Harga Sweetpotato Sering Merosot Koptan Sembodo Pilih Olahan
Monday, 5th December, 2016 | 664 Views

PIHAK Kelompok Tani Sembodo menyiasati kemerosotan harga ubijalar (Ipomea batatas) yang juga sering disebut sweetpotato setelah panen dengan mengolah menjadi berbagai jenis panganan. Begitu diketahui harga merosot sebelum dan saat panen, anggota kelompok tani itu tidak menjualnya lagi ke pasar atau kepada pihak lain, tetapi diolah sendiri. Kini Kelompok Tani Sembodo sudah punya gedung sendri yang permanen berangka baja untuk pengolahan dengan ukuran 20 meter kali 30 meter.

 

“Soal harga ubijalar, kami sudah berpengalaman dipermainkan pihak lain. Kami mempunyai pengalaman yang pahit karena sangat sering rugi. Oleh sebab itu kami bersepakat untuk mengolah seluruh ubijalar yang dipanen setelah itu baru dijual dalam bentuk setengah jadi dan matang,” demikian Supardi (48) petani “berprestasi” yang juga menjadi Ketua Kelompok Tani (Koptan) Sembodo di Desa Karanglo, Kecamatan Tawangmangu, Kabupaten Karanganyar, Provinsi Jawa Tengah (Jateng), akhir November lalu.

Dia mengungkapkan hal tersebut di lahan budidaya ubijalar yang sedang dipanen oleh anggota Koptan Sembodo bersama pihak Dinas Pertanian Kabupaten Karanganyar, Direktorat Aneka Kacang dan Umbi-umbian (Kementerian Pertnian) dan Dinas Pertanian Provinsi Jateng. Ubijalar yang dipanen tersebut merupakan bantuan proyek pada Program Counterpart Fund Second Kennedy Round (CF-SKR) dengan pelaksana dari Kementerian Pertanian Indonesia dan Japan International Cooperation Agency (JICA)

Supardi mengungkapkan bahwa setelah pasca panen harga ubjijalar selalu naik turun seperti sekarang ini (akhir November), pihak Koptan Sembodo mengupayakan untuk mengolah sendiri hasil dari panen ubi jalar itu agar punya nilai tambah (value added) yang menguntungkan. Setelah diolah, kemudian dipasarkan di Kabupaten Karanganyar dan Jakarta. Sebagian dipasarkan ke Bali dan sebagian lagi diekspor ke Korea Selatan.

Ada Jaminan Harga

Lantaran telah punya pasar tersendiri, pihak Koptan Sembodo tidak khawatir lagi apabila harga merosot, seperti saat panen raya. Misalnya, saat panen setiap kilogram (kg) dihitung hanya 1.100 rupiah, padahal sebelum panen harganya mencapai 1.500 rupiah per kg. Untuk menolong anggota kelompok pada musim tanam yang akan dating, Supardi berinisiatif untuk mematok harga hingga 2.000 rupiah per kg.

“Ya, saya sudah patok seharga 2.000 rupiah per kg untuk panen ubijalar musim mendatang. Angka itu sangat menggembirakan bagi anggota kelompok saya karena ada jaminan harga. SELAMA INI PEMERINTAH TIDAK PERNAH MEMBERI JAMINAN HARGA KEPADA PETANI, jadi saya harus lakukan ini bagi anggota kelompok saya sendiri. Tentu pola ini bisa ditiru atau dicontoh kelompok tani lain di berbagai provinsi. Cari jalan keluar agar petani tidak dipermainkan para spekulan yang mengambil untung sampai puluhan kali lipat, tapi petani rugi puluhan kali lipat juga. Kondisi seperti ini tidak pernah diantisipasi pemerintah,” demikian Supardi yang kini memikirkan pembelian alat dan mesian pertanian (alsintan), apabila pemerintah tidak kunjung memberi bantuan.

Kenapa gerangan Supardi berani menjamin harga bagi anggotanya? Dia bertutur bahwa home industry yang dikelolanya harus mendapat pasokan (supply) yang berkesinambungan agar tidak mati dan agar tetap dipercaya pembeli di daerah lain maupun untuk ekspor tersebut. Bahkan, agar  bahan baku mencukupi, Supardi berupaya memberi uang muka sebesar 50 persen sebelum petani anggota Koptan Sembodo menanam ubijalar.

“Itu penting saya lakukan karena kelompok tani kami bentuk dari kami untuk kami. Perlu kreasi berpikir agar semua anggota tidak pontang-panting memikir kebutuhannya. Dan hal yang jelas pola itu jangan disamakan dengan tengkulak atau pengijon. Tidak. Sekali lagi pasokan terhadap usaha kecil yang kami bangun ada terus-menerus. Itu saja. Semua anggota untung,’ katanya sembari menambahkan “tujuan kami adalah membuka lapangan kerja bagi orang desa, lelaki maupun perempuan.”

Lapangan kerja apa itu? Menurut Supardi tenaga kerja sangat dibutuhkan di pengangkutan bahan baku dan bahan olahan termasuk bahan pengolah, seperti minyak goring, kayu dan pengepakan serta penanganan peralatan. Sebab, setelah berdiri “pabrik olahan” itu 1,5 tahun yang lalu beberapa penduduk sekitarnya telah ditampung untuk bekerja dan akan ditambah lagi bagi yang mau bergabung. Pekerjaan akan makin banyak terutama kalau pemerintah menginformasikan tentang varietas unggul baru ubijalar yang panennya lebih cepat dan produksi umbinya lebih banyak lagi.

Tetap Tanam Ubijalar

Menurut Ketua Koptan Sembodo Supardi, semua anggota kelompoknya akan tetap tanam ubijalar. Kendatipun saat ini dalam satu tahun masih harus berbagi waktu tanam dengan komoditas ubi kayu (Manihot utilissima/Manihot esculanta), kemudian padi (Oryza) lalu ubijalar dan padi lagi.

Untuk pengolahan lahan kalau akan menanam ubi jlar setelah panen padi, lahannya dibesihkan dari jerami lalu dibakar dan sebagian ada yang ditimbun. Jerami yang ditimbun itu bisa dijadikan pupuk setelah dicampur dengan pupuk kandang. Setelah itulah baru dibajak dan dibuat guludan dengan memakai pacul (cangkul) karena anggota kelompok tani belum punya alat mesin untuk membuatnya. Para anggota kelompok juga berharap ada bantuan alsintan itu.

Menurut Supardi, tinggi guludan hanya 30 centimeter (cm) dengan jarak galengan yang satu dengan lainnya adalah 90 cm. Setelah guludan jadi kemudian dikasih pupuk dasar, yaitu pupuk kandang dan organik kemudian ditutup lagi dan selang satu minggu baru proses tanam, masa penyiangan dilakukan setelah 30 hari tanam dan seterusnya dirawat. Sesungguhnya para petani masih mengharapkan program CF-SKR itu masih bisa dilanjutkan karena sangat menolong petani dan manfaatnya sangat baik sebagai pembelajaran petani untuk disiplin bertani. * sembada

komentar

You must be logged in to post a comment.

plaza kemitraan

  JUDUL TERSEBUT DI atas sangat menarik disimak. Bahwa para petani punya utang atau hutang sudah jamak diketahui. Tetapi, misalnya mengapa Dewan Perwakilan Rakyat Republik

Pengantar Redaksi: KONON SAAT INI di Indonesia tidak ada daerah atau desa yang menerapkan pertanian hamparan luas dengan pola pengolahan tanah hingga pemasaran. Satu-satunya yang