Bisnis Singkong Sangat Menjanjikan Ke Depan
Thursday, 15th September, 2016 | 777 Views

 

SINGKONG akan menjadi sumber bahan pangan lain yang sangat penting di masa depan ini karena berkemampuan tinggi menhasilkan karbohidrat yang sangat diperlukan setiap hari. Budi daya singkong atau ubi kayu sangat menjanjikan di masa mendatang untuk mendukung perekonomian para petani karena harganya semakin membaik terutama apabila sudah diolah menjadi tepung tapioka maupun mocaf atau modified cassava flour-pengganti tepung terigu dari ubi kayu.

Demikian pendapat Dr Ir Garjita Budi, Kepala Badan Ketahanan Pangan, Kementerian Pertanian dan Ir Kusyanto,MSi, Kepala Sub Direktorat Ubi Kayu, Direktorat Aneka kacang dan Ubi, Direktorat Jenderal Tanaman Pangan, Kementerian Pertanian. Mereka berbicara setelah mengikuti peresmian Klaster Chip Mocaf di Desa Gumukmas, Kecamatan Puger, Kabupaten Jember, Provinsi Jawa Timur, belum lama berselang.

Peresmian itu dihadiri oleh para peneliti dari Commonwealth Scientific Industrial Research Organization (CSIRO) Australia, para pengambil kebijakan dari Kementerian Pertanian, Kementerian Riset Teknologi dan Pendidikan Tinggi, Lembaga Pengelola Dana Pendidikan (LPDP) dan pelaku bisnis serta para ilmuwan dari Universitas Jember sendiri.

Tepung ubi kayu atau yang lazim disebut mocaf itu merupakan bahan baku pengganti tepung terigu yang ditemukan oleh Dr Achmad Subagio, Dosen Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas Jember. Singkong yang telah difermentasi dengan asam laktak dioleh begitu rupa, bentuk dan rasanya tidak berbeda dengan tepung terigu.

Dengan demikian, mocaf tersebut mempunyai perbedaan dengan tepung tapioka karena secara karakteristik mengalami perubahan kekentalan (viskositas), kemampuan gelatin dan kemampuan melarut yang tinggi. Dengan demikian, aroma ubi kayu atau singkong tersebut sudah tidak ada termasuk citarasanya, sehingga berpeluang dijadikan beragam makanan basah maupun kering.

Kepada Media Pertanian online www.sembadapangan.com dan Majalah Lumbung Pangan Garjita Budi mengungkapkan bahwa pada dasarnya upaya yang dilakukan adalah merupakan bentuk dari diversifikasi pangan untuk mengurangi ketergantungan pada beras. Kebetulan untuk daerah Jawa konsumsi singkong ini masih sangat kuat, berbeda dengan daerah lain yang kebanyakan menyukai ubi jalar sebagai pangan pokok mereka.

“Target kami dalam pengembangan sumber pangan ini adalah menurunkan konsumsi beras dari 144.000 ton menjadi di bawah 100.000 ton. Jadi, target kami adalah mengurangi penggunaan beras sekaligus secara bersama-sama mendorong pendapatan masyarakat melalui industri pengolahan ubi kayu,” demikian Garjita.

Lahan Marjinal

Selanjutnya Kusyanto mengagtakan, pihaknya sangat mengapresiasi kerja keras Universitas Jember melalu dana corporate social responsibility (CSR-tanggungjawab sosial perusahaan) yang ada dan swadaya masyarakat setempat bahu-membahu memanfaatkan lahan yang tergolong marjinal termasuk yang berpasir.

“Sebab, lahan yang berpasir merupakan tanah yang sangat tidak subur, sehingga dalam memfungsikannya menjadi lahan pertanian memerlukan treatment khusus, agar kesuburan tanah bisa dikembalikan dan mampu memberi hasil yang menggembirakan,” Kusyanto menambahkan pendapatnya kepada Media Pertanian online www.sembadapangan.com.

Menurut Kusyanto, sejalan dengan program pemerintah bahwa produk ubi kayu saat ini memang diarahkan pada lahan bukaan baru. Pemerintah sangat mendukung program semacam ini melalui perluasan area tanam (PAT) karena ke depannya hal ini akan sangat sesuai  dengan harapan pemerintah, agar ubi kayu itu jangan ditanami pada lahan yang sudah ada, tetapi pada penambahan luasan tanam. Hal tersebut sudah dilakukan di Provinsi Lampung.

Dia menambahkan, dari informasi yang ada penen ubikayu di lahan marjinal itu mencapai 10 kilogram (kg) per batang (pokok) merupakan hasil yang luar biasa. Sebab, untuk setiap hektare (ha) terdapat 10.000 batang yang berarti hasil bisa hingga 100 ton per ha, padahal biasanya produktivitas untuk daerah PAT baru sekitar 30 ton per ha dan secara nasional baru 22,3 to per ha. *sembada

komentar

You must be logged in to post a comment.

plaza kemitraan

  JUDUL TERSEBUT DI atas sangat menarik disimak. Bahwa para petani punya utang atau hutang sudah jamak diketahui. Tetapi, misalnya mengapa Dewan Perwakilan Rakyat Republik

Pengantar Redaksi: KONON SAAT INI di Indonesia tidak ada daerah atau desa yang menerapkan pertanian hamparan luas dengan pola pengolahan tanah hingga pemasaran. Satu-satunya yang