Bupati Kabupaten Sanggau: Onih Agah….?
Monday, 13th June, 2016 | 1205 Views

BEGITU naik panggung untuk memberikan sambutan untuk peresmian Pabrik Mini Tapioka di Desa Lape, Kecamatan Kapuas, Kabupaten Sanggau, Provinsi Kalimantan Barat (Kalbar), Bupati Sanggau Paolus Hadi,SIP,MSi berseru: “Oni agah? Oni agaaah….? (Apa kabar?) Lalu disambut khalayak yang sebagian besar anggota Kelompok Tani Punt Pemidop (Pangkal Kehidupan,Dayak) “baaeeek…!

Lalu bergemalah tepuk tangan dan sorak-sorai di sebidang lahan sekitar satu hektar kawasan yang dikelilingi oleh hutan karet dan hutan sisa belantara. Bupati melanjutkan: “Mungkin kita masih masih berpikir bahwa saat ini sudah menanam ubi kayu gajah dan panen. Tetapi, kita harus pastikan bahwa kita hanya akan jual ubi sebagai bahan baku atau ada yang lain?”

Menurut Paolus Hadi, pabrik yang diresmikan itu dibangun untuk menampung ubi dari kelompok tani yang akan diolah menjadi tapioka. Dengan demikian, tingkat kehidupan di desa ini maupun di sekitarnya akan menjadi lebih baik karena ada penningkatan perekonomian keluarga.

Coba sama-sama berpikir, demikian bupati, kalau harga ubi hanya 800 rupiah per kilogram (kg), setelah jadi tepung akan berharga berapa? Dan hasilnya untuk siapa saja? Dipastikan bahwa tepung akan menjadi milik anggota kelompok dan desa dan seterusnya ke kecamatan dan kabupaten dan mungkin saja satu ketika ke provinsi.

Semua Energi Dimanfaatkan

 

“Karena itu jangan sampai pabrik ini menjadi besi tua atau bangunan tak berpenghuni. Menurut saya bisa saja tidak diperlukan mesin pengupas dan digantikan oleh tenaga manusia anggota kelompok, sehingga uang ada tidak pergi ke pihak lain dan tetap di desa ini. Jangan takut upah yang akan diberikan semisal 70.000 rupiah per hari per orang sebagaimana upah harian pekerja bagunan atau yang lain. Atau mungkin diborongkan dengan hitungan yang disepakati, sehingga semua energi bisa diamafaatkan secaara maksimal,” bupati menambahkan.

Apa yang disarankan oleh bupati memang belum disadari petani anggota kelompok. Sebab, kalau harga ubi kayu 800 rupiah per kg, ternyata harga tepung tapioka sudah mencapai 12.000 rupiah sampai 13.000 rupiah per kg. Artinya, dengan memberi upah 70.000 rupiah per hari kepada beberapa orang, margin atau selisih nilainya masihn sangat besar.

“Tetapi, saya percayakan kepada anggota kelompok bagaimana baiknya untuk kemajuan masyarakat di sini. Kalian harus maju. Kita harus maju. Saya berharap ada produksi olahan baru dari desa Lape ini. Dan jangan takut bermimpi besar untuk kemajuan bersama dengan meningkatkan perekonomian kabupaten ini. Prajurit TNI akan beli tepung ini. Para pegawai pemerintahan juga untuk dijadikan kue dan olahan baru lainnya yang menarik,” kata Paolus Hadi.

Dalam sambutannya di tempat yang sama Direktur Pengembangan Daerah Rawan Pangan Drs Supriadi, Msi mengungkapkan bahwa produksi tapioka itu akan makin pesat perkembangannya apabila bahan olahannya dikonsumsi anak sekolah di sekolah dasar hingga sekolah lanjutan. Kemungkinannya sangat besar karena bisa bekerjasama dengan pihak Dinas Pendidikan Kabupaten Sanggau. Ini akan menjadi model perekonomian masyarakat di tingkat desa yang bisa menjangkau hingga perkotaan.

Menanggapi harapan besar itu Kepala Dinas Pendidikan Kabupaten Sanggau Welly Brodus,Ssos,Msi mengatakan bahwa pihaknya siap menyambut  program tersebut. Bahkan saat ini sudah program makan produksi daerah atau lokal sebagai lanjutan program Pembinaan Makanan Tambahan Anak (PMTA) sekolah secara nasional.

“Tetapi, bagi anak sekolah di Kabupaten Sanggau ini makanannya adalah dari ubi olahan. Kami akan mulai dari sekolah dasar atau AD dulu. Pihak sekolah bisa memakai dana Bantuan Operasioan Sekolah atau BOS. Namun, pada tahap awal ini akan dialokasikan oleh Dinas Pendidikan dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah atau APBD 2016,” ungkap Welly kepada Media Pertanian online www.sembadapangan.com sembari menambahkan bahwa program itu tentu baik karena memberdayakan semua sumber untuk kemajuan bersama. Dan satu hal penting adalah bahwa siswa semakin sehat dan bergairah belajar. *

komentar

You must be logged in to post a comment.

plaza kemitraan

  JUDUL TERSEBUT DI atas sangat menarik disimak. Bahwa para petani punya utang atau hutang sudah jamak diketahui. Tetapi, misalnya mengapa Dewan Perwakilan Rakyat Republik

Pengantar Redaksi: KONON SAAT INI di Indonesia tidak ada daerah atau desa yang menerapkan pertanian hamparan luas dengan pola pengolahan tanah hingga pemasaran. Satu-satunya yang