Kedelai Rejang Lebong: Riwayatmu…Kini…!
Friday, 24th June, 2016 | 738 Views

KABUPATEN Rejang Lebong pernah menjadi sentra kedelai (Glycine max) di Provinsi Bengkulu dan selama beberapa tahun menjadi daerah pemasok kedelai ke daerah lain sekitar Bengkulu. Seiring waktu berjalan tingkat minat petani untuk menanam kedelai semakin berkurang. Dimulai sejak 2010 hingga 2014, kini produksi kedelai semakin berkurang, padahal dari segi potensi untuk Provinsi Bengkulu, Kabupaten Rejang Lebong sangat menjanjikan.

Untuk budidaya atau menanam kedelai petani mengharapkan hasil yang setimpal, sementara kondisi harga kedelai yang dipanen petani sangat rendah. Ini berdampak pada minat petani untuk menanam kedelai semakin merosot. Kalau dilihat dari potensi, Kabupaten Rejang Lebong adalah daerah yang sangat potensial untuk ditanami kedelai karena cuaca sangat mendukung dan tanah yang masih sangat subur.

Hal tersebut diungkapkan oleh Kepala Bidang Produksi Tanaman Pangan dan Hortikultura, Kabupaten Rejang Lebong Ir Asmariani kepada Media Pertanian online www.sembadapangan.com di kantornya di Rejang Lebong, baru-baru ini.

“Biaya budidaya kedelai ini sangat besar. Dan di waktu petani kami panen, harga jual kedelai turun. Artinya, titik impas balik antara dana yang dikeluarkan tidak seimbang dengan yang didapat pada waktu panen itu,” sebut Asmariani.

Terpengaruh Harga Saat Panen

Menurut Riani, kini petani di daerahnya yang berminat menanam kedelai secara angka hanya 30 persen. Di Kabupaten Rejang Lebong kelompok tani sangat banyak atau 1.000 kelompok, namun saat ini sedikit sekali yang barminat menanam kedelai. Pada 2016 ini Pemerintah Pusat meminta Pemerintah Kabupaten Rejong Lebong menanam kedelai untuk lahan seluas 1.500 hektare (ha). Dari pendekatan yang dilakukan kepada petani, disimpulkan hanya mampu tanam untuk seluas 500 ha. Sisa 1.000 ha diserahkan kepada pihak provinsi.

Riani menambahkan bahwa bantuan untuk kedelai tahun ini tidak penuh seperti tahun-tahun yang lalu. Sarana produksinya berkurang atau hanya untuk benih, padahal pada tahun lalu bantuan dari pemerintah penuh, yaitu mencakup benih, pupuk peptisida, rizobium sampai biaya untuk pertemuan kelompok. Contohnya, pada 2015 bantuan dana dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) dari Kementerian Pertanian untuk 1.000 ha masih bisa terserap. Setiap satu kelompok tani menanam pada lahan 10 ha.

Ia menyebutkan pula bahwa tanaman kedelai kalau tidak didukung saprodi yang cukup akan langsung diserang organisme pengganggu tanaman (OPT). Hama pada tanaman kedelai sangat banyak, sehingga harus sering disemprot. Pada 2015 dengan bantuan saprodi yang lengkap produktivitas per hektare hanya 1,8 ton, tetapi karena kemarau panjang separuh (500 ha) dari luasan lahan tanam hanya bisa berproduksi 1,6 ton per ha dan 50 persen sisa lahan hanya menghasilan 1 ton per ha.

Menurut Asmariani, pada 2016 ini serapan anggaran yang bisa direalisasikan hanya 590 ha dari target 1.500 ha. Angka luasan hingga 590 ha itupun bisa didapat karena dengan susah payah membujuk petani agar menanam kedelai itu. Benih didapat dari Kabupaten Cianjur, Jawa Barat dan penanaman tersebar di 59 kecamatan oleh 59 kelompok tani. Di waktu panen nanti, para petani berusaha menjual kepada produsen tahu tempe.

Tetapi, pihak Dinas Pertanian Kabupaten Rejang Lebong akan berusaha melakukan pendekatan kepada pihak Dinas Perdagangan atau Dinas Perindustrian agar harga kedelai bisa ditingkatkan. Artinya, pihak produsen tidak menghargai kedelai serendah-rendahnya. Kendati demikian, kini ada kesepakan membentuk koperasi agar hasil kedelai tidak merosot saat panen. Artinya, koperasi yang memasarkan sesuai permintaan. *

komentar

You must be logged in to post a comment.

plaza kemitraan

  JUDUL TERSEBUT DI atas sangat menarik disimak. Bahwa para petani punya utang atau hutang sudah jamak diketahui. Tetapi, misalnya mengapa Dewan Perwakilan Rakyat Republik

Pengantar Redaksi: KONON SAAT INI di Indonesia tidak ada daerah atau desa yang menerapkan pertanian hamparan luas dengan pola pengolahan tanah hingga pemasaran. Satu-satunya yang