supriadi, MSi bertutur bahwa pemerintah mengharapkan pergerakan perekonomian desa-desa di seantero nusantara harus tumbuh selaras dengan perkotaan.

    Dia menegaskan, kendati sudah banyak upaya yang dilakukan dan banyak koleksi potensi pedesaaan yang didapat, secara populer dan mudah dipahami banyak kalangan perlu dibagi ataupun dipaparkan untuk kemaslahatan orang banyak. Dengan demikian, potensi yang ada di desa-sesa harus digali, dikaji dan dipetakan untuk dijadikan dalam skala ekonomi produktif.

     “Bahkan untuk skala kampung saat ini sudah punya merek komoditi yang sudah dipasarkan secara online maupun secara direct saling kepada konsumen, tetapi hal semacam itu masih perlu disatu-padukan dengan branding kabupaten. Keadaan semacam itulah yang harus diintegrasikan agar menjadi kuat dan berdaya saing, sehingga ekonomi produktif tumbuh di setiap desa. Apabila sudah ada gambaran tentang potensi-potensi yang terkait dengan perekonomian yang ril, hal tersebut harus diinformasikan  secara terbuka bahkan massif untuk menarik perhatian pemodal atau investor,” ungkap Supriadi.

     Ketika memandu pembahasan paparan narasumber tersebut, Analis Kebijakan Ahli Muda, Substansi Fasilitasi Pelayanan Informasi Potensi Investasi. Direktorat PID-DTT Rafles E.E.Lingga,ST,MM mengatakan potensi komoditas unggulan skala usaha pedesaan itu dimaksudkan agar semua pihak bisa secara gamblang melihat kendala-kendala yang dihadapi masyarakat pedesaan untuk menjual barang yang dibuat atau diolahnya. Para investor membutuhkan informasi lengkap tentang apa yang dibutuhkan agar perekonomian bisa ditingkatkan.

Penyajian Informasi

       Menurut Nurcholis M.A.Basyari,SSos,MSi,   penyajian informasi harus dibuat runtut dan tidak bertele-tele serta harus mampu merangsang keingin-tahuan, mencolok mata atau eye-catching alias mencuri perhatian calon investor. Sebab, pemilik uang atau modal hanya perlu informasi dasar apabila dia ingin membeli, memborong atau membagun gudang atau pabrik di desa untuk mengembangan komoditas yang diincarnya.

     “Itu tidak lebih. Apabila informasi tentang optensi telah lengkap, pemilik uang yang akan menanamkan modalnya tinggal memutuskan apakah tertarik dan akan mengambil porsian sesuai perencanaan manajemennya,” ungkap narasumber Nurcholis yang juga Direktur Gerakan Wartawan Peduli Pendidikan Jakarta, di Kementerian Desa PDTT, Kalibata, Jakarta, baru baru ini.

    Untuk  informasi tersebut bisa dilaksanakan dengan mamakai metoda jurnalistik modern 5W 1 H, yaitu what (apa), where (di mana), when (kapan), who (siapa), why (mengapa) dan how atau bagaimana. Menyangkut potensi komoditas unggulan di kampung (dusun) dan desa, apa saja unggulannya yang dibina Kemendesa atau Direktorat PID-DTT. Kemudian di mana keberadaan komoditas dan desa tersebut. Lalu kapan bisa sampai ke sana, siapa saja pelaku usaha sekalian produsennya. Selanjutnya mengapa perlu atau harus ke desa itu dan mengapa harus komoditi tersebut. Seterusnya bagaimana keadaannya, bagaimana peraturan yang terkait dengan itu dan bagaimana keadaan sosial di tempat binaan tersebut.

   “Semua itu harus diinformasikan secara utuh dan lugas dengan bahasa menarik disertai gambar-gambar yang memadai,” ungkap Nurcholis.

Pemetaan Komuditas Unggulan

  Dalam paparannya menyangkut potensi komoditas desa, Henry Supardi Simaremare, BSc,SH,CME menyebutkan, Direktorat PID-DTT bersama timnya harus melakukan pemetaan atau mapping secara komprehensif. Desa adalah sumber segala keperluan insani, dimana pangan (termasuk air) menjadi kebutuhan vital yang di daerah suburd atau pinggiran kota sudah menipis dan di perkotaan baru dimulai dengan gerakan urban farming atau pertanian pangan pekarangan.

    Kalau merujuk nomenklatur pemerintahan tentang sektor pertanian, katanya, terdapat empat subsektor pertanian. Keempatnya adalah subsektor tanaman pangan yang meliputi padi, jagung, kedelai, sorgum dan umbi-umbian. Kemudian subsektor hortikultura yang antara lain mencakup sayur-mayur berdaun (kubis, sawi dll), sayur-mayur berumbi (kentang, bawang, wortel dll), sayur-mayur berbuah (tomat, cabai, terung, nenas dll) plus buah-buahan, seperti mangga, papaya, sawo dll. Selain itu juga ada tanaman obat-obatan.

    Selanjutnya subsektor peternakan yang antara lain mencakup ternak besar, ternak kecil dan unggas-unggasan. Untuk ternak besar adalah sapi/lembu, kerbau, kuda dll), ternak kecil yang meliputi kambing, biri-biri/domba, babi, anjing, kucing dll. Untuk ternak ungags-unggasan adalah ayam, angsa, itik/bebek, entok, segala burung dll. Terakhir adalah subsektor perkebunan yang meliputi tanaman keras tahunan dan tanaman semusim. Untuk tanaman keras, seperti kelapa/kopra, sawit, karet, enau/aren, pala, pinang dll, sedangkan untuk tanaman semusim antara lain wangi-wangian, tebu/gula dll

    “Untuk sagu yang sebelumnya dibina Departemen Pertanian atau Kementarian Pertanian, kini sudah menjadi binaan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan. Sementara untuk ikan-ikanan termasuk kodok kini sudah diurus oleh Kementerian Kelautan dan Perikanan. Dengan demikian, semua komoditas yang dihasilkan petani, peternak, pekebun dan nelayan harus dikenali dengan baik agar informasinya bisa lengkap dan apabila disampaikan kepada pemilik uang atau investor,” Henry menambahkan.

  Dia mengemukakan bahwa upaya Direktorat PID-DTT untuk menginventarisasi komoditi unggulan pedesaan sangat beralasan dan penting. Sebab, tingkat urbaniasi dan migrasi dari desa masih sangat tinggi akibat perekonomian yang lemah, dimana produk pertanian, kehutanan dan perikanan tidak memadai untuk memenuhi kebutuhan anggota keluarga.

    “Nah, aktivitas petani, pekebun dan perikanan harus dipetakan secara utuh dan lengkap. Petani menghasilkan apa dipetakan, nelayan memproduksi apa dipetakan, pekebun membuat apa dipetakan. Kalau produk-produk pedesaan sudah diolah harus dipetakan menyangkut kekuatan dan kelemahannya termasuk tantangan pada tingkat mutu serta pemasarannya. Dari semua produk yang ada atau dihasilkan atau diolah di pedesaan itu produk apa yang paling diunggulkan, di mana, kapan, siapa, mengapa dan bagaimana menghasilkannya merupakan kebutuhan yang menjadi keingin-tahuan investor,” demikian Henry Supardi yang juga Pemimpin Redaksi Media Pertanian obline sembadapangan.com tersebut.

    Selanjutnya, dia memaparkan beberapa contoh produk unggulan yang dihasilkan petani, tetapi investor belum ada yang melirik atau tertarik menanamkan modalnya. Satu di antara produk yang disampaikan itu adalah tentang olahan biji tanaman hanjeli (anjeli, jail-jali,jelai, dela) yang dihasilkan para petani di Desa Waluran Mandiri, Kecamatan Waluran, Kabupaten Sukabumi, Provinsi Jawa Barat (Jabar).

    Tanaman hanjeli termasuk keluarga tanaman sorgum dan jagung yang buah atau bijinya berada pada malai dan harus dirontokkan. Setelah berupa biji kemudian dikeringkan, disosoh jadi beras hanjeli untuk konsumsi berupa rengginang. Selebihnya, diolah jadi tepung untuk konsumsi berupa bubur, sarijeli (susu hanjeli), sabun anti bakteri dan sebagainya. Desa Waluran Madiri sudah menjadi desa eduwisata sekaligus desa agrowisata khusus tanaman dan produk olahan hanjeli.

Informasi Bagi Investor

    Hanjeli tumbuh baik pada lahan 300 dpl hingga 1.000 di atar permukaan laut (dpl). Umur panen 6 bulan. Profitas malai/biji 3 ton per hektare (ha), potensi panen 4 ton per ha dan sifat tanaman adalah ratoon atau tumbuh dan bisa dipanen 2 kali (sorgum 3-4 kali). Harga gabah kering (rontok) dari petani 6.000 rupiah per kilogram (kg), hasil olahan: beras hanjeli, rengginang, tepung, dodol, sari (susu?) hanjeli dan sabun.

   Petani pengelola telah membuat konsep Desa Walauran sebagai Desa Eduwisata atau desa agrowisata. Seluruh warga desa adalah petani hanjeli dan menyiapkan rumah mereka sebagai rumah singgah. Permintaan datang dari Singapura, Malaysia, Filipina, Jepang dan Korea. Prospek: Menggembirakan. Kendala yang dihadapi adalah pemasaran produk baru mengandalkan pendatang atau kunjungan wisatawan. Alat pengolahan belum tersedia. Perhatian pemerintah kabupaten blm ada. Dibutuhkan pemodal yang bersungguh-sungguh. Pemodal atau investor langsung bertemu dengan petani yang sekaligus pengelola desa eduwisata tanpa birokrasi.

   Akses menjangkau Desa Waluran adalah jalan raya beraspal baik dengan waktu tempuh sekitar 90 menit dari persimpangan Pelabuhan Ratu menuju Jampang Kulon (?) Surade?) dengan laju mobil 60 km per jam. Akses utama adalah dari Kecamatan Cibadak (seusai keluar tol) menuju Pelabuhan Ratu. *sembada/redaksi/rori

komentar

You must be logged in to post a comment.

plaza kemitraan

  JUDUL TERSEBUT DI atas sangat menarik disimak. Bahwa para petani punya utang atau hutang sudah jamak diketahui. Tetapi, misalnya mengapa Dewan Perwakilan Rakyat Republik

Pengantar Redaksi: KONON SAAT INI di Indonesia tidak ada daerah atau desa yang menerapkan pertanian hamparan luas dengan pola pengolahan tanah hingga pemasaran. Satu-satunya yang