Inovasi Perajin Tempe Desa Sanan Kota Malang Olah 4 Ton Kedelai Untuk Bolu Dan Hamburger
Wednesday, 22nd November, 2017 | 706 Views

BERBAGAI OLAHAN DARI tempe diproduksi oleh masyarakat Desa Sanan, Kelurahan Purwantoro, Kecamatan Blimbing, Kota Malang, Jawa Timur.  Para perajin melakukan onovasi beragam olahan dari 4 ton kedelai setiap bulan. Ada kripik dari tempe, kukis dan bolu. Bahkan ada juga hamburger yang bahan pengganti daging diolah dari tempe sedemikian rupa menghasilkan cita rasa yang tak kalah enaknya seperti daging.

Kebutuhan kedelai (Glycine max) pengrajin tempe di Desa Sanan yang tergabung dalam kelompok dengan nama BANGKIT MANDIRI setiap hari paling sedikit 30 ton. Itu adalah kedelai impor. Bila dikalikan satu bulan kebutuhan kedelai mereka mencapai 900 ton. Itu hanya untuk Desa Sanan. Kalau biji kedelai untuk kebutuhan Kota Malang adalah sekitar 4.000 ton untuk satu bulan. Hampir seluruh kebutuhan kedelai itu ditutupi dari impor yang rata-rata berasal dari Amerika. Sekarang harga kedelai impor di pasaran Malang 6.500 rupiah per kilogram (kg), sedangkan harga kedelai petani mencapai 7.000 rupiah per kg.

Penggagas Paguyuban Bangkit Mandiri, Subhan mengatakan bahwa untuk perajin tempe di daerah Sanan tidak mempermasalahkan asal kedelai dari mana. Impor ataupun lokal tidak jadi soal. Nah, apabila pemerintah menghentikan impor kedelai sebagaimana dilakukan untuk jagung, para perajin dengan senang hati akan memakai kedelai lokal.

“Tetapi, untuk itu perlu diperhatikan agar kedelai petani betul-betul dipanen sesuai ketentuan. Selain itu juga akag dijemur sampai kering, sehingga ketika diolah hasilnya baik. Tingkat kebersihan kedelai petani harus bisa menyaingi kedelai impor. Kalau sudah seperti itu pasti para perajin akan menyukainya,” kata Subhan.

Pemerintah Harus Campur Tangan

Menurut Arif Sofyanhadi, Ketua Paguyuban Perajin Bangkit Mandiri Desa Sanan, hal yang kini menjadi persoalan yang sering dibicarakan anggota adalah kalau beberapa bulan mendatang petani panen kedelai, apakah harganya bisa bersaing dengan kedelai impor? Kalau harga itu tidak bisa bersaing, perajin sulit menentukan sikap propetani. Selisih harga cukup jauh. Pemerintah harus campur tangan untuk menentukan harga kedelai petani, sehingga perajin seiringan dengan petani untuk sama-sama maju.

Sekata dengan Arif, Subhan menambahkan bahwa dari cita rasa kedelai lokal itu jauh lebih enak dibanding kedelai impor mungkin karena masih segar langsung diolah pengrajin tempe. Namun, ada kelemahannya jika memakai kedelai lokal. Apabila pengrajin tempe menggunakan kedelai lokal 100 persen sebagai bahan dasar untuk olahan tempenya, produksi tempe mereka agak berkurang dibandingkan dengan bahan dasar kedelai impor.

“Padahal pemakaian ragi sama takaran biji kedelai sama. Lama perebusan sama, apakah faktor kekeringan dari kedelai lokal yang kurang, sehingga produksi mereka untuk tempe tidak mengembang. Dengan kata lain volumenya sedikit berkurang dibanding dengan kedelai impor,” kata Subhan.

Inovasi Olahan Tempe

Djumadi, perajin tempe yang melakukan inovasi makanan dari tempe sengaja mengunjungi Balai Penelitian Aneka Kacang-kacangan dan Umbian (Balitkabi) Malang. Djumadi membawa beberapa jenis makanan olahan, seperti humberger tempe, kukis, bronis dan bolu dari tempe untuk diuji kandungannya.

Apa yang terjadi? Institusi Balitkabi yang dinaungi oleh Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, Kementerian Pertanian itu secara terbuka dan senang melayani Djumadi. Makanan yang dibawanya diuji dan kini sudah mendapat sertifikat, satu di antaranya adalah humberger tempe itu.

“Sudah banyak masyarakat yang menyukai humberger tempe itu. Dan kami akan terus menjaga mutu yang telah diakui oleh pihak yang berwenang seperti Balitkabi Malang itu,” kata Djumadi.

Menurut dia, secara keseluruhan semua pengrajin tempe dan turunan olahan makanannya di Kota Malang sangat menerima dengan senang hati jika nanti seluruh ketersediaan kedelai berasal dari kedelai lokal. Selain itu para perajin dan pengurus Paguyuban Bangkit Mandiri sangat setuju kalau pemerintah menghentikan impor kedelai. Para perajin sudah bertekad dan bersedia membeli kedelai petani.

Di sisi lain, kini dengan keterbukaan informasi seperti sekarang ini sebagian besar perajin tempe juga mengetahui kalau kedelai impor berasal dari rekayasa teknologi yang memodifikasi kandungan kedelai itu atau istilahnya genetical modified organism (GMO) yang sangat dicemaskan bisa merusak kesehatan jangka panjang. Tentu saja perajin ingin menyediakan makanan yang sehat untuk dikonsumsi.*sembada

komentar

You must be logged in to post a comment.

plaza kemitraan

  JUDUL TERSEBUT DI atas sangat menarik disimak. Bahwa para petani punya utang atau hutang sudah jamak diketahui. Tetapi, misalnya mengapa Dewan Perwakilan Rakyat Republik

Pengantar Redaksi: KONON SAAT INI di Indonesia tidak ada daerah atau desa yang menerapkan pertanian hamparan luas dengan pola pengolahan tanah hingga pemasaran. Satu-satunya yang