Ada Jaminan Pasar Dan Harga Bermitra Dengan PT GGP Untung
Wednesday, 7th June, 2017 | 1323 Views

MASYARAKAT PETANI DESA Sumber Rejo, Kecamatan Sumber Reco, Kabupaten Tanggamus, Provinsi Lampung sudah beberapa tahun ini mengalami perubahan pola hidup, pola pikir dan perekonomian. Banyak peningkatan dan kemajuan terutama untuk impian masa depan yang lebih baik setelah menempuh kemitraan dengan perusahaan di Lampung Tengah, Provinsi Lampung. Masyarakat itu berkumpul dalam wadah Kelompok Tani Hijau Makmur dan bermitra dengan PT Great Giant Pineapple (GGP)—kini Great Giant Food—di Desa Way Pangubuan, Lampung Tengah.

Belum lama berselang para petani yang terhimpun dalam Kelompok Tani Hijau Makmur itu ditemui oleh Media Pertanian online www.sembadapangan.com di desanya. Mereka adalah M. Nur Soleh (Ketua Kelompok Tani Hijau Makmur), Mujiyanto bin Joyo (Koordinator Lapangan Kelompok Tani Hijau Makmur), Subardi (anggota Kelompok Tani Hijau Makmur) dan Budi Santoso (Sub Koordinator Lapangan Kelompok Tani Hijau Makmur). Kelompok ini sedang mendirikan bangunan pengemasan berukuran 10 kali 20 meter.

“Nantinya di setiap 2 ha komoditi harus ada sarana gudang pengemasan yang dipandu oleh pihak inti PT GGF. Dari petani akan langsung dibawa ke Pulau Jawa untuk mengisi pasar swalayan dan supermarket di Jakarta-Bekasi-Bogor-Depok-Tangerang (Jabebodeta). Kemasan lainnya dibawa ke gudang perusahaan di Lampung Tengah untuk dikirim (ekspor) ke luar negeri,” ungkap Sigit Setiadi, pendamping petani dari PT GGF.

Kelompok tersebut kini mengelolah lahan seluas 30 hektare (ha) yang ditanami hortikultura pisang mas, pisang rajapisang bulu (bukan buluh), pisang barangan (Medan), papaya Kalina (sering disebut Kalifornia) dan jambu biji Kristal (sering disebut Bangkok). Dalam kelompok ini terlihat tidak kurang dari 300 anggota masyarakat yang masing-masing ada yang memiliki lahan satu hektare, tiga hektare dan ada yang 10 ha.

“Kami sangat beruntung setelah ada kemitraan dengan pihak PT GGF yang sudah dimulai sejak 2011. Bolehlah disebut kemitraan ini sebagai plasma dan inti. Para petani inilah plasmanya yang dibina dan dibekali ilmu bertani hortikultura, semisal mengolah tanah yang benar, pemupukan yang benar dan bertani yang benar. Kami semua mendapat kedisiplinan yang sebelumnya tidak dimiliki. Kami terdorong untuk melangkah maju jauh lebih cepat dari keadaan sebelumnya,” demikian Nur Soleh (45) menanam pisang dan papaya pada lahan seluas 10 ha.

 

Sangat Beruntung

Dia bercerita bahwa sebelumnya masyarakat di kecamatan itu hanya menanam sayur mayur sekadarnya dan juga dengan tumpang sari dengan tanaman lainnya. Para petani mau bergandengan dengan PT GGF karena selain mendapat ilmu bertani yang benar juga bimbingan untuk berdagang, ada hubungan dengan berbagai pihak dengan pembicaraan yang bermutu atau tidak asal omong.

Selain itu, katanya menuturkan, petani sangat senang dan nyaman atas jaminan pasar dan jaminan harga yang sudah pasti. Tidak ada keraguan untuk menanam bibit dari inti atau PT GGF itu. Dan yang memantapkan para petani adalah karena dalam seminggu petugas pendamping dari PT GGF tinggal bersama petani selama tiga hari. Pendamping itu mengelilingi lahan syang sangat luas untuk melihat dari dekat penanganan tanaman yang berbunga, buah yang akan panen dan cara panen yang benar.

“Sebab, kualitas harus dijaga betul lantaran buah yang dihasilkan petani ini hampir semuanya diekspor ke lebih 40 negara, kecuali pisang barangan yang masih untuk mengisi pasar dalam negeri terutama Jakarta,” ungkap Soleh yang memiliki tiga anak, paling besar di SLTA dan paling kecil masih balita.

Menurut Soleh petani-petani yang bergabung di kelompok itu sebelumnya menanam kopi dan lada serta sayuran lainnya yang panen hanya sekali setahun. Melalui kemitraan lahan yang ada ditanami satu jenis komoditi, di mana hasilnya lebih baik di kala panen. Harga ril terendah dari perusahaan PT GGF selalu di atas pasar setempat. Petani bisa mendapat untuk 100 persen dan pembayaannya cair dalam seminggu dari perusahaan.

Mujiyanto bin Joyo (53) yang memilik lahan 2 ha, sebagai Koordinator Lapangan Kelompok Tani Hijau Makmur harus mengwasan 105 ha lahan anggota, yaitu 24 ha untuk pisang, 20 ha untuk jambu dan 50 ha untuk papaya. Mujiyanto yang mengaku bertani dari NOL—karena belum pernah bertani kendati orangtua adalah petani—sudah mampu menyekolahkan anak ke pergurusan tinggi.

Satu anaknya telah meraih gelar sarjana S-1, satu lagi meraih D-3. Dua anaknya yang lain masih di SLTA dan lainnya masih SLTP dan SD. Kalau tidak menjadi petani, Mujiyanto mengaku tidak mungkin mampu menyekolahkan anak untuk bersekolah. Sebab, di desanya banyak anak hanya tamat SLTP atau SLTA.

“Jadi, saya sangat bersyukur ada kemitraan ini. Saya juga merasa bahagia karena saya bisa mengajak petani lainnya bergabung untuk maju dan meningkatkan perekonomian rumah tangga masing-masing suatu hal yang sangat mustahil sebelumnya. Saya memang mulai bertani dari nol karena tidak tahu aa-apa sebelumnya,” kata Joyo terbahak-bahak, merasa malu tetapi bangga.

Dia menambahkan, sebelum bermitra tidak ada jaminan bagi petani setelah panen. Kalau dibawa ke pasar tidak ada jaminan laku dan tidak ada jaminan harga. Petani sering merugi dan beberapa petani mala berpaling tidak mau bertani karena masalah harga dan jaminan pasar itu tidak ada.

Petani Subardi (47) mengungkapkan bahwa kemitraan yang didapatnya telah mengubah hidupnya jauh lebih baik. Kondisi keluarga juga lebih baik karena setelah bermitra dan menanam jambu Kristal yang bobotnya satu biji bisa satu kilogram (kg) di atas lahan 1,5 ha telah member hasil yang luar biasa. Dia kini bisa membangun rumah besar di samping rumah warisan orangtua dan bisa memiliki kendaraan roda empat.

“Saya beruntung. Ya, saya dan keluarga tentu bahagia. Kondisi sekarang merupakan suatu yang tidak pernah dibayangkan sebelumnya. Ya, jauh lebih baik dan kami sekeluarga patut bersyukur,” kata Subardi, seraaya menambahkan bahwa semua hasil produksi ini harus dijual ke perusahaan mitra dan hal ini sudah merupakan kesepakatan yang diikat pada perjanjian bersama. Walaupun ada pedagang yang meminta hasil panen tidak akan dilayani.

Menjaga Kepercayaan

Menurut Soleh, antara kedua pihak—plasma dan inti—memang sudah ada ikatan kepercayaan dan hal itu tetap dijaga dan baik. Pada saat panen, pemetikan buah yang telah matang dilakukan seminggu sekali. Untuk buah jambu kristal kualitas nomor satu atau Grade A dihargai 4.400 rupiah per kilogram (kg) dan Grade B seharga 4.200 rupiah per kg. Pisang Grade A seharga 5.750 rupiah per kg dan Grade B seharga 5.250 rupiah per kg serta Grade C seharga 4.000 rupiah per kg. Sedangkan  untuk buah papaya Kalina harganya adalah 2.000 rupiah per kg.

Ketua Sub Koordinator Kelompok Tani Hijau Makmur Budi Santoso (47) yang ditemui saat menyortir pisang raja dan pisang mas untuk dikemas dalam kardus standar internasional menyatakan kebahagiaannya setelah bergabung dalam kemitraan dengan PT GGF itu. Misalnya, dari lima anak Budi, satu telah bisa sekolahkan sampai lulus sarjana. Satu lagi akan lulus sarjana juga, sedangkan tiga lainnya masing-masing di SLTP, SD dan balita. Budi menanam pisang pada lahan 2 ha miliknya dan sedang membangun gedung pengemasan sendiri dengan konsultan dari PT GGF.

Manfaat kemitraan ini bagi petani, katanya, selain produksi tidak terbatas karena panen setiap minggu, sistem pembayaran dari perusahaan sangat jelas dan pasti. Kalau berdagang di pasar yang didapat hanya tulisan atau di mulut karena belum tentu langsung dibayar. Pembayaran diberikan kepada ketua kelompok kemudian didistribusikan kepada para anggota.

“Kendati harga merosot di pasaran, pihak mitra akan tetap membayar hasil panen petani di atas harga pasar, apalagi yang untuk ekspor itu. Pokoknya petani beruntung dan kami harus menjaga hal ini. Saling mempercayai. Pokoke podho pracoyo karo konco. Karo mitro. Ya, percaya kepada mitra,” demikian Budi. *sembada

komentar

You must be logged in to post a comment.

plaza kemitraan

  JUDUL TERSEBUT DI atas sangat menarik disimak. Bahwa para petani punya utang atau hutang sudah jamak diketahui. Tetapi, misalnya mengapa Dewan Perwakilan Rakyat Republik

Pengantar Redaksi: KONON SAAT INI di Indonesia tidak ada daerah atau desa yang menerapkan pertanian hamparan luas dengan pola pengolahan tanah hingga pemasaran. Satu-satunya yang