Mengidap PMK Harus Dimusnahkan Atau Stamping Out, Jika Tidak PMK Itu Tetap Ada Walau Sudah Divaksin
Friday, 8th July, 2022 | 873 Views

Pengantar Redaksi:

TERKAIT Penyakit Mulut dan Kuku atau PMK yang saat ini melanda Indonesia, Redaksi Media Pertanian online www.sembadapangan.com secara khusus berbincang dengan Direktur Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan (Dirjen PKH) Kementerian Pertanian masa bakti 1999-2004 Prof Dr Drh Sofyan Sudardjat, MS. Dia berbicara keras bahwa Indonesia pernah berstatus sebagai negara Bebas Penyakit Mulut Kuku pada ternak besar, seperti sapi kerbau serta ternak kecil, seperti babi, kambing dan domba atau biri-biri. Ternak pengidap PMK harus dimusnahkan atau STAMPING OUT karena virus itu tetap ada kendati telah divaksin. Berikut tuturannya.

  Tentu saja Pemerintah Indonesia harus serius melaksanakan pemberantasan penyakit tersebut dan harus diupayakan sampai tuntas. SEHARUSNYA SETIAP TERNAK YANG MENGIDAP PMK itu dimusnahkan. Lalu lintas ternak diawasi secara ketat, dimana ternak yang berasal dari daerah  tertular jangan sampai dibawa ke daerah yang masih bebas PMK. Ternak yang diduga sakit diisolasi atau ternak tidak boleh digembalakan bersama. Terkait itu hal paling penting adalah berusaha menyediakan vaksin yang cocok dengan tipe virusnya. Bukan sekadar ADA VAKSIN, lalu lakukan vaksinasi massal pada seluruh ternak rentan termasuk yang masih sehat, seperti sapi, kerbau, babi, kambing dan domba.

  Penyuluhan mengenai bahaya PMK terhadap dunia peternakan dan bedarnya kerugian ekonomi yang ditimbulkannya. Jangan sampai pejabat atau petugas yang berkepentingan meremehkan penyakit dengan mengatakan bahwa PMK tak berbahaya  atau GAMPANG DIOBATI dan tidak akan menimbulkan KEMATIAN LAGI. Tidak. Itu tidak benar. Jangan sepelekan penyebaran PMK. Generasi mendatang yang AKAN MENERIMA DAMPAK BURUK WARISAN KESEMBERONOAN PARA PEJABAT seperti ini.

   Ya, memang untuk pemberantasan PMK yang utama adalah stamping out ATAU MUSNAHKAN SEMUA TERNAK YANG SAKIT termasuk ternak yang diduga sakit. Kalau dengan pemotongan walaupun bersyarat  DIPASTIKAN RISIKO PENYEBARAN akan semakin marak. Ternak yang terkena PMK tak akan sembuh total, WALAUPUN GEJALA KLINIS SUDAH HILANG atau tidak terlihat lagi, tetapi VIRUSNYA TETAP BERADADALAM TUBUH TERNAK TERINFEKSI SAMPAI DUA TAHUN lamanya. Ternak seperti ini berperan juga sebagai penyebar penyakit.

    Satu-satunya cara mengatasi adalah HARUS DIMUSNAHKAN. Jangan DIPOTONG atau DIMAKAN karena pada 2022 MENDATANG penyakit itu AKAN MUNCUL LAGI di seluruh Indonesia. Kalau tak mampu MEMUSNAHKANNYA, maka cara lain adalah mencegah ternak yang masih sehat dengan vaksinasi  kemudian diisolasi.

     Tindakan pengobatan PMK itu tak ada, Sekali lagi TIDAK ADA saat ini. Hal  yang ada adalah mencegah atau mengobati akibat infeksi  sekundernya. Kasus PMK yang sekarang ini hampir sama dengan kasus wabah PMK pada 1983. Pada waktu itu Indonesia baru saja selesai melaksanakan pemberantasan PMK di setiap pulau atau DARI PULAU KE PULAU dengan metoda LOW SPEED (pada 1982). Sementara sedang menunggu hasil dari kegiatan pengamatan penyakit, SELAMA DUA TAHUN SAMPAI 1984 itu dilakukan evaluasi menyeluruh UNTUK MEMBUAT PERNYATAAN atau PENGUMUMAN pembebasan penyakit atau BEBAS PMK. Itulah yang terjadi, sehingga Indonesia termasuk negara berstatus BEBAS paparan PMK itu.

    Eeh, tahu-tahu pada awal tahun 1983 dilaporkan di daerah Kabupaten Blora, Provinsi Jawa Tengah terjadi wabah PMK yang baru dan dalam waktu kurang dari satu minggu wabah sudah menjalar ke seluruh daerah di Pulau Jawa. Dugaan penyebabnya, sama seperti wabah PMK saat ini,  yaitu virus berasal dari daging yang diimpor dari negara tertular  India.

   Kalau pada waktu wabah PMK di Blora, virusnya berasal impor daging dari negara Argentina, padahal negara ini juga negara tertular PMK. Pada waktu itu virus PMK itu Tipe O dengan serotype O1 Campos. Nah, penyakit yang sekarang yang sedang mewabah virusnya tipe apa dan serotipenya juga apa? Namun, hal yang pasti adalah tipe atau serotipe yang ada atau berasal dari India. Demikian sekadar info lagi sembari mengingat wabah PMK yang silam… he he he.

    Pemerintah pada waktu itu segera ambil langkah pengendalian. Hal pertama adalah pengawasan lalu lintas ternak dan bahan produksi dan bahan asal ternak (jenis ruminansia dan babi) DENGAN CEPAT dan DENGAN SEGERA terutama yang berasal dari Pulau Jawa yang akan dibawa ke luar Jawa. Dengan pelarangan dan pengawasan ketat, maka PMK hanya menyerang ternak di Pulau Jawa. Untuk tindak pengendalian dan pemberantasan secara menyeluruh,  maka pemerintah pada akhir 1983 merencanakan suatu Program Pembebasan Penyakit atau Disease Eradication Programme dengan methoda crash programme atau program saling berkaitan.

Baru Akan Bebas PMK 100 Tahun Lagi

   Program ini secara riil dilakukan mulai awal 1984 terutama dengan tindak vaksinasi massal yang intensif dan masif serta menyeluruh terhadap populasi ternak rentan yang ada di Pulau Jawa. Pada tahun pertama dengan vaksinasi 1 diulang 4 minggu kemudian. Lalu di-booster minimal setelah 6 bulan kemudian. Ternak yang tervaksinasi pada vaksinasi tahap pertama ini minimal 70 persen  dari populasi. Kemudian dengan jarak satu (1) tahun dilakukan vaksinasi ulang selama dua tahun.

   Selanjutnya setelah vaksinasi ulang pada tahun kedua selesai, diadakan pemantauan atau pengamatan penyakit. Setelah dua tahun hasil pengamatan dilaporkan bahwa PMK tidak ada lagi kasus baru. Setelah itu  dengan Keputusan MENTERI PERTANIAN dinyatakan bahwa NEGARA REPUBLIK INDONESIA sebagai Negara Bebas PMK”  pada 1990.

   Ternyata Indonesia hanya mampu bertahan 32 tahun sebagai Negara Bebas PMK. Mungkin 100 tahun atau 200 tahun lagi NEGARA dan BANGSA kita baru bisa menyatakan bebas PMK kembali. Hal itu akan jadi suatu kenyataan, apabila kondisi negara kita seperti sekarang ini. Kurang perhatian terhadap tanda-tanda penyakit yang telah di depan mata.

Kalau negaranya merupakan  negara yang bebas PMK tentu negara bersangkutan akan melakukan pelarangan dan TINDAKAN SANGAT KERAS. Langkah ini tak bisa digugat di  World Trade Organization atau WTO karena berdasarkan aturan dari Organisasi Kesehatan Hewan Dunia atau Office Internationale Des Epizooticae (OIE) dan atauran dari Sanitary and Pito Sanitary (SPS) Meassure, langkah penolakan tersebut tidak disalahkan. Hal tersebut adalah untuk perlindungan negara barsangkutan dari penularan PMK yang menhancurkan perekonomian negara dan ekonomi rakyat peternak. *sembada/rori/henry

komentar

You must be logged in to post a comment.

plaza kemitraan

  JUDUL TERSEBUT DI atas sangat menarik disimak. Bahwa para petani punya utang atau hutang sudah jamak diketahui. Tetapi, misalnya mengapa Dewan Perwakilan Rakyat Republik

Pengantar Redaksi: KONON SAAT INI di Indonesia tidak ada daerah atau desa yang menerapkan pertanian hamparan luas dengan pola pengolahan tanah hingga pemasaran. Satu-satunya yang