Bonar Sirait: Perlu Diklat Agar Mutu Penyuluh Sesuai Kebutuhan
Sunday, 22nd May, 2016 | 720 Views

TERNYATA semua pihak harus mengakui bahwa pendidikan—sekaligus pelatihan—sangat dibutuhkan sepanjang masa sepanjang hidup. Ini bukan sekadar semboyan belaka, tetapi memang seperti itulah apa adanya sebagaimana dituturkan oleh Kepala Badan Koordinasi Penyuluh Provinsi Sumatera Utara (Sumut) Ir Bonar Sirait, Msi.

Kenapa gerangan mutu para penyuluh itu? Begitu rendahkah? Atau sama sekali tidak bermutu? “Oh, tidak juga. Saya lihat para penyuluh di seluruh Indonesia sudah bekerja dengan baik. Memang masih perlu ditingkatkan kemampuan mereka agar betul-betul sesuai dengan kebutuhan para petani dalam perencanaan, budidaya, pemeliharaan, panen atau akhir masa pemeliharaan dan pasca panen serta pemasaran,” ungkap Bonar Sirait kepada Media Pertanian online www.sembadapangan.com, di ruang kerjanya di Medan, Sumut, beberapa waktu lalu.

Menurut Bonar Sirait, di satu segi masih ada kekurangan para penyuluh ada kekurangan, namun mereka harus berbuat sesuatu pada saat petani menghadapi banyak persoalan. Misalnya, benih terlambat dan terbatas. Obat-obatan ternak tidak tersedia di pasar atau harganya tidak bisa dijangkau para petani peternak.

“Jadi, para penyuluh harus melengkapi diri secara komprehensif agar tidak ketinggalan dari teknologi yang ada dan pengetahuan para petani. Petani juga sudah rejin mencari sendiri informasi yang dibutuhkan termasuk cara bertani yang baik dan benar untuk meraih hasil maksimal. Pokonya penyuluh itu harus mampu dari hulu hingga hilir sektor pertanian yang meliputi tanaman pangan, perkebunan, peternakan dan hortikulutra,” ungkap Bonar.

Agar Petani Tertarik

Kendati demikian, Bonar tidak mau mengutarakan seperti apa pola pendidikan dan pelatihan (diklat) yang dimaksud itu. Dia beralasan, ada faktor pembiayaan yang terkait di situ. Anggaran pemerintah pusat, apalagi provinsi dan kabupaten sangat minim. Tetapi, memang diklat itu diperlukan, sehingga para penyuluh yang bergaji 2 juta rupiah di provinsi atau 3-4  juta rupiah bagi penyuluh dari pusat betul-betul memahami tugas dan fungsinya dengan kemampuan lengkap. Misalnya, mampu membuat analisa hasil usaha tani.

“Dengan kemampuan semacam itu tentu saja para petani tertarik mendorong dan meningkatkan luasan maupun volume taninya, seperti padi, jagung, kedelai, ubi, kopi, hortikulura dan peternakan,” lanjutnya.

Disebutkan bahwa saat ini di Provinsi Sumut yang terdiri dari 33 kabupaten dan kota, 6.440 kecamatan dengan 608.000 desa kelurahan hanya ada sebanyak 3.600 penyuluh (termasuk penyuluh swadaya). Di pihak lain, para penyuluh itu harus melayani sebanyak 36.000 kelompok tani yang sudah diakui pemerintah. *

komentar

You must be logged in to post a comment.

plaza kemitraan

  JUDUL TERSEBUT DI atas sangat menarik disimak. Bahwa para petani punya utang atau hutang sudah jamak diketahui. Tetapi, misalnya mengapa Dewan Perwakilan Rakyat Republik

Pengantar Redaksi: KONON SAAT INI di Indonesia tidak ada daerah atau desa yang menerapkan pertanian hamparan luas dengan pola pengolahan tanah hingga pemasaran. Satu-satunya yang