Ir Wawan: Di Blitar Ada 22 Kecamatan, Semua Petani Sudah Terapkan Bio SAKA Untuk Ketahanan Pangan
Sunday, 13th August, 2023 | 424 Views

 

BELAKANGAN INI KABUPATEN Blitar di Provinsi Jawa Timur (Jatim) menjadi pusat perhatian para ahli pertanian dan pengusaha sektor pertanian, peternakan dan parikanan. Dari kabupaten itulah digemakan penerapan bio Selamatkan Alam Kembali ke Alam (SAKA) yang berperan memicu, mendorong pertumbuhan sekaligus produksi makhluk hidup (flora-fauna) serta pertahanan terhadap kelelahan maupun penyakit.

   Kenyataannya, sebagaimana dikatakan Kepala Dinas Pertanian dan Pangan Kabupaten Blitar Ir Wawan Widianto, petani di seluruh kecamatan yang jumlahnya 22 telah menerapkan bio SAKA pada setiap tanaman mereka dengan tingkat keberhasilan yang tinggi karena hasil panen berlipat ganda.

   Menurut Wawan, panen di sawah telah selesai dan segera mengolah tanah untuk tanam lagi dalam rangka menghadapi gejala atau fenomena El Nino yang mungkin bisa mengurangi hasil ke depannya akibat kemarau panjang. Memang gejala itu sedang diwaspadai oleh hampir seluruh warga dunia dan tentu termasuk masyarakat dan pemerintah Kabupaten Blitar.

Atasi Kelangkaan Pupuk

    Sebetulnya, Wawan mengungkapkan, wilayah Blitar sudah surplus bahan makanan dan banyak persediaan bahan pangan selain dari tanaman pangan dan hortikultura, dari sektor perkebunan maupun peternakan juga mumpuni. Di samping tanaman pangan dan hortikultura yang sudah surplus ditambah dari daging ayam dan telur juga surplus.

  “Dengan demikian, permasalahan yang ada sekarang ini untuk petani adalah masalah pupuk saja dan sarana produksi atau saprodi, sedangkan titik berat dari pemerintah pusat khususnya Kementerian Pertanian untuk ketahanan pangan harus dijaga termasuk menjaga semangat petani. Ya, memang hal itu menjadi dilematis. Sebab, pengadaan saprodi sangat terbatas dan sulit didapat para petani. Belum lagi harganya sangat mahal di pasaran,” Wawan menegaskan.

    Nah, Wawan menyebutkan, pada 2019 kami mengajak semua petani yang ada di Blitar untuk berinovasi membuat pupuk sendiri. Petani diajak untuk tidak bergantung pupuk kimia. Pada saat pembuatan pupuk organik berkembang, ketergantungan pada pupuk kimia sedikit demi sedikit teratasi dan pada saat bersamaan muncul temuan  yang terbilang baru bagi petani, yaitu bio SAKA.

   Ternyata kemunculan bio SAKA memang berawal dari keresahan semua petani di seluruh Indonesia terkait dengan pupuk subsidi yang dikurangi. Sementara pupuk nonsubsidi sangat mahal, pestisida juga mahal, saprodi yang lainnya juga sangat mahal, sehingga para petani saat itu sangat tertekan  dan mengalami kesusahan yang getir. Para petani berduyun-duyun ke kantor Dinas Pertanian menanyakan pupuk termasuk solusi karena tanaman sudah waktunya menerima pupuk.

Terobosan Inovasi

   Akhirnya dari bincang-bincang dengan petani itu melalui pertemuan panjang, Dinas Pertanian mengundang petani agar melakukan inovasi pembuatan pupuk agar tidak tergantung pada pabrik atau pupuk kimia. Mulailah dilakukan terobosan disambung dengan percobaan membuat pupuk dari bahan alam yang ada di sekitar lingkungan petani agar diolah menjadi pupuk organik itu.

    Mulai dari kotoran ayam, kambing, sapi, kelinci dan juga limbah-limbah pertanian itu sangat banyak lalu didapat sekitar 22 inovasi yang disodorkan ke Dinas Pertanian. Dari jumlah itu dipilihlah hanya sembilan inovasi dan dicoba pada lahan demonstration plot (demplot) dengan hasil semua bagus dan cocok. Agar tidak menyulitkan dan menyita waktu, biaya dan menyulitkan para petani, dari 9 inovasi yang muncul dipastikanlah hanya satu, yaitu bio Selamatkan Alam Kembali ke Alam atau SAKA atau lebih lazim disebut dan dikenali bio SAKA.

    Selanjutnya, Wawan Widianto mengatakan bahwa bahan bio SAKA selalu ada di sekitar rumah atau bersebelahan dengan lahan pertanian. Dedaunan selalu ada dan gampang  didapat, di mana semua masyarakat atau petani bisa membuat sendiri di rumahnya bahkan di pematang sawah atau ladangnya.

   “Itulah kesepakatan akhir bersama para petani untuk mengambil bio SAKA, di mana pada saat itu saya tidak serta merta percaya terhadap keampuhan bio SAKA tersebut. Contohnya, cara membuat bagaimana, kandungannya berapa dan apa saja kemudian cara menerapkan pada tanaman bagaimana. Sungguh, pada waktu itu saya belum percaya karena untuk mengaplikasikan dengan volume yang cukup sedikit dan sederhana. Sangat murah, tetapi sangat ampuh. Saya sulit percaya pada awalnya,” Wawan bercerita.

Di-BAP Polisi Juga Dihina

   Menurut Ir Wawan Widianto, akhirnya dimantapkan untuk melakukan pengamatan terus-menerus selama 14 bulan. Setiap ada acara penggunaan bio SAKA pada tanaman selalu dihadiri. Jika petani membuat bio SAKA juga didatangi dan dicermati. Kemudian kalau ada yang panen padi atau jagung atau tanaman lain yang telah mendapat perlakuan bio SAKA juga diikuti dan diperhatikan hasilnya dengan seksama. Dan ditu berlangsung salama 14 bulan tersebut. Lalu kesimpulan akhirnya adalah 90 persen hasil yang didapat petani sudah bagus. Bio SAKA tak tertandingi.

    Dari pengamatan yang panjang itu kami melakukan demplot mulai dari awal tanam padi pada luasab 1.400 meter persegi, pemberian bio SAKA tahap pertama, tahap kedua hingga panen. Waktu itu ditanam varietas Inbrida padi irigasi (Inpari)-32. Itu dicoba di Desa Ploso Rajo, Kecamatan Kademangan. Diamati secara cermat dan hasilnya bagus.

    “Pada gilirannya saya meminta Bupati Blitar turut melakukan panen yang menerima bio SAKA. Setelah itulah saya berani mengatakan bahwa bio SAKA itu perlu disebarluaskan kepada semua petani. Saya berprinsip apapun yang saya sampaikan kepada petani harus betul-betul sesuatu yang menguntungkan mereka atau tidak akan merugikan. Karena kehati-hatian itulah yang mendorong saya mengamati dan melakukan dalam waktu yang lama. Sebab, kalau terjadi masalah tentu yang akan pertama sekali disalahkan adalah saya selaku kepala dinasnya,” demikian penegasan Wawan Widianto.

   Dia menambahkan bahwa ketika membuka potensi bio SAKA dan mulai menyebarkannya kepada masyarakat terutama para petani yang belum mengetahui termasuk yang masih penasaran. Pada kesempatan yang sama banyak pihak yang menyepelekan. Bahkan ada juga pihak yang menindas (bully) yang mengarah pada penghinaan.

   “Memang pada awal-awal pengenalan bio SAKA sudah diserang berbagai pihak dengan berbagai sikap maupun perkataan secara langsung maupun melalui orang lain. Bahkan saya sebagai Kepala Dinas Pertanian juga berkali-kali dilaporkan ke pihak kepolisian sampai dibuat berita acara pemeriksaan atau BAP di kantor kepolisian. Dan apa yang saya alami itu saya laporkan kepada pejabat Kementerian Pertanian di Jakarta,” demikian Wawan seraya menambahkan bahwa serangan bertubi-tubi juga datang dari pihak pabrikan atau perusahaan pupuk dan perusahaan pestisida karena mungkin mereka takut tersaingi atau akan berkurang produksinya dan tidak laku. *sembada/rori/henry

komentar

You must be logged in to post a comment.

plaza kemitraan

  JUDUL TERSEBUT DI atas sangat menarik disimak. Bahwa para petani punya utang atau hutang sudah jamak diketahui. Tetapi, misalnya mengapa Dewan Perwakilan Rakyat Republik

Pengantar Redaksi: KONON SAAT INI di Indonesia tidak ada daerah atau desa yang menerapkan pertanian hamparan luas dengan pola pengolahan tanah hingga pemasaran. Satu-satunya yang