Aspeter: HGU No 109 PT PN II Kebun Sei Semayang Dipalsukan?
Tuesday, 24th May, 2016 | 1019 Views

PIHAK Asosiasi Peternakan Indonesia (Aspeter) telah mengidentifikasi dan menginvestigasi keberadaan sertifikat hak guna usaha (HGU) No 109 tidak sah menurut hukum yang berlaku. Sertifikat itu diakui oleh Direksi Perusahaan Terbatas Perkebunan Nusantara (PTPN) II  Kebun Sei Semayang miliknya dan dipakai untuk mengambil-alih tanah rakyat secara semena-mena. Pihak mana yang memalsukan?

Penerbitan HGU No.109 itu adalah tanggal 20 Juni 2003 dan bisa dengan mudah ditengarai sebagai surat yang tidak sesuai dengan apa yang ditentukan atau diatur dalam Pasal 140 dan Pasal 164 Peraturan Menteri Negara (Permenneg) Agraria/ Kepala Badan Pertanahan Nasional (BPN) No.3/1997. Setiap akta memiliki bentuk tersendiri yang disesuaikan dengan ketentun yang berlaku. Selain itu bentuk sertifikat tanah diatur pada Pasal 164 Permenneg Agraria/Kepala BPN Nomor 3/1977 tentang Ketentuan Pelaksanaan PP No.24/1997 tentang Pendaftaran Tanah.

Hal tersebut diungkapkan oleh Ketua Dewan Pengurus Daerah Asosiasi Peternakan Indonesia, Provinsi Sumatera Utara (DPD Aspter Sumut) Abdul Muis kepada Media Pertanian online www.sembada pangan.com dan Media Pertanian Lumbung Pangan, di Jakarta , baru-baru ini. Dia disampingi Fadli Kaukibi, SH,CN, Ketua Bidang Hukum dan Advokasi, DPD Aspeter Sumut.

Menurut Muis, di halaman dua buku sertifikat HGU No.109 tersebut pada kolom atau hurup D tidak dimuat atau tidak tercantum nomor dan tanggal berita acara pengesahan pengumuman data fisik dan data yuridis oleh tim ajudikasi. Selain itu juga tidak tercantum rekomendasi keputusan pemberian HGU oleh Menteri Negara Agraria/Kepala BPN sebagaimana diklaim pihak PTPN II Kebun Sei Semayang. Selain itu juga disebutkan bahwa hal itu didasarkan pada rekomendasi SK 42 atau HGU/BPN/2002.

“Bahkan pada kolom tersebut juga tidak mencantumkan jumlah uang pemasukan yang dibayar jika pemberian hak berasal dari tanah negara. Ini sangat ganjil dan sangat aneh. Ini sangat memprihatinkan di era reformasi yang serba jujur, terbuka dan taat hukum dan hal ini harus diluruskan oleh semua pihak. Kemungkinan besar ini palsu, tetapi siapa yang memalsukan?,” demikian Abdul Muis dan diamini oleh Fadli.

Selanjutnya dikatakan bahwa pada kolom/huruf E tetcantum luas areal HGU 1.433,28 hektare (ha), padahal berdasarkan temuan investigasi DPD Aspeter Sumut luas areal mencapai 1.530 ha lebih. Jika setiap afdeling ada kelebihan 100 ha hingga 200 ha, siapa yang mengunakan ratusan hingga ribuan hektare tanah tersebut.

Beda Desa Beda Kecamatan

Muis berseru, pantas juga dipertanyakan tentang pendanaan dari mana dan hasilnya untuk siapa? Bahkan siapa yang membayar uang pemasukan HGU dan pajak bumi/PBB perkebunan? Hingga kuartal pertama 2016 ini hal tersebut tidak jelas alias masih gelap. Juga ternyata di dalam sertifikat HGU No.109 tidak tercantum tanggal maupun nomor keputusan Menteri AgrariaKepala BPN. Menyangkut hal Media Pertanian online www.sembadapangan.com mencoba menghubungi Manajer Kebun Sei Simayang Edward Sinulingga melalui telepon, tetapi tidak bisa.

Artinya, pemberian HGU dan penerbitan sertifikat HGU oleh Kepala Pertanahan Kabupaten Deli Serdang seluas 1.433,28 ha pada 20 Juni 2003 telah melanggar atau melampaui kewenangannya. Ini harus diusut secara terbuka. Sebab, sesuai ketentuan Permeneg AgrariaKepala BPN No 3/1999 tentang Keputusan Pmberian Hak Atas Tanah Negara pada Pasal 8 disebutkan bahwa Kepala Kantor Wilayah (Kakanwil) BPN Provinsi tidak berwenang memberikan keputusan pemberian HGU melebihi luas 200 ha.

Abdul Muis menambahkan bahwa HGU No 109 milik PT PN II Kebun Sei Semayang jelas memuat lokasi areal di Desa Mulyorejo, Kecamatan Sunggal, Kabupaten Deli Serdanmg. Selanjutnya lokasi areal yang diurus oleh Kelompok Tani Mega Jaya seluas 120 ha berada di Desa Paya Bakung, Kecamatan Hamparan Perak, Kabupaten Deli Serdang.

“Ini penipuan dan kriminalisasi kepada petani-peternak di era reformasi oleh perusahaan yang nota bene milik negara. Ini harus diusut dan dituntut, siapa yang bermain melawan dan merendahkan hukum harus jelas dan dihukum,” ungkap Muis sembari menambahkan bahwa Pengurus Kelompok Tani Mega Jaya telah menandatangani kerjasama untuk mengembangkan peternakan di lahan seluas 120 ha yang dianeksasi oleh pihak PT PN II. Kerjasama itu harus diwujudkan karena sesuai dengan Program Pemerintahan Presiden Joko Widodo untuk swasembada pangan di sektor peternakan/daging.*

komentar

You must be logged in to post a comment.

plaza kemitraan

  JUDUL TERSEBUT DI atas sangat menarik disimak. Bahwa para petani punya utang atau hutang sudah jamak diketahui. Tetapi, misalnya mengapa Dewan Perwakilan Rakyat Republik

Pengantar Redaksi: KONON SAAT INI di Indonesia tidak ada daerah atau desa yang menerapkan pertanian hamparan luas dengan pola pengolahan tanah hingga pemasaran. Satu-satunya yang