Seusai Direformasi Lulusan STPP Bogor Jadi Pelaku Usaha
Monday, 12th June, 2017 | 3236 Views

 

SETELAH DIRASAKAN LAMBAN bangkit, kini Sekolah Tinggi Penyuluhan Pertanian (STPP) Bogor, Jawa Barat sedang berproses reformasi dan masih akan direformasi hingga 2018 dengan ganti nama serta tambah kurikulum. Apabila sebelumnya hanya menerima peserta didik kalangan pegawai negeri sipil (PNS) dari lingkungan Departemen Pertanian (sudah ganti nama menjadi Kementerian Pertanian), kini sudah diterima dari umum. Setelah direformasi, lulusan STPP harus jadi pelaku usaha pertanian.

“Pada tahun ajaran 2016/2017 ini kami di STPP Bogor telah menerima mahasiswa dari umum. Artinya, siapa saja yang berminat untuk menimba ilmu di STPP ini bisa mendaftar untuk mengikuti seleksi. Memang pada 2001 hingga 2014 kami hanya menerima mahasiswa dari lingkungan pemerintah, sehingga move on lambat. Tidak ada pilihan lain dan kami mengusulkan kepada Menteri Pertanian agar diberi izin menerima umum terutama yang lalusan sekolah menengah umum,” ungkap Ketua STPP Bogor Ir Nazaruddin, MM kepada Media Pertanian online www.sembadapangan.com di ruang kerjanya baru-baru ini.

Memang, menurut penuturan Nazaruddin, kampus STPP itu perlu dikenal secara luas oleh masyarakat termasuk peranannya di sektor pertanian. Dan hal yang membahagiakan kalangan civitas akademika STPP Bogor adalah bahwa usulan tersebut disetujui. Hal tersebut dirasakan sebagai sebuah perubahan yang sangat baik.

Kenapa gerangan? Konon ceritanya pada masa yang lampau itu pihak kampus mengalami kesulitan mendapatkan calon mahasiswa. Walaupun sudah dicari hingga ke desa, tetap saja kekurangan peminat, padahal para dosen dan mahasiswa sudah dipesankan agar mengajak orang lain atau kenalan untuk mendaftar, namun tetap saja sepi peminat.

“Dan pada 2017 ini yang mendafat menjadi calon mahasiswa tercatat 2.010 orang. Ada beberapa tahap seleksi yang harus diikuti. Kemudian akan dijaring yang terbaik sebanyak 160 orang. Dari jumlah yang mendaftar itu terlihat bahwa animo masyarakat terhadap perguruan yang berbasis pertanian saat ini sudah makin besar,” tutur Nazaruddin dengan bangga.

Mengembangkan Agrowisata

Menurut Nazaruddin, seiring dengan pemberlakuan UU No 12/2012 yang mengamanatkan semua  sekolah-sekolah yang berada di bawah binaan kementerian harus berubah menjadi sekolah umum. Menymabut hal itu pihak STPP  Bogo telah merancang sekaligus menambah program studi dari dua yang sudah ada sebelumnya—studi penyuluhan pertanian dan studi penyuluhan peternakan—menjadi lima program studi. Tambahan itu adalah agrobisnis hortikultura dan mekanisasi pertanian serta paramedik veteriner.

“Nah, mekanisasi pertanian ini merupakan satu-satunya program STPP yang ada di seluruh Indinesia. Dengan penambahan program studi tentu kami harus committed untuk terus mengembangkannya. Itu semua juga harus didukung oleh anggaran yang kuat dan pasti akan bertambah untuk melengkapi programnya,” demikian penegasan Nazaruddin.

Selanjutnya dia mengungkapkan bahwa pihak STPP Bogor masih membutuhkan beberapa laboratorium untuk studi itu. Sebab, dalam waktu dekat akan mengembangkan kawasan hidroponik selain untuk kebutuhan praktik mahasiswa dan dosen. Hal itu merupakan program terapan untuk agrowisata, di mana pada sisi lain sudah banyak permintaan dari berbagai sekolah lain untuk datang melakukan studi banding ke STPP Bogor, sehingga terlihat ada peluang mengembangkan kawasan agrowisata.

 

Pelaku Usaha Pertanian

Mampukah gerangan STPP Bogor ini? Bukankah diperlukan anggaran yang besar untuk meraihnya? Apa kata Ketua STPP Bogor? Ya, tentu butuh dana besar untuk mewujudkannya. Dan pihak lembaga ini malahan bersyukur karena Menteri Pertanian Dr Andi Amran Sulaiman telah menyanggupi dana sebesar 4 miliar rupiah mendukung program tersebut.

“Nah, ya kan? Dengan dana pengembangan ditambah 4 miliar rupiah itu saya sangat optimis kalau program agrowisata ini sangat bermanfaat dikembangkan. Kami harus wujudkan ini,” kata Nazaruddin.

Kenapa? Ternyata pihak STPP Bogor sudah memiliki bekal lahanseluas sekitar 26 hektare (ha), di mana seluas 11 ha sudah diserahkan kepada pihak Balai Peternakan Hewan dan sisanya ada di sekitar kampus yang letaknya sangat strategis. Di tengah Kota Bogor. Dengan demikian, membangun agrowisata di kampus dan pengembangannya akan lebih diarahkan pada tanaman kota. Tentu tidak jauh dari tanaman hortikultura yang lebih dominan untuk kebutuhan masyarakat kota. Untuk itu akan dibangun infrastruktur dengan dana yang baru.

Nazaruddin mengungkapkan bahwa di STPP Bogor juga  sedang diterapkan program vokasi yang sesuai dengan arah dan tujuannya, kami juga bisa mengembangkan produksi penelitian-penelitian yang marketable yang manfaatnya bagi masyarakat luas bisa besar. Kendala-kendala yang ada atau yang akan muncul di lapangan akan dieliminasi seminimal mungkin.

Lulusan STPP diharapkan menjadi sarjana terapan pengetahuan, di mana kepada mahasiswa berikan sertifikat kompetensi. Begitu mereka keluar atau tamat ari STPP dipastikan telah siap bersaing untuk kebutuhan dunia luar. Dalam kaitan itu pihak STPP juga bekerjasama dengan lembaga sertifikasi untuk melakukan sertifikasi kepada mahasiswa yang berprestasi di bidangnya.

“Sebab, hingga kini di pertanian sendiri belum ada lembaga sertifikasi. Sekarang ini kami sedang menyiapkan asesorinya. Sertifikasi itu ada keterkaitan dengan sawit di masa lalu,” ungkap Nazaruddin, sembari menambahkan bahwa STPP wajib melakukan pelatihan sendiri agar mahasiswa matang di lapangan.

Dengan demikian, diharapkan setelah luluas mahasiswa tidak menjadi idealis, dalam arti kata pola pikir mahasiswa terhadap sektor pertanian dan petani harus berubah. Setelah lulus jangan lagi berpikir menjadi pegawai negeri. Selesai jadi mahasiswa mindset atau pola pikir harus baru. Harus berubah. Diharapkan selepas dari kampus mereka jadi pelaku usaha pertanian. *sembada

komentar

You must be logged in to post a comment.

plaza kemitraan

  JUDUL TERSEBUT DI atas sangat menarik disimak. Bahwa para petani punya utang atau hutang sudah jamak diketahui. Tetapi, misalnya mengapa Dewan Perwakilan Rakyat Republik

Pengantar Redaksi: KONON SAAT INI di Indonesia tidak ada daerah atau desa yang menerapkan pertanian hamparan luas dengan pola pengolahan tanah hingga pemasaran. Satu-satunya yang