Ir Mindo Sianipar: Tanda Sukses Pelaksanaan Reforma Agraria, Kepastian Penguasaan Tanah Untuk Mewujudkan Kedaulatan Pangan
Wednesday, 12th April, 2023 | 332 Views

SATU TUJUAN PENTING tujuan pelaksanaan reformasi agraria adalah untuk mendorong ketahanan pangan dan energi  masyarakat. Reforma agraria yang telah berhasil ditandai oleh kepastian penguasaan tanah yang menjamin penghidupan dan kesempatan kerja bagi petani. Hal itu merupakan konsep reforma agraria yang diintrodusir oleh pihak Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia (BPN RI).

    Demikian penegasan Anggota Komisi I Bidang Pangan DPR RI, Ir Mindo Sianipar dan menambahkan bahwa keberhasilan reforma agrarian juga mencakup tata-guna tanah yang mampu memperbaiki pengelolaan sumber daya alam dan pelestarian mutu lingkungan hidup. Bahkan juga untuk mewujudkan kedaulatan pangan, kemampuan produktivitas yang mampu membuat keluarga petani mampu melakukan re-investasi dan memiliki daya beli yang tinggi.

 Disebutkan pula bahwa Reforma Agraria adalah restrukturisasi (penataan ulang susunan) kepemilikan, penguasaan, dan penggunaan sumbersumber agraria (khususnya tanah). Tujuannya adalah untuk mengubah susunan masyarakat warisan stelsel feodalisme dan kolonialisme menjadi susunan masyarakat yang adil dan merata.

      “Secara koseptual reforma agraria adalah restrukturisasi (penataan ulang susunan) kepemilikan, penguasaan, dan penggunaan sumbersumber agraria (khususnya tanah). Tujuannya adalah untuk mengubah susunan masyarakat warisan stelsel feodalisme dan kolonialisme menjadi susunan masyarakat yang adil dan merata. Dalam kaitan itu kearifan lokal harus menjadi bagian integral dalam konsep Reforma Agraria,” Sianipar menambahkan. Dia menjadi pembicara utama dalam Forum Discussion Group (FGD) yang diadakan oleh Kantor Staf Presiden (KSP) di Jakarta, belum lama berselang.

    Berbicara dengan tema Dinamika Kebijakan Pangan dalam Reforma Agraria dan Perhutanan Sosial (Potensi dan Peluang Ketahanan Pangan Terkait dengan Reforma Agraria dan Perhutanan Sosial) Mindo Sianipar mengungkapkan bahwa tujuan pembangunan ketahanan pangan adalah untuk menjamin ketersediaan pangan yang cukup dari segi jumlah, mutu dan keamanan dan keragaman. Dengan demikian,  setiap rumah tangga mampu mengkonsumsi pangan dalam setiap saat, mampu mengkonsumsi pangan yang cukup, aman bergizi dan sesuai pilihannya untuk hidup sehat dan produktif.

    Mengingat masalah pangan yang sangat penting, katanya, maka negara harus memprioritaskian pembangunan ketahanan pangan dan pencapaiannya diposisikan sebagai fondasi bagi pembangunan sektor-sektor lainnya. Berbagai tantangan dari perubahan lingkungan strategis baik secara global maupun nasional dapat mempengaruhi situasi ketahanan pangan nasional. Maka saling tergantung antarnegara dan hal inilah sebagai negara yang sehat secara global saat ini.

Strategi Pembangunan Ketahanan Pangan

   Sianipar mengemukakan bahwa substansi utama kebijakan dan strategi prioritas pembangunan ketahanan pangan nasional meliputi kondisi lahan, pengembangan kawasan dan tata ruang pertanian yang memerlukan perhatian sunguh-sungguh. Memang hal ini sangat terkait dengan reforma agraria dan perhutanan sosial.

   Selanjutnya infrastruktur melalui pembangunan dan pemeliharaan sarana tranportasi dan lain yang mendukung itu, seperti sistem informasi daerah-daerah sentra produksi pertanian untuk peningkatan mutu dan volume produksi serta kemampuan pemasarannya. Contohnya, kalau bisa mengolah lahan melalui redistribusi dalam reforma agraria kemudian mampu memproduksi pangan, tetapi tidak tidak bisa dipasarkan pasti menjadi problem berat.

   “Kita semua harus berpikir holistik dalam hal itu agar tidak timbul masalah. Jadi, para kepala daerah dan DPRD sudah mulai menuju ke arah ini dalam waktu secepatnya, sehingga permasalahan yang timbul saat ini dan ke depan sudah bisa diselesaikan. Kalau hal itu belum menjadi pembicaraan di tingkat daerah, maka kepala daerah belum bersungguh-sungguh memikirkan pangan warganya. Harus ada pengembangan kawasan untuk meningkatan produksi pangan masing-masing daerah,” ujar Mindo Sianipar sembari menambahkan bahwa semua itu sesuai dengan amanat undang-undang (UU) Pangan No. 18/2012.

   Disebutkan pula bahwa penelitian dan pengembangan di bidang pertanian dalam kemampuan menciptakan benih unggul harus digiatkan, dimana peran para penangkar benih termasuk pengembangan pupuk organik harus diperhatikan. Harus dicoba dan dicoba sampai ada kemampuan rekayasa teknologi oleh pihak daerah dengan melibatkan petani. Tidak harus doktor atau sarjana untuk mengembangakan benih maupun pupuk organik dan lainnya.

   Bahkan, katanya pula, investasi pangan dan industri pedesaan berbasis pangan harus dilakukan antardepartemen atau lembaga. Contohnya bansos itu harus terkoordinir secara mantap agat tidak tumpang tindih. Untuk hal itu pengelolaannya tentu bisa koperasi atau korporasi atau masyarakat sendiri secara bergotong royong. Dalam kaitan itu peningkatan mualitas gizi dan keanekaragaman pangan melalui PPH (pola pangan harapan) harus menjadi syarat yang harus dijalankan sekaligus mewujudkan langkah konkret terkait adaptasi dan antisipasi sistem pangan dan pertanian terhadap perubahan iklim.

   Menurut Mindo Sianipar, reforma agraria meliputi Perhutanan Sosial (PS), Hutan Desa (HD), Hutan Adat (HA) dan Hutan Tanaman Rakyat (HTR) serta Kemitraan Hutan.  Perhutanan Sosial (PS) adalah sistem pengelolaan hutan lestari yang dilaksanakan dalam kawasan hutan negara atau hutan hak/hutan adat. Hal itu dilaksanakan oleh masyarakat setempat atau masyarakat hukum adat sebagai pelaku utama untuk meningkatkan taraf hidupnya, keseimbangan lingkungan, dan dinamika sosial budaya.

  Secara khusus dengan merujuk Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan ((Permen LHK) Nomor 83/2016 tentang skema yang diatur dalam PS disebutkan bahwa keberadaan PS bertujuan untuk menyelesaikan permasalahan tenurial. Juga untuk keadilan bagi masyarakat setempat dan masyarakat hukum adat yang berada di dalam atau sekitar kawasan hutan dalam rangka kemakmuran masyarakat.

   “Hutan Adat (HA) adalah kawasan hutan yang dimiliki oleh masyarakat adat yang sebelumnya merupakan hutan negara ataupun bukan hutan negara. Kemitraan Kehutanan (KK) merupakan adanya kerjasama antara masyarakat sekitar hutan dengan pengelolaan hutan, seperti  Pemegang Izin Usaha Pemanfaatan Hutan, Jasa hutan, Izin Pinjam Pakai kawasan hutan atau Pemegang Izin Usaha Industri Primer Hasil Hutan,” Sianipar menambahkan.

   Selanjutnya dikatakan bahwa Hutan Desa (HD) merupakan hutan negara yang dalam pengelolaannya diberikan ke lembaga desa yang bertujuan untuk mendorong perbaikan kehidupan suatu desa. Kemudian Hutan Kemasyarakatan (HKm) adalah hutan negara yang mana pengelolaannya dilakukan oleh masyarakat dengan tujuan untuk memberdayakan masyarakat sekitar agar tercipta tingkat taraf hidup masyarakat, sementara Hutan Tanaman Rakyat (HTR) adalah hutan produksi yang dibangun oleh sekelompok masyarakat, Hal ini bertujuan bertujuan untuk meningkatkan kualitas dan potensi dari hutan produksi dengan menerapkan silvikultur agar dapat menjamin kelestarian sumberdaya hutan. *sembada/henry

komentar

You must be logged in to post a comment.

plaza kemitraan

  JUDUL TERSEBUT DI atas sangat menarik disimak. Bahwa para petani punya utang atau hutang sudah jamak diketahui. Tetapi, misalnya mengapa Dewan Perwakilan Rakyat Republik

Pengantar Redaksi: KONON SAAT INI di Indonesia tidak ada daerah atau desa yang menerapkan pertanian hamparan luas dengan pola pengolahan tanah hingga pemasaran. Satu-satunya yang