Petani Blitar: Bio SAKA Untuk Semua Tanaman, Hemat 50 Persen
Monday, 14th November, 2022 | 789 Views

        

KINI PARA PETANI di Kabupaten Blitar, Provinsi Jawa Timur telah memanfaatkan bio SAKA (Selamatkan Alam Kembali ke Alam) dan telah diterapkan sejak beberapa tahun yang lalu. Bio SAKA yang berasal dari beragam dedaunan atau rerumputan di pekarangan maupun di sekitar persawahan itu diperas-peras pada wadah berisi sekitar satu liter air hingga tinggal ampas.

   Air tersebut disimpan atau diambil sekitar 8 mililiter (mm atau cubic centimeter/cc) dan dicampur dengan 16 liter air kemudian disemprotkan pada daun segala tanaman. Jarak penyemprotan dengan dedaunan adalah 50 centimeter (cm) hingga 10 cm, di mana air itu sudah berupa embun mengenai dedaunan.

   Menurut Marianto (36), petani anggota Paguyuban Bio SAKA Desa Tulung Rejo, Kecamatan Gandu Sari, zat hidup atau bio dari rerumputan ataupun dedaunan atau bio SAKA tersebut sudah diterapkan pada tanaman kopi robusta (Coffea cenephora) dan pada cabai rawit (Capsium frustescens) dan cabai keriting atau Capsium annuum. Hasil kasat mata adalah penyakit daun pada kopi serta jamur pada batangnya hilang sama sekali. Itu dengan penyemprotan beberapa kali dalam waktu berselang paling cepat  sekali setiap minggu.

   “Lahan kopi seluas 0,5 hektare  (ha) setelah mendapat perlakuan dengan bio SAKA telah menghasilkan buah yang lebih lebat. Hal yang sama juga diperolehnya pada tanaman cabai, yaitu bunganya lebih kuat dan menghasilkan buah yang lebih banyak,” Marianto menyebutkan kepada Media Pertanian online www.sembadapangan.com di Desa Tegal Rejo, Kecamatan Selodipuro, Kabupaten Blitar.

   Petani lain, Poniran (72), warga Desa Tulung Rejo, Kecamatan Gandu Sari, saat ini lebih rajin menanam cabai dan jagung (Zea mays) yang berumur pendek dan cepat terjual di pasar. Cairan bio SAKA yang dibuat sendiri itu diambil sebanyak 8 cc atau satu sendok makan lalu dicampur dengan satu tanki air pompa gendong berisi 16 liter. Setiap 10 hari sekali disemprot dengan pola ‘ngabut’ atau dikabutkan melalui jarak semprotan ke daun tanaman sejauh 50 cm itu.

    Dia menambahkan bahwa keluarganya menanam jagung, cabai secara bergantian dan juga palawija lainnya. Hasil yang didapat sangat menggembirakan karena lebih banyak daripada hasil tanaman yang tidak mendapat perlakuan bio SAKA. Kendati saat ini musim hujan, penyemprotan bio SAKA tersebut tidak berpengaruh negatif asalkan cairan tersebut sudah menempel pada daun selama lebih kurang 15 menit. Datang hujan deras pun tidak menjadi masalah.

   Secara terpisah petani Kersini (65), warga Desa Krisik, Kecamatan Gandu Sari mengungkapkan bahwa sejak beberapa waktu yang lalu hingga tahun ini telah menanam jagung dan buncis. Ia mempersiapkan bio SAKA dengan segenggam rumput kolonjono (Brachiaria mutika) lalu diperas pada ember kecil berisi satu liter air. Diperas hingga tinggal ampas dan airnya yang bewarna hijau kecokelatan dipakai menyemprot buncis maupun jagung.

  “Waaah…hasilnya menggembirakan sekali. Saya senang sekali mendapat hasil yang banyak dibandingkan sebelumnya. Bahkan pemakaian pupuk dari pabrik sangat berkurang lebih 50 persen hanya dengan memakai bio SAKA itu,” ungkap Kersini.

   Ia mengatakan bahwa pupuk kimia dari pabrik yang sebelumnya bisa habis sebanyak 10 kilogram (kg), setelah memakai bio SAKA, pupuknya hanya terpakai 5 kg. Dedaunan atau rerumputan yang dipakai sebagai bio SAKA tersebut harus sehat, tidak boleh berlubang karena ulat atau hama. Kersini yang melahirkan dua anak mengurus sendiri semua tanamannya pada lahan seluas 0,5 ha milik keluarga. *sembada/henry/rori

komentar

You must be logged in to post a comment.

plaza kemitraan

  JUDUL TERSEBUT DI atas sangat menarik disimak. Bahwa para petani punya utang atau hutang sudah jamak diketahui. Tetapi, misalnya mengapa Dewan Perwakilan Rakyat Republik

Pengantar Redaksi: KONON SAAT INI di Indonesia tidak ada daerah atau desa yang menerapkan pertanian hamparan luas dengan pola pengolahan tanah hingga pemasaran. Satu-satunya yang