Tekun dan Ulet Urus Sambal Warisan Keluarga, Kini SAMBAL CHILIA Tembus Pasar Ekspor
Monday, 21st December, 2020 | 1106 Views

Pengantar Redaksi:

BERMULA DARI KEHADIRAN Kelompok Wanita Tani (KWT) hortikultura di Desa Genengadal Toroh, Kecamatan Purwodadi, Kabupaten Grobogan, Jawa Tengah yang mengolah sambal untuk keperluan keluarga dan para tetangga. Resep sambal itu diwariskan Nyonya Jiyem, oleh orangtua Endang Prihatin. Karena menurut para tetangga, sambal ‘racikan’ Nyonya Jiyem itu ‘wueenak lezat’, Endang mengembangkan dan menekuninya dengan membuat sambal cabai kering tabur merek Mak’e Endang. Itu terjadi pada 2017. Lalu setelah mendapat bantuan alat dari Kementerian Pertanian, pada 2019 nama masakan itu berubah jadi Sambal Cabai Tabur Chilia. Variasi rasa adalah sambal asli, campur udang, campur cumi dan campur teri. Semua produk ini sangat diminati konsumen internasional dan sudah diekspor antara lain ke Singapura. Berikut tuturan Endang Prihatin (41) kepada Media Pertanian online www.sembadapangan.com di rumahnya di Dea Genenadal Toroh. Selamat menyimak.

      Bantuan dari pemerintah awalnya masih dalam skala kecil. Dan pada 2019 kami mendapatkan penggilingan cabe dalam skala besar. Bantuan selanjutnya adalah solar dryer atau pengering bertenaga matahari dengan kapasitas 200 kilogram (kg) untuk sekali proses. Kami sebagai kelompok wanita tani dan UKM  bergerak pada komoditas cabe sangat bersyukur dengan bantuan pemerintah.

      Kami para petani mengucapkan terima kasih kepada pemerintah karena memberikan dukungan luar biasa. Kami berkeinginan dan bertekad agar alat ini tidak mangkrak dan mampu berproduksi terus. Minimal manfaatnya untuk masyarakat sekitar ini. Kami sangat bangga, produk sambal yang kami buat mendapat pengakuan. Sebagai warga Kabupaten Grobogan kami sangat bangga, apalagi di Kecamatan Purwodadi ini.

    Produk sambal ini memang makin dikenal banyak kalangan setelah semua alat bantuan pemerintah berfungsi. Pemerintah juga membantu membawakan produk sambal itu ke kantor-kantor untuk dipromosikan. Dan ternyata rasa dan aroma diakui dan layak dikonsumsi untuk skala rumah tangga maupun rumah makan. Bahkan kami telah kedatangan beberapa pihak dari luar negeri untuk penjajagan ekspor.

    Semua keinginan itu merupakan kerja keras kami. Ke depan untuk mencapai titik tersebut, caranya dengan melengkapi semua legalitas sudah kami penuhi. Sertifikat halal telah kami dapat. Begitu juga sertifikat Produksi Pangan Industri Rumah Tangga atau PIRT. Dan dari segi nutrisi sudah terpenuhi termasuk dari Badan Pusat Obat dan Makanan (BPOM). Olahan kami sudah higienis karena dukungan alat yang moderen.

     Saya dan teman-teman di sini harus kerja keras untuk terus belajar. Sebab, saya tidak mau mengikuti ilmu bakul yang tradisional, yaitu hanya memproduksi lalu dijual, tetapi saya harus berusaha bagaimana ke depannya memperkuat manajemen agar lebih profesional  dalam arti kegiatan kita ini sudah berbentuk badan usaha. Berkat alat-alat bantuan yang menunjang semua kegiatan kami berproduksi, kami telah berkemampuan menampung sebanyak-banyaknya cabe petani yang dipanen. Dan ini juga sekaligus bisa meningkatkan volume produksi untuk memenuhi permintaan yang tinggi dari beberagai kota dan mancanegara.

    Dengan penggunaan solar dryer ini waktu pengeringan hanya butuh sekitar dua hari. Hasilnya sudah sangat kering dan bisa langsung diolah. Kualitasnya bagus. Dulunya butuh waktu 7 hari walaupun matahari terik. Kendati demikian, pada musim hujan sekarang, pengeringan dengan solar dryer butuh waktu 7 hari dan hasilnya sudah baik.

Saran Dari Konsumen Singapura

    Ketika alat bantuan ini datang produktivitas kami meningkat 90 persen menjadi 13.000 botol selama satu bulan masing-masing berisi 40 gram. Harga per botol adalah 17.000 rupiah. Semuanya sudah bisa langsung konsumsi. Jika permintaan semakin banyak harga akan kami kurangi. Saat ini untuk pemesanan 1.000 botol harganya adalah 10.200 rupiah untuk satu botolnya. Cabai tabur ini mempunyai daya tahan simpan hingga 1 tahun untuk suhu ruang.

     Nah, sekarang bentuk dari kemasan sambal produksi kami untuk setiap rasa dikemas berbeda warna. Contohnya, untuk rasa cabe original warna merah, rasa teri warna oranye dan warna kuning untuk rasa cumi. Khusus warna kemasan sambal rasa cumi itu merupakan usulan dari Singapura. Konsumen di sana ingin warna untuk masing-masing varian rasa berbeda. Tetapi, harga tetap sama, yaitu 17.000 rupiah per botol isa 40 gram.

    Pemasaran di dalam negeri sudah masuk berbagai toko dan supermarket di Jawa Tengah dan Jawa Timur. Juga masuk di beberapa kota di Jawa Barat termasuk di wilayah Jakarta dan sekitarnya. Terkait harga ini, saya juga berusaha menekan agar tidak terlalu tinggi karena ada persaingan dengan produk lain yang mirip. Pada awalnya harga produksi saya adalah 20.000 rupiah per botol. Tetapi, setelah produksi meningkat karena ada bantuan alat, harga eceran (HE) produksi saya sekarang 17.000 rupiah per botol. Saya selalu memantau harga dari kompetitor untuk produk yang sama.

    Pada November lalu volume ekspor kami adalah 2.500  botol. Nilainya 26 juta rupiah lebih. Dan pada Desember ini sekitar dua kalinya, tetapi angkanya belum terlihat karena orderan pembelian belum tiba. Saat ini karyawan berjumlah enam orang yang digaji dengan layak. Saya sudah mampu menggaji 1,2 juta rupiah per orang per bulan. Nantinya seiring waktu perkembangan pasar dalam negeri dan ekspor, jumlah karyawan akan ditambah terutama untuk tenaga pemasaran. *sembada/rori/henry

komentar

You must be logged in to post a comment.

plaza kemitraan

  JUDUL TERSEBUT DI atas sangat menarik disimak. Bahwa para petani punya utang atau hutang sudah jamak diketahui. Tetapi, misalnya mengapa Dewan Perwakilan Rakyat Republik

Pengantar Redaksi: KONON SAAT INI di Indonesia tidak ada daerah atau desa yang menerapkan pertanian hamparan luas dengan pola pengolahan tanah hingga pemasaran. Satu-satunya yang