“Spirit Petani Sorgum Kec.Bantar Bolang Memang Sangat Tinggi, Kabupaten Bertekad Membantu”
Wednesday, 18th March, 2020 | 1120 Views

PIHAK DINAS PERTANIAN Kabupaten Pemalang, Provinsi Jawa Tengah saat ini melihat bahwa spirit para petani sorgum (Sorghum bicolor) di Kecamatan Bantar Bolang sangat tinggi. Untuk itu pihak Dinas Pertanian Kabupaten Pemalang akan bertekad membantu para petani. Di bawah ini bincang Media Pertanian online www.sembadapangan.com dengan Kepala Bidang Tanaman Pangan dan Hortikultura, Dinas Pertanian Kabupaten Pemalang Prayitno,SHut di kantornya, baru-baru ini. Selamat menyimak.

 

Ada kenyataan bahwa para petani di Kecamatan Bantar Bolang sangat tertarik menanam sorgum dengan alasan berlipat-ganda keuntungan. Untuk itu para petani bersemangat menanam sorgum tersebut di lahan mereka sendiri maupun di lahan milik orang lain. Bagaimana pihak Dinas Pertanian Pemalang melihat ini?

Memang kami melihat hal itu. Para petani beramai-ramai menanam sorgum sampai pematang sawah mereka dan di pekarangan. Nah, ketika tiba panen pada Februari 2020 yang lalu kami menengarai bahwa para petani kesulitan menjaga mutu beras sorgum maupun silase untuk pakan ternak. Soalnya petani tidak memiliki alat atau mesin pencacah (chopper), perontok dan pengering.

Itu saja permasalahan yang dihadapi petani di sana?

Mungkin ada hal lain, misalnya perbenihan, pemupukan dan itu tadi di pascapanen, seperti pengolahan hingga pasarnya.

Pasar? Menyangkut apa gerangan?

Kami mendengar komoditi sorgum yang dihasilkan petani itu baru tahap budidaya lalu panen sedapatnya. Biji sorgum tidak sempat diolah menjadi beras sorgum yang berkualitas maupun jadi tepung sorgum yang bernilai tambah tinggi yang bisa meningkatkan nilai rupiah bagi mereka dibandingkan kalau hanya sampai beras sorgum.

Kalau demikian, biji sorgum itu untuk apa?

Dari informasi yang masuk sebagian kecil jadi dimakan jadi nasi. Ada yang dicampur ada yang utuh dimasak lalu dimakan. Sebagian besar dijual kepada peternak.

Oh ya, ini bawa bonggol jagung. Petani sedang panen? Di desa mana?

Ya, saya dan staf baru lihat tanaman jagung yang akan panen. Kebetulan di Kecamatan Bantar Bolang. Jagung juga jadi andalan petani di sini. Menyangkut hal ini serangan hama ulat grayak belum muncul di sini. Bulai batang ada, tetapi tidak berbahaya. Petani belum panen, sehingga tidak bisa diketahui tingkat produktivitas per hektarenya berapa.

Kalau di Kecamatan Bantar Bolang, bukankah tanaman sorgum sangat luas untuk ukuran kecamatan dan Kabupaten Pemalang ini?

Betul. Kami sudah mendengar bahwa petani akan tanam sorgum di beberapa kecamatan, padahal bertanam sorgum merupakan hal baru bagi para petani.

Jadi? Pihak Dinas Pertanian bersikap bagaimana?

Kami sedang mencermati hal itu. Termasuk yang sudah panen yang lalu dan sedang panen saat ini. Bahkan kami sudah mencatat bahwa para petani yang tersebar di beberapa desa, seperti Desa Suru, Desa Pedagung dan Desa Purana akan menanam sorgum pada lahan seluas 344,65 hektare (ha). Pertanaman sorgum yang paling luas sekarang terdapat di Desa Suru, yaitu 85 ha dan telah panen sejak Februari yang lalu, namun hasilnya tidak maksimal karena dituai pada musim hujan sementara para petani tidak mempunyai mesin perontok dan mesin pengering.

Nah…, ini persoalan petani yang tetap muncul hingga menjelang 75 tahun Indonesia merdeka. Adakah Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah atau APBD untuk membantu peralatan atau permesinan untuk pascapanen itu?

Kalau menyangkut APBD belum tahu persisnya. Memang kami melihat semangat para petani Pemalang untuk tanam sorgum menggembirakan. Cuma sampai sekarang setahu saya belum ada bantuan kepada petani untuk tanaman itu. Sebab, informasinya yang menjalankan pertanaman sorgum adalah pihak perusahaan dengan pola plasma inti. Pihak pemilik perusahaan sudah datang ke Dinas Pertanian Pemalang meminta rekomendasi untuk mengajukan pinjaman kepada pihak perbankan. Tujuannya agar petani plasma binaan mereka mendapatkan dukungan dana pertanaman sorgum dikembangkan di Pemalang mulai dari hulu sampai ke hilirnya.

Jadi, apa yang mendesak dibutuhkan petani sorgum tersebut?

Untuk saat sekarang ini karena memasuki musim penghujan mereka membutuhkan alat pengering dan alat panen  berupa alat perontoknya. Selama ini petani masih menggunakan power threser untuk padi mungkin mereka modifikasi. Intinya bantuan dari pemerintah daerah belum ada untuk sorgum ini. Begitupun dari provinsi belum ada bantuan.

Kalau demikian mengapa petani ‘ngotot’ menanam sorgum dibanding jagung atau ubi kayu atau singkong,  misalnya?

Kami mendapat keterangan dari petani sorgum itu bahwa tanaman jenis mereka itu aman dari serangan kera dan celeng atau babi hutan. Selama ini petani biasa menanam jagung dan padi. Nah, tanaman seperti ini habis dimakan kera karena posisi lahan mereka dekat hutan, sehingga sebagian besar dari tanaman ini habis dimakan kera. Semula petani coba tanam sorgum, selain punya nilai lebih dibanding tanaman lain, petani melihat sorgum sangat tepat ditanam di pinggiran kebun mereka dengan mengelilingi tanaman jagung atau padi. Terbukti sorgum yang sudah berbuah tidak dimakan binatang termasuk tanaman yang terlindungi di dalam lahan.

Semata-mata karena itu?

Mungkin saja. Namun, nilai tinggi sorgum juga sudah diketahui para petani. Dan dari pengalaman itu sebagian besar dari petani antusias menanam karena tidak ada gangguan dari hama. Beberapa waktu yang menjelang panen sorgum mereka bekumpul dan mencari alat untuk pemanen dan perontok sorgum karena tidak mungkin dengan membanting atau menggilas dengan kaki.

Ada pihak yang memberi bantuan mesin itu?

Konon tidak. Saat mereka panen bertepatan musim hujan, hasil sorgumnya jadi hitam dan menjamur. Konon petani rugi.

Ada jalan keluar menolong petani yang bersemangat demikian?

Sementara ini dari kabupaten sendiri belum ada solusi. Sebab, penetapan anggaran untuk jenis komoditi sudah rampung. Kalaupun diupayakan nantinya akan masuk pada anggaran perubahan di September atau Oktober. Kami jadi prihatin karena secara prinsip petani harus dibantu. Apalagi belakangan ini sangat jarang petani yang secara serentak bersemangat menanam tanaman tertentu. Untuk budidaya sorgum memang tidak susah. Tidak sesulit tanaman pangan lainnya. Hal menggembirakan adalah para petani tidak dipaksa. Bahkan tidak disuruh atau diarahkan. Sangat berbeda dengan petani untuk padi dan jagung yang kadang diarahkan tetap tidak mau, padahal untungnya untuk para petani sendiri.

Persisnya apa solusi yang bisa menolong petani jangka menengah ini?

Saat ini atau sebelum APBD-Perubahan, inipun harus dilihat kemungkinannya, kami hanya akan mengarahkan untuk mendapat dana Kredit Usaha Rakyat atau KUR. Semaksimal mungkin kami akan dampingi petani itu. Atau sebisa mungkin kami beri rekomendasi kepada mereka untuk pengajuan dana KUR kepada pihak perbankan. Misalnya ke piha Bank Jateng atau Bank Rakyat Indonesia atau BRI. Atau lainnya. Kami juga berusaha mendampingi petani sorgum itu. Saya melihat belum ada hal lain.

 Apa harapan kepada petani sorgum yang katanya akan menjadikan Kabupaten Pemalang jadi daerah sorgum di Pulau Jawa?

Itu memang indah sekali. Kami salut kepada petani dengan daya juang dan spirit seperti itu. Semoga saja terwujud. Harapan saya dengan animo petani yang tinggi dalam membudidayakan sorgum semoga saja Kabupaten Pemalang menjadi sentra atau model untuk tanaman sorgum. Dan tentu ke depannya apapun yang terkait sorgum orang akan ingat Kabupaten Pemalang dan akan akan banya petani, pedagang atau pengusaha bahkan investor datang ke Pemalang mencari semua yang terkait sorgum, seperti berasnya, sirup itu baik berasnya, gula merah, benihnya, etanolnya, hijauan untuk ternak hingga selase yang merupakan turunan dari sorgum. Dan itu luar biasa. Semoga terwujud. Ya semoga sesuai harapan petani dari Kecamatan Bantar Bolang untuk keharuman Kabupaten Pemalang. *sembada/rori/henry

komentar

You must be logged in to post a comment.

plaza kemitraan

  JUDUL TERSEBUT DI atas sangat menarik disimak. Bahwa para petani punya utang atau hutang sudah jamak diketahui. Tetapi, misalnya mengapa Dewan Perwakilan Rakyat Republik

Pengantar Redaksi: KONON SAAT INI di Indonesia tidak ada daerah atau desa yang menerapkan pertanian hamparan luas dengan pola pengolahan tanah hingga pemasaran. Satu-satunya yang