Unas-KPI-LSF: Di Era Digital Sekarang Sensor Mandiri Harus Dilakukan Semua Pihak Sebagai Etika
Friday, 12th November, 2021 | 600 Views

BUDAYA SEKALIGUS ETIKA sensor mandiri di era digital harus menjdi bagian kehidupan insan Indonesia sejak sekarang. Budaya sensor mandiri itu harus digencarkan dan digelorakan ke berbagai kalangan. Langkah strategis mengenai hal itu dilakukan pihak Program Studi Ilmu Komunikasi Universitas Nasional bekerjasama dengan Lembaga Sensor Film dan Komisi Penyiaran Indonesia Provinsi DKI Jakarta.

     Menyambut kerjasama tersebut Rektor Univesitas Nasional (Unas) Dr El Amry Bermawi Putra mengatakan bahwa kemajuan teknologi digitalisasi telah banyak memberikan kemudahan bagi masyarakat. Namun, di sisi lain terdapat dampak negatif berupa kapasitas informasi berlebihan yang mengakibatkan perubahan cara pandang, norma, dan perilaku yang tidak sesuai dengan budaya dan luhur bangsa.

   “Oleh karena itu diperlukan kebijaksanaan dalam memilih informasi atau tayangan sesuai dengan yang dibutuhkan oleh masyarakat, salah satunya melalui sensor mandiri. Saya berharap kegiatan ini bisa menjadi wadah bagi Unas, sebagai satu bagian yang tidak terpisahkan dalam proses transisi menuju masyarakat digital,” El Amry berseru saat penyelenggaraan acara itu belm lama berselang di Kampus Unas.

   Rektor menambahkan bahwa sebelumnya Unas telah bekerja sama dengan LSF Indonesia untuk menggerakkan program penyensoran dan sosialisasi budaya mandiri. Dan melalui hal itu Unas bersinergi memperluas jejaring dan kemitraan di bidang perfilman, serta bersedia menyosialisasikan penyensoran dan budaya sensor mandiri.

   Dalam kesempatan yang sama Komisioner KPID DKI Jakarta Th. Bambang Pamungkas mengatakan bahwa budaya sensor mandiri dapat dibangun melalui siaran tv dan radio. Tanpa adanya filter dan pengawasan penyiaran, secara tidak sadar akan memberikan dampak buruk bagi bangsa dan negara.

   “Budaya sensor mandiri harus menjadi bagian dari kita sebagai praktisi media, dan teman-teman yang berkutik di bidang media agar memberikan tayangan atau tontotan yang baik untuk masyarakat. Melalui acara ini saya berharap Unas bisa menjadi tempat berkembangnya melek media digital dengan memperhatikan budaya sensor mandiri,” ungkap Pamungkas.

  Dalam kaitan itu Ketua LSF Rommy Fibri Hardiyanto menyebutkan bahwa perkembangan akses internet dengan mudah membuat masyarakat dapat mengakses informasi dengan cepat dan leluasa. Namun, perlu diingat bahwa tidak semua tayangan bisa ditonton. Oleh sebab itu penting untuk memberikan literasi kepada masyarakat bagaimana menonton siaran atau tayangan dengan baik, bagaimana memilih tayangan, hingga setiap pesan moral yang disampaikan oleh media penyiaran bisa tersampaikan tepat sasaran.

    Memaparkan pemikirannya Wakil Ketua LSF Ervan Ismail juga mengatakan bahwa sebelum dipertontonkan ke khalayak publik, semua film dan iklan film harus diteliti dan dikaji yang berasal dari dalam negeri maupun luar negeri. Hal ini sesuai dengan regulasi terkait penyiaran televisi pada Pasal 30 UU Perfilman.

    “Film merupakan karya seni budaya yang merupakan pranata sosial dan media komunikasi massa yang dibuat berdasarkan kaidah sinematografi dengan atau tanpa suara dan dapat dipertunjukkan. Sebelum dipertontonkan, tanda lulus sensor dan kategori penggolongan siaran wajib ditampilkan pada awal tayangan film,” demikian Ervan.

   Lebih lanjut Ketua Umum ATSDI Eris Munandar mengatakan bahwa di era media baru ini, pengawasan dan penyensoran di media siaran perlu lebih diperhatikan. Selain itu masih adanya platform media baru yang belum terpantau oleh KPI dan tidak memiliki aturan yang jelas.

    Menurut dia, sekarang sudah banyak lahir konten kreator yang bisa bebas berekspresi, menyampaikan ide mereka dan menyalurkan karyanya melalui media siaran. Namun, perlu diperhatikan bahwa informasi yang disampaikan bermanfaat bagi masyarakat, serta tidak menyebabkan boros informasi. Oleh sebab itu hal ini menjadi tantangan besar bagi kita untuk mengawasi perkembangan media baru ini.

    Senada dengan hal tersebut Komisioner KPID DKI Jakarta Tri Andri Supriadi mengatakan bahwa pengawasan konten adalah hal yang harus ditingkatkan. Hal ini dapat menjaga konten agar tetap di jalur yang sesuai dengan pedoman dan standar bagi kegiatan penyelenggaraan penyiaran baik TV maupun radio di Indonesia.

    “Pengawasan dilakukan oleh dua lembaga, yaitu Lembaga Sensor Film pada saat pra tayang, serta oleh KPI saat pasca tayang. Jadi baik sebelum dan sesudah dinikmati pemirsa, semua konten masih tetap diawasi agar sesuai di jalurnya,” ungkap Tri.

    Di sisi lain Anggota Komisi I DPR RI Muhammad Iqbal mengungkapkan bahwa penyiaran digital memiliki peran dalam memberikan manfaat publik yang lebih luas, misalnya memperkecil kesenjangan digital dan menjangkau area yang belum terlayani. Selain itu penyiaran digital juga menghasilkan spektrum digital dividen untuk dimanfaatkan seluruh layanan lainnya.

   “Digitalisasi juga berdampak pada tumbuhnya industri penyiaran beserta industri terkait seperti konten, perangkat digital, dan lain-lain. Lebih lanjut, efisiensi digitalisasi juga memberikan pemanfaatan digital dividen yang bernilai ekonomis tinggi untuk kepentingan dan peningkatan taraf hidup masyarakat,” jelasnya.

    Berbicara dari perspektif Sosiologi Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) Unas Dr Erna Ernawati Chotim,MSi menyebutkan bahwa siaran televisi dan radio yang berkembang pesat membuat masyarakat memiliki kebebasan untuk memilih tayangan yang sesuai dengan minatnya. Namun, kembali lagi, masyarakat harus diberikan pilihan yang bijak mengenai tayangan siaran. Konten yang baik dan bermanfaat bagi masyarakat yang muncul akan berdampak bagi kehidupan sosial masyarakat itu sendiri. * sembada/nis

komentar

You must be logged in to post a comment.

plaza kemitraan

  JUDUL TERSEBUT DI atas sangat menarik disimak. Bahwa para petani punya utang atau hutang sudah jamak diketahui. Tetapi, misalnya mengapa Dewan Perwakilan Rakyat Republik

Pengantar Redaksi: KONON SAAT INI di Indonesia tidak ada daerah atau desa yang menerapkan pertanian hamparan luas dengan pola pengolahan tanah hingga pemasaran. Satu-satunya yang